Konten dari Pengguna

Diplomasi Pertahanan Indonesia di Tengah Tren Lonjakan Belanja Militer Global

Muh Khamdan
Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bekerja sebagai Widyaiswara Balai Diklat Hukum dan HAM Jawa Tengah
29 April 2025 12:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belanja militer global sedang berada di titik tertingginya sejak berakhirnya era Perang Dingin. Laporan terkini dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) yang dirilis pada 28 April 2025, mengungkapkan bahwa pengeluaran militer dunia pada periode 2023-2024 melonjak sebesar 9,4 persen, menembus angka 2.718 miliar dolar AS.
ADVERTISEMENT
Lonjakan ini bukanlah peristiwa tunggal yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari tren panjang yang dimulai sejak 2017. Dalam rentang waktu 2015 hingga 2024, peningkatan total belanja militer dunia telah mencapai 37 persen. Fenomena ini mencerminkan perubahan mendalam dalam lanskap keamanan global.
Lima negara dengan pengeluaran militer terbesar adalah Amerika Serikat, China, Rusia, Jerman, dan India. Kombinasi kelima negara ini menguasai hampir separuh dari seluruh pengeluaran militer dunia, menandakan konsentrasi kekuatan militer pada poros-poros utama geopolitik global.
Kawasan Eropa mengalami peningkatan belanja militer sebesar 17 persen. Konflik Rusia-Ukraina serta kebangkitan kembali ancaman militer konvensional telah memaksa banyak negara Eropa Timur untuk memperkuat anggaran pertahanannya.
Sementara itu, Asia menyumbang kisah yang lebih kompleks. Myanmar mencatatkan lonjakan pengeluaran tertinggi di kawasan dengan kenaikan hingga 66 persen. Sayangnya, kenaikan ini terjadi dalam konteks ketidakstabilan domestik dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang parah.
ADVERTISEMENT
Di Timur Tengah, Israel mencatatkan kenaikan 65 persen dalam belanja militernya. Lonjakan ini berdampak signifikan terhadap pengalihan anggaran dari sektor sosial seperti kesehatan dan pendidikan ke sektor pertahanan. Termasuk konflik pendudukan atas Palestina yang tidak berkesudahan dalam pelanggaran hukum internasional maupun hukum humaniter serta pelanggaran HAM.
Kebangkitan tren belanja militer global sebenarnya mulai terasa sejak era pemerintahan Donald Trump pada 2017–2021. Saat itu, Trump mendorong negara-negara anggota NATO untuk menaikkan kontribusi pertahanannya, yang kemudian memicu reaksi berantai dalam sistem keamanan kolektif.
Di Asia Tenggara, ketegangan di Laut China Selatan turut mempercepat tren militerisasi. Negara-negara seperti Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malaysia mulai memperkuat armada pertahanan lautnya sebagai antisipasi atas potensi konflik di wilayah sengketa tersebut.
ADVERTISEMENT
Tren global ini mestinya tidak hanya dilihat sebagai ancaman, tetapi juga sebagai peluang strategis bagi Indonesia. Dengan memanfaatkan momentum ini, Indonesia dapat memperkuat dan memodernisasi industri pertahanan dalam negerinya.
PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi motor utama kemandirian pertahanan nasional. Kolaborasi dengan universitas, lembaga riset, dan mitra luar negeri harus ditingkatkan untuk mengejar lompatan teknologi.
Investasi pada sektor pertahanan bukan hanya untuk memperkuat militer, tetapi juga membuka lapangan kerja baru, meningkatkan transfer teknologi, dan mengangkat posisi tawar Indonesia di forum diplomasi multilateral.
Pembaruan alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia harus dilakukan secara terencana dan proporsional. Alutsista yang modern akan menjadi aset diplomatik yang kuat, memperkuat posisi Indonesia dalam inisiatif regional dan global.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, modernisasi pertahanan tidak boleh mengorbankan pendekatan damai yang menjadi ciri khas diplomasi Indonesia. Indonesia tetap harus memegang prinsip pertahanan aktif dan tidak agresif.
Dalam skenario jangka panjang, Indonesia perlu bertransformasi menjadi produsen alutsista, bukan sekadar importir. Hal ini dapat dicapai dengan ekosistem industri pertahanan yang kuat dan kebijakan fiskal yang berpihak.
Di tengah spiral ketegangan global, Indonesia memiliki peluang unik untuk tampil sebagai aktor penstabil kawasan. Dengan pendekatan damai namun berbekal pertahanan yang tangguh, Indonesia bisa memainkan peran sebagai penjaga perdamaian regional.
Alih-alih ikut membangun tembok ketakutan, Indonesia justru harus membangun jembatan kepercayaan dan stabilitas. Ketahanan nasional sejati lahir dari kekuatan pertahanan yang didukung oleh visi diplomasi yang bijak.
ADVERTISEMENT
Belanja militer global mungkin tak dapat kita hentikan, namun Indonesia bisa memilih untuk mengelolanya dengan cerdas. Inilah saatnya kita membuktikan bahwa kekuatan sejati bukan hanya ada di senjata, tetapi juga di strategi dan keteguhan untuk menjaga perdamaian.