Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dari Politik Uang ke Politik Ide: Mengubah Paradigma Pilkada
24 Oktober 2024 8:17 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Khahfi Miftakhul Jannah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pilihan kepala daerah atau Pilkada di Indonesia telah lama menjadi sorotan, terutama dalam hal pengaruh politik uang yang merusak integritas sistem demokrasi. Seiring berjalannya waktu, muncul sebuah gerakan yang menuntut pergeseran paradigma dari politik uang menuju politik ide konversi yang berfokus pada kualitas pemimpin dan gagasan yang diusung, alih-alih pada dukungan finansial belaka. Upaya ini menunjukkan harapan untuk membangun politik yang lebih sehat dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Di era awal reformasi, terutama pasca-Soeharto, politik di Indonesia seringkali dijejali dengan praktik politik uang. Politisi penerus rezim orde baru memanfaatkan kekayaan mereka untuk membiayai kampanye dan memengaruhi pemilih. Akibatnya, praktik ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan dan berkontribusi pada rendahnya partisipasi pemilih. Ketika pemilih terjebak dalam permainan uang, kemampuan mereka untuk menilai dan memilih berdasarkan visi serta misi calon kepala daerah menurun drastis. Dalam konteks ini, munculnya gagasan untuk bergerak dari politik uang ke politik ide menjadi semakin relevan dan mendesak.
Sejumlah tokoh, baik di kalangan akademis maupun aktivis masyarakat, mulai mengedukasi publik tentang pentingnya berpikir kritis dalam memilih pemimpin. Salah satu dari mereka adalah Ciptanto, seorang akademisi yang menekankan pada pentingnya pendidikan politik untuk masyarakat. Ia berargumen bahwa tanpa pemahaman yang memadai mengenai apa yang seharusnya menjadi visi dan misi seorang pemimpin, masyarakat akan terus terjebak dalam lingkaran politik uang. Ciptanto dan para aktivis lainnya mendorong agar dalam setiap Pilkada, masyarakat tidak sekadar memilih berdasarkan iming-iming uang, tetapi berdasarkan ide-ide konkret yang ditawarkan oleh calon pemimpin.
ADVERTISEMENT
Dampak dari pergeseran paradigma ini dapat dilihat dalam beberapa Pilkada terakhir di Indonesia. Beberapa calon pemimpin mulai bersaing bukan hanya dengan modal finansial, tetapi juga dengan gagasan yang progresif dan inovatif. Ini terlihat dalam berbagai kampanye yang menekankan pada transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi publik dalam perumusan kebijakan. Pendekatan baru ini tidak hanya menciptakan pemimpin yang lebih bertanggung jawab, tetapi juga memicu partisipasi masyarakat yang lebih aktif dalam proses demokrasi. Namun, tantangan masih ada, banyak kalangan yang skeptis terhadap kemampuan sistem pemilihan yang masih terjerat oleh dinasti politik dan oligarki di Indonesia.
Ketika berbicara mengenai gerakan menuju politik ide, penting juga untuk mempertimbangkan peran teknologi informasi. Di era digital, calon pemimpin kini dapat menjangkau audiens yang lebih luas melalui media sosial dan platform digital lainnya. Hal ini memberikan kesempatan bagi ide-ide baru untuk berkembang, sekaligus memungkinkan masyarakat untuk terlibat lebih langsung dengan calon yang mereka anggap layak. Namun, dampak negatifnya juga tak dapat diabaikan; penyebaran berita palsu dan informasi yang menyesatkan dapat dengan mudah memengaruhi opini publik dan memperburuk iklim politik. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki literasi digital yang tinggi agar dapat menyaring informasi dengan bijak.
ADVERTISEMENT
Ancaman lain yang masih ada adalah kembali maraknya praktik politik uang di tingkat lokal, meskipun beberapa daerah melihat perubahan positif. Kasus di beberapa wilayah menunjukkan bahwa politik uang tetap menjadi alat yang efektif bagi calon yang berpikiran pragmatis. Penegakan hukum terhadap praktik tersebut sering kali tidak konsisten, membuat masyarakat merasa bahwa memilih pemimpin yang benar tetap menjadi tantangan yang sulit.
Dari sisi positif, gerakan menuju politik ide memberikan kesempatan untuk membangun kesadaran politik yang lebih luas di kalangan masyarakat. Aktivis, intelektual, dan individu yang peduli terhadap demokrasi perlu terus berjuang mempertahankan semangat ini. Di lain pihak, untuk memastikan keberlangsungan perubahan ini, diperlukan kebijakan publik yang mendukung dan pengawasan yang ketat terhadap proses Pilkada. Hal ini mungkin termasuk pendanaan publik untuk kampanye, pendidikan pemilih, dan peningkatan kualitas calon melalui kurikulum sekolah serta pelatihan untuk calon pemimpin.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, sebuah harapan tak boleh larut dalam idealisme semata. Melihat ke depan, jika Indonesia ingin benar-benar bergeser ke politik ide, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Pertama, negara harus berkomitmen untuk menjaga integritas proses pemilihan dengan memperkuat lembaga-lembaga yang mengawasi pemilu dan penegakan hukum. Masyarakat sipil juga perlu lebih aktif dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran yang terjadi.
Kedua, harus ada upaya berkelanjutan untuk mengejar kesetaraan dalam akses terhadap pendidikan politik. Pelaksanaan program pendidikan politik di sekolah-sekolah akan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada generasi mendatang tentang fungsi dan tanggung jawab pemimpin. Ini juga akan membantu mengurangi ketergantungan masyarakat pada politik uang dan meningkatkan kesadaran mereka dalam membuat pilihan yang cerdas dalam setiap Pilkada.
ADVERTISEMENT
Terakhir, memberi ruang dan dukungan bagi partai-partai politik yang memiliki visi pro-rakyat dengan ideologi yang jelas dan konsisten akan sangat penting. Dengan mendukung lembaga-lembaga yang lebih mengedepankan prinsip keadilan sosial dan memperbolehkan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, Indonesia dapat bergerak menuju era di mana politik ide menjadi bagian integral dari system governance.
Dengan demikian, transisi dari politik uang ke politik ide tidak hanya merupakan tantangan, tetapi juga peluang besar bagi Indonesia. Melalui kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya, diharapkan demokrasi Indonesia akan semakin kuat, inklusif, dan berlandaskan pada visi yang berkemanusiaan. Kita berharap bahwa masyarakat tidak hanya berperan sebagai pemilih, tetapi menjadi aktor aktif dalam pembentukan kebijakan yang mencerminkan aspirasi mereka. Perubahan ini, walaupun tidak mudah, merupakan langkah penting untuk Indonesia ke arah yang lebih baik.