Konten dari Pengguna

Mengamalkan Pancasila Merawat Indonesia

Muhammad Japar
Dosen Universitas Negeri Jakarta
9 Oktober 2020 21:01 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Japar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Garuda Pancasila. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Garuda Pancasila. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Di televisi atau broadcast di media sosial sering ditampilkan wawancara, tanya jawab atau sejenisnya oleh polisi, guru, orang tua bahkan public figure yang menguji hafalan seseorang dengan menyebutkan sila-sila Pancasila. Sayangnya, banyak di antara mereka yang tidak hafal. Bahkan, public figure sekalipun. Kemudian, merebaklah dugaan di ruang publik bahwa Pancasila tidak dikenal lagi oleh bangsa Indonesia. Pancasila mulai terlupakan serta menjadi asing di hati dan pikiran bangsa Indonesia. Dari sini, nampak sekali generalisasi yang tidak tepat.
ADVERTISEMENT
Eskalasi polemik mengemuka pada saat DPR ingin mengesahkan RUU HIP. Publik mempertanyakan political will pemerintah dan DPR terhadap Pancasila. Secara eksplisit, di dalam RUU tersebut muncul tentang perasan Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila. Hal ini kerap kali dikait-kaitkan dengan visi misi salah satu partai politik yang mencantumkan perasan Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila.
Pertanyaannya adalah: setelah 75 tahun Indonesia merdeka, haruskah bangsa ini masih disibukkan dengan persoalan ideologi negara yang sudah menjadi konsensus dasar para pendiri bangsa ? Padahal, kita menyadari bahwa Pancasila sering ditempatkan sebagai komoditas politik pragmatis. Pun kita juga merasakan Pancasila tidak ditempatkan sebagai nilai-nilai dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang harus diusahakan dengan jelas dan terencana ketercapaiannya. Akibat yang paling mudah diamati adalah perpecahan atau disintegrasi bangsa. Persoalan integrasi bangsa ini telah diingatkan oleh Nazarudin Sjamsudin dalam bukunya Integrasi Politik di Indonesia yang diterbitkan tahun 1989. Bangsa Indonesia sering khilaf bahwa persoalan integrasi ini adalah hal yang sensitif dan serius. Kekhilafan tersebut berujung pada ketidakpedulian bangsa terhadap ancaman disintegrasi bangsa yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Bangsa ini telah menjadi bangsa yang pemarah, sensitif bahkan kehilangan etika yang seharusnya dipegang teguh sebagai bangsa yang besar dan beradab.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya bangsa Indonesia untuk tidak lagi menganggap Pancasila hanya sekadar wacana yang utopis. Sebab, yang paling penting adalah mengamalkan Pancasila itu sendiri sebagai dasar sekaligus ideologi negara. Perdebatan publik harus diarahkan kepada bagaimana Pancasila itu diamalkan secara konkret, konsekuen dan konsisten. Pemerintah harus memiliki komitmen dan keberanian politik dalam mengamalkan Pancasila. Sejarawan Anhar Gonggong pada acara Peringatan Proklamasi Kemerdekaan di TVRI seringkali mengatakan bahwa pekerjaan besar bangsa ini adalah pada sejauh mana mengamalkan sila-sila Pancasila. Secara khusus, Anhar sering menanyakan tentang pengamalan sila ke lima Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Senada dengan itu, Sri-Edi Swasono dalam konteks keberpihakan kepada rakyat menulis dalam bukunya Kebersamaan dan Asas Kebersamaan Mutualism & Brotherhood: Kerakyatan, Nasionalisme dan Kemandirian (2004: 3) bahwa seluruh pasal-pasal UUD 1945 mengamanahkan keadilan. Keadilan adalah titik tolak, sekaligus proses dan tujuan, suatu kontinum yang panjang, yaitu dalam berpandangan, berencana dan bertindak. Keadilan menjadi sesuatu yang dicita-citakan dan didambakan oleh rakyat sejak dulu. Tak hanya keadilan sosial, tetapi juga menyangkut keadilan hukum, ekonomi dan politik. Akan tetapi, pengejawantahan dari keadilan itu sendiri masih jauh dari harapan. Justru, isu keadilan menjadi masalah utama bagi bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sila-sila Pancasila harus menjadi pedoman dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Setiap gugatan, kritik, masukan dan aspirasi masyarakat harus mengarah pada sejauh mana pemerintah mengamalkan Pancasila dalam menjalankan pemerintahan. Pengamalan Pancasila harus mewujud pada pembentukan perundang-undangan yang dijiwai Pancasila. Sebab, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan keberadaannya pada pembukaan UUD NRI 1945 memiliki konsekuensi yuridis sehingga seluruh peraturan Perundang-undangan di Indonesia harus sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Begitupun dengan pelaksanaan program pembangunan yang harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Dengan demikian, pemerintah tidak perlu lagi secara akrobatik menempatkan Pancasila sebagai jargon politik saja, apalagi komoditas politik. Pancasila juga bukan tameng yang bisa digunakan para elite dalam menghadapi lawan-lawan politik. Bukankah pemerintah dan negara memiliki fungsi yang jelas dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke 4 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta menciptakan perdamaian dunia? Bila Pancasila diamalkan dengan baik maka bangsa Indonesia akan terjaga dari ancaman disintegrasi bangsa. Indonesia akan tetap lestari, generasi emas dan harapan Indonesia maju akan tercapai karena pada hakikatnya mengamalkan Pancasila berarti merawat Indonesia.
ADVERTISEMENT