Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
Konten dari Pengguna
Houthi versus AS, Kontestasi Militer Global di Laut Merah
18 Maret 2025 12:40 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Serangan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Yaman terhadap kapal induk nuklir USS Trauman milik Amerika Serikat, menandai babak baru dalam kontestasi militer global. Serangan menggunakan 18 rudal balistik itu merupakan respons atas 47 serangan AS yang menewaskan 53 warga sipil di Yaman. Kondisi ini semakin menegaskan bagaimana militer Yaman, yang berada di bawah kepemimpinan Sayyid Abdul Malik Badr Din Houthi, telah berkembang menjadi kekuatan yang tidak dapat diabaikan dalam percaturan geopolitik internasional.
ADVERTISEMENT
Sejak Arab Saudi memimpin aliansi militer sembilan negara untuk menyerang Yaman pada 2015, kelompok Houthi telah mengalami transformasi signifikan dalam kapasitas militernya. Serangan yang diberi sandi Operasi Badai Tegas (Amaliyyat Asifat al-Hazm) bertujuan untuk menumpas pengaruh Houthi, tetapi justru berujung pada kegagalan aliansi tersebut. Kekuatan Houthi semakin meningkat seiring dengan kemampuannya mengembangkan senjata secara mandiri. Padahal, aliansi pimpinan Arab Saudi itu telah menghimpun 185 pesawat jet tempur dan 150 ribu tentara dalam menyerang Houthi.
Dalam beberapa tahun terakhir, Houthi telah berhasil mengembangkan rudal balistik hipersonik, drone bersenjata, serta sistem pertahanan udara yang canggih. Penguasaan teknologi militer ini memungkinkan mereka untuk menjaga perairan strategis seperti Laut Merah, Laut Arab, dan Teluk Aden. Dengan demikian, medan perang maritim kini tidak hanya menjadi ajang konfrontasi fisik, tetapi juga medan diplomasi internasional untuk membela Palestina.
ADVERTISEMENT
Serangan terhadap USS Trauman menjadi sinyal jelas bahwa Houthi tidak akan tinggal diam atas intervensi militer AS di wilayahnya. Keberhasilan Houthi dalam menargetkan kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel menunjukkan bahwa mereka memiliki taktik perang asimetris yang efektif. Sejak 7 Oktober 2023, Yaman telah menyerang setidaknya 61 kapal dagang dan satu kapal militer, menegaskan posisinya sebagai aktor non-negara yang mampu mempengaruhi dinamika geopolitik global.
Di sisi lain, Amerika Serikat yang telah lama mendominasi perairan internasional kini dihadapkan pada tantangan baru. Kemampuan Yaman dalam melancarkan serangan presisi terhadap target militer AS menimbulkan kekhawatiran bagi Washington bahwa Laut Merah dapat menjadi titik eskalasi konflik yang lebih luas. AS tentu tidak akan tinggal diam, tetapi tindakan lebih lanjut dari Washington juga dapat berpotensi meningkatkan ketegangan global.
ADVERTISEMENT
Konflik ini tidak hanya sekadar pertempuran antara Yaman dan AS, tetapi juga memperlihatkan dinamika kontestasi senjata global. Houthi telah membuktikan bahwa mereka mampu mengembangkan teknologi persenjataan modern tanpa dukungan dari kekuatan besar. Hal ini berbeda dengan negara-negara Timur Tengah lainnya yang masih bergantung pada impor senjata dari Barat dan Rusia.
Peningkatan kapasitas militer Houthi juga menandai perubahan dalam strategi pertahanan mereka. Jika pada awal konflik mereka lebih mengandalkan perang gerilya, kini militer Haouthi telah mampu menggunakan sistem persenjataan canggih yang dapat menargetkan kapal perang dan infrastruktur militer di luar perbatasan Yaman. Ini menunjukkan bahwa mereka telah berhasil mengadopsi strategi militer berbasis teknologi modern. Rudal balistik hipersonik milik Houthi bahkan mampu menembus pertahanan iron dome Israel, sehingga dijuluki sebagai "rudal hantu". Selain itu, rudal-rudal militer Houthi juga dapat menggempur Jet Tempur F-16 dan Drone MQ-9 Reaper milik AS.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif militer damai, ketegangan ini memperlihatkan bagaimana senjata dapat menjadi alat diplomasi sekaligus pendorong eskalasi konflik. Di satu sisi, kehadiran senjata canggih memungkinkan Houthi untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Namun di sisi lain, peningkatan kapasitas militer juga dapat memicu intervensi yang lebih besar dari AS dan sekutunya, yang berusaha mengamankan jalur perdagangan di perairan strategis tersebut.
Lebih jauh, Laut Merah kini menjadi arena pertarungan geopolitik yang lebih luas. Negara-negara seperti Rusia dan China juga memiliki kepentingan di kawasan ini, baik dari sisi ekonomi maupun militer. Jika konflik semakin meluas, bukan tidak mungkin aktor-aktor global lainnya turut terlibat, yang pada akhirnya akan memperumit upaya mencapai perdamaian di kawasan.
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor utama yang akan menentukan eskalasi konflik ini adalah kondisi di Palestina. Sejarah telah menunjukkan bahwa konflik di Timur Tengah seringkali memiliki keterkaitan erat dengan situasi di Palestina. Jika ketegangan di Gaza dan wilayah pendudukan lainnya terus berlanjut, maka Houthi kemungkinan akan semakin meningkatkan serangan mereka terhadap kepentingan AS dan Israel di kawasan.
Sementara itu, kebijakan luar negeri AS juga menjadi faktor kunci dalam menentukan dinamika konflik ini. Jika Washington memilih jalur militer untuk merespons serangan Houthi, maka kemungkinan besar akan terjadi perang terbuka di Laut Merah. Namun jika AS memilih jalur diplomasi, maka ada peluang untuk meredam eskalasi dan mencegah pertempuran besar yang dapat mengganggu stabilitas perdagangan internasional.
ADVERTISEMENT
Bagi komunitas internasional, situasi ini menjadi tantangan tersendiri. Negara-negara yang bergantung pada jalur perdagangan di Laut Merah harus mencari solusi untuk memastikan keamanan pelayaran tanpa memperburuk konflik. Organisasi internasional seperti PBB dan Liga Arab juga memiliki peran penting dalam menengahi ketegangan yang terjadi.
Pada akhirnya, konflik ini mencerminkan realitas dunia multipolar yang semakin kompleks. Dengan adanya aktor-aktor non-negara yang mampu mengembangkan kemampuan militer setara dengan negara-negara besar, dinamika pertahanan dan keamanan global pun mengalami perubahan drastis. Dunia kini menyaksikan bagaimana kekuatan lokal seperti Houthi mampu mengganggu dominasi militer global dengan strategi perang asimetris yang cerdas.
ADVERTISEMENT
Ketegangan antara Yaman dan AS di Laut Merah bukan sekadar konflik regional, tetapi juga bagian dari kontestasi geopolitik dan militer global. Masa depan kawasan ini akan sangat bergantung pada bagaimana dunia merespons dinamika yang terus berkembang. Apakah eskalasi ini akan berujung pada perang terbuka atau justru menjadi titik balik bagi diplomasi perdamaian? Semua tergantung pada langkah-langkah yang akan diambil oleh aktor-aktor utama di panggung internasional.
Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS). Hal ini dipicu oleh penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 5,02% ke 6.146.