Konten dari Pengguna

Badan Penerimaan Negara, Sebuah Asa yang Tertunda?

Muhammad Jaiz
Pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untirta Serang Banten
4 November 2024 11:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Jaiz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden RI Prabowo Subianto (foto : freepik.com)
Tidak seperti yang dijanjikan pada kampanye pilpresnya, Prabowo akhirnya batal membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) di masa awal pemerintahannya. Padahal pembentukan BPN itu menjadi salah satu dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Prabowo-Gibran (detikfinance, 21/3).  
ADVERTISEMENT
Pembatalan ini sontak  menimbulkan pertanyaan di  sebagian kalangan publik,  mengapa rencana baik dan kerap digaungkan dengan penuh percaya diri itu batal direalisasikan?
Ide lama
Prabowo sebelumnya pernah menegaskan rencananya untuk memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)  dan Direktorat Jenderal Bea Cukai dari Kementerian Keuangan jika kelak terpilih sebagai presiden. Dengan pemisahan ini, Prabowo berniat untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (CNBC Indonesia, 19/2).
BPN akan dikomandoi langsung Presiden, sehingga mempermudah kementerian-kementerian terkait.  DJP dan Bea Cukai akan dilebur jadi satu, fokus ke penerimaan negara saja, tidak lagi akan mengurusi masalah pengeluaran. Menurut Prabowo pendirian badan ini akan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 23%. 
ADVERTISEMENT
Namun ternyata gagasan pembentukan Badan Penerimaan Negara ini sejatinya adalah ide lama. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2001-2006, Hadi Poernomo, mengatakan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebenarnya telah berusia 20 tahun (CNBC Indonesia, 19/2).
Hadi menceritakan pada 2003 dirinya telah meminta seorang profesor di Universitas Gadjah Mada untuk mengkaji terkait kemungkinan pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu.
Hasil kajian tersebut, kata dia, menyimpulkan bahwa perlu adanya pemisahan antara lembaga yang melakukan penerimaan dan melakukan pengeluaran. Sebab jika kedua wilayah itu (penerimaan dan pengeluaran) ada di satu orang tentunya tidak bagus.
Pembagian kewenangan juga dilakukan untuk mengoptimalkan rentang kendali Kementerian Keuangan yang dinilai sudah berlebih, serta untuk memaksimalkan pendapatan dengan menekan hambatan atau kendala pada aspek birokrasi.
ADVERTISEMENT
Usulan pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kemenkeu juga sempat digulirkan Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada tahun 2004 (detikNews, 31/3).
Pemisahan tersebut mencakup Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai dan Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Depkeu, menjadi badan otonom. Usulan tersebut termuat dalam surat Men-PAN nomor B/59/M.PAN/1/2004 dan sudah dikirimkan kepada presiden saat itu.
Jika BPN telah terbentuk maka otoritas pajak akan lebih leluasa dan fleksibel menentukan kebijakan, rekrutmen pegawai, hingga penataan regulasi perpajakan. Kehadiran BPN juga dapat meminimalisir terjadinya 'main mata' antara petugas pajak dengan wajib pajak sehingga menghambat pertumbuhan pajak.
Contoh dari negara lain
Praktik pemisahan badan pajak dan bea cukai  dengan Kemenkeu ini, jika ingin mencontoh, sebenarnya telah dilakukan oleh beberapa  negara. Semisal, Amerika Serikat yang memiliki lembaga pajak otonom terpisah dari Kemenkeu, bernama Internal Revenue Service (IRS). Singapura memiliki Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS), otoritas pajak semi otonom yang tidak berada dibawah Kemenkeu.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, kabinet Merah Putih kali ini kembali  memutuskan untuk menunda (untuk tidak mengatakan membatalkan) program ini.
Sejumlah  analis menduga, masalah koordinasi dalam konteks Indonesia, sering sulit diatasi. Spesialisasi selalu menimbulkan masalah komunikasi, koordinasi dan sinergi. Sementara pendekatan 'substance over form', menilai tatanan dan tata kelola yang ada saat ini masih bisa dipertahankan.
Ketua Relawan Pengusaha Muda Nasional (REPNAS) Anggawira mengatakan pembentukan BPN yang direncanakan untuk menggabungkan fungsi perpajakan, bea cukai, dan penerimaan negara lainnya dianggap sangat kompleks. Integrasi antarlembaga yang berbeda ini memerlukan waktu, koordinasi, dan penyesuaian birokrasi yang tidak sederhana. Ada kekhawatiran bahwa proses ini justru akan memperlambat kinerja penerimaan negara dalam jangka pendek  (CNNIndonesia.com, 17/10).
ADVERTISEMENT
Anggawira melanjutkan bahwa pemerintah mungkin melihat bahwa lembaga yang sudah ada, seperti Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai masih cukup efektif dalam menjalankan tugasnya. Sehingga daripada membentuk badan baru, pemerintah kemungkinan lebih memilih untuk meningkatkan kinerja dan sinergi antar instansi yang ada, baik dari sisi teknologi, digitalisasi, maupun peningkatan sumber daya manusia.
Fokus utama Prabowo mungkin lebih kepada menjaga stabilitas fiskal dan penerimaan negara.
Selain itu, tak banyak juga yang tahu jika Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri telah menolak pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan, dalam sidang pengucapan putusan nomor 155/PUU-XXI/2023, Rabu, 31/01/2024.
Kepentingan untuk membentuk lembaga khusus setingkat kementerian yang memiliki otoritas memungut pajak/pendapatan negara terpisah dari Kementerian Keuangan adalah tidak beralasan menurut hukum, kata hakim Daniel Yusmic Pancastaki Foekh (Kompas, 31/01).
ADVERTISEMENT
MK menilai pembentukan kementerian negara serta ketentuan mengenai pajak yang diatur dalam undang-undang sudah mencerminkan telah berjalannya mekanisme checks and balances terhadap kekuasaan negara.  
 Perlu waktu
Namun seperti pepatah mengatakan, tak ada yang tak mungkin dalam politik. Meski untuk sementara rencana Prabowo-Gibran membentuk BPN dinilai tidak bisa terealisasi, tak ada salahnya bila  pemerintah terus mempersiapkan peraturan perundangan pembentukan badan yang sesungguhnya baik ini. Karena siapa tahu,  satu tahun atau lebih kelak, arah angin politik kita berubah.
Selama penyusunan peraturan ini, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan bisa mulai dijalankan. Pra-transisi maksudnya desain kelembagaan dimatangkan dan untuk sementara masih dalam bingkai Kemenkeu. Sehingga ketika peraturan perundang-undangan selesai, BPN sudah bisa langsung berjalan cepat.
ADVERTISEMENT
Semoga.
Â