Konten dari Pengguna

Meninjau Kebijakan-Kebijakan Kolonial Belanda Dalam Segi Pendidikan

Muhammad izza Anil mu'ir
Muhammad Izza Anil Mu'ir lahir di Bandung pada 27 desember 2002. Saat ini, ia adalah mahasiswa semester 6 di Sekolah Tinggi Ilmu Adab dan Budaya Islam. Selama berkuliah, Ia aktif dalam organisasi HIMASPI.
21 Juni 2024 9:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad izza Anil mu'ir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam upaya melancarkan politik asosiasi pendidikan, pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk masyarakat pribumi di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, terjadi banyak diskriminasi yang terlihat jelas dalam pendirian sekolah tersebut. Mulai dari kurikulum yang diajarkan hingga pengelompokan sekolah berdasarkan warna kulit dan ras. Awalnya, hanya anak-anak keturunan bangsawan yang diberikan kesempatan untuk menikmati pendidikan, sesuai dengan misi awal Snouck, yang memilih anak-anak bangsawan untuk menjalankan misinya dalam memisahkan mereka dari kebudayaan asli, adat, dan agama, serta mengarahkan mereka untuk mengadopsi kebudayaan Barat.
Sumber Gambar: https://www.canva.com/design/DAGIZsT3dzA/AG5zDI1VMZ0GFwmeO41usQ/edit
Snouck dan J.H. Abendanon melakukan usaha khusus untuk memfasilitasi anak-anak dari keluarga terkemuka agar dapat mengakses tingkat pendidikan yang lebih tinggi di Belanda. Akibatnya, pada tahun 1900, sekitar lima mahasiswa dari Hindia Belanda sudah ada yang belajar di Belanda. Jumlah ini kemudian meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun berikutnya, mencapai sekitar 25 mahasiswa pada tahun 1908 .
ADVERTISEMENT
Jumlah sekolah yang didirikan oleh Belanda sangat berkaitan erat dengan tujuan eksploitasi pendidikan untuk kepentingan kolonial. Kontrol atas kurikulum yang diajarkan merupakan salah satu strategi utama pemerintah Belanda untuk mencapai tujuan ini. Kurikulum dipilih dengan cermat berdasarkan kepentingan kolonial, dengan penekanan pada subjek-subjek yang mendukung kebutuhan administrasi. Subjek-subjek ini meliputi kemampuan dasar seperti membaca, menulis bahasa Melayu (latin), berhitung, pembukuan, pengetahuan pertanian, dan kesehatan. Hingga akhir abad ke-19, kurikulum diperluas dengan penambahan mata pelajaran seperti bahasa Belanda, menggambar, menyanyi, geografi, serta pelajaran teknik pertanian dan kesehatan . Meskipun terinspirasi dari pendidikan Barat, materi yang diajarkan seringkali terbatas dan tidak relevan dengan lingkungan budaya murid. Misalnya, meskipun pelajaran bahasa Belanda diajarkan, aspek kebudayaan dan nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa tersebut seringkali diabaikan.
Sumber Gambar: https://www.canva.com/design/DAGIq33eauk/tHVbm5Y1pa4Vyn6gp0YcYQ/edit
Politik kolonial erat hubungannya dengan kepentingan kolonialisme, yang didominasi oleh para penguasa dan tidak di dorong oleh nilai etis. Ciri politik dan praktik pendidikan kolonial, khususnya pemerintah Belanda di tanah jajahan Hindia Belanda adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Diskriminasi yang luar biasa dalam penyediaan pendidikan bagi masyarakat pribumi di Hindia Belanda.
2. Diskriminasi dalam pendidikan dengan menekankan perbedaan yang tajam antara pendidikan Belanda dengan pendidikan pribumi.
3. Kontrol sosial yang kuat.
4. Keterbatasan tujuan sekolah pribumi dan peranan sekolah dalam menghasilkan pegawai sebagai faktor penting dalam perkembangan pendidikan.
5. Prinsip konkordansi yang menyebabkan sekolah di Indonesia sama dengan di negri Belanda.
6. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis untuk pendidikan anak pribumi .
Sekolah sebagai institusi pendidikan sering mencerminkan kekuatan dan kepentingan pemerintah kolonial. Pendekatan pendidikan dari tingkat dasar hingga tingkat lanjutan sering kali tidak bertujuan untuk meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat Hindia Belanda secara menyeluruh, tetapi lebih sebagai sarana untuk memberikan kesempatan kepada keluarga dari golongan tertentu yang dianggap dapat mendukung kelangsungan kolonialisme. Meskipun sistem pendidikan tersebut memberikan sejumlah peluang bagi anak-anak pribumi, hasilnya tetap dipengaruhi oleh dinamika antara penguasa kolonial dan penduduk lokal. Sekolah-sekolah yang didirikan lebih cenderung untuk memenuhi kepentingan kolonial, seperti menyediakan tenaga kerja untuk birokrasi kolonial di tingkat bawah atau untuk perusahaan swasta yang terkait erat dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Aji, R., dan Eko Hermawan. "Ethical Politics and Educated Elites In Indonesian National Movement." International Conference on Social Science 2019 (ICSS 2019). Atlantis Press, 2019.
Ananda, Adeliya Putri, dan Hudaidah Hudaidah. "Perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia dari masa ke masa." SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah 3.2 (2021)
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, h.41. dan juga Hamid Algadri, Islam dan Keturunan Arab dalam Pemberontakan Melawan Belanda,. (Bandung: Mizan, 1996).
Bubalo, Anthony, dan Greg Fealy. Jejak kafilah: pengaruh radikalisme timur tengah di Indonesia. Mizan Pustaka, 2007.
Iskandar P Nugraha. Teosofi, Nasionalisme dan Elit Modern Indonesia. (Jakarta : Komunitas Bambu)
Latif, Yudi. Pendidikan yang berkebudayaan. Gramedia Pustaka Utama, 2020
ADVERTISEMENT
Nasution, S. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.
Nata, H. Abuddin. Pembaruan pendidikan islam di indonesia. Prenada Media, 2019.
Noer, Deliar. "Islam in Indonesia." Asian Studies Review 9.3 (1986): Hal 93.
Nina Herlina Lubis, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, dalam Taufik Abdullah dan A.B Lapian (alm) (eds), Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid V., (Jakarta: PT. Ichtiar Baroe Van Hoeve).
Penders, Christian Lambert Maria. Colonial education policy and practice in Indonesia: 1900-1942. The Australian National University (Australia), 1968.
Prayudi, Gusti Muhammad & Dewi Salindri. 2015. Pendidikan pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1901-1942. Publika Budaya, 1 (3)
Purnama, Agung. "Tradisi Keislaman Masyarakat Sunda Pada Abad Ke-19." Historia Madania: Jurnal Ilmu Sejarah 5.2 (2021)
ADVERTISEMENT
Rifa’i, Muhammad. (2011). Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik hingga Modern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Rusdiana, Yusinta Tia, Heryati Heryati, dan Yuliarni Yuliarni. "PERAN ORGANISASI PERHIMPUNAN INDONESIA DALAM UPAYA MENCAPAI KEMERDEKAAN DI BELANDA." JEJAK: Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah 2.2 (2022): Hal 62.
Suratminto, Lilie. "Educational policy in the colonial era." Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah 14.1 (2013)
Susanto, Heri, Sri Fatmawati, dan Fathurrahman Fathurrahman. "Analisis Pola Narasi Sejarah dalam Buku Teks Lintas Kurikulum di Indonesia." Fajar Historia: Jurnal Ilmu Sejarah dan Pendidikan 6.2 (2022)
Zainu'ddin, Ailsa. "Education in the Netherlands East Indies and the republic of Indonesia." Critical Studies in Education 12.1 (1970)