Konten dari Pengguna

Ilusi Solusi dalam Wacana Pemindahan Negara Palestina

Muh Khamdan
Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bekerja sebagai Widyaiswara Balai Diklat Hukum dan HAM Jawa Tengah
10 Februari 2025 13:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga mengibarkan bendera Palestina di tengah asap pengeboman (Sumber: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengibarkan bendera Palestina di tengah asap pengeboman (Sumber: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali meningkat setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan gagasan yang mengejutkan untuk mendirikan Negara Palestina di wilayah Arab Saudi. Pernyataan ini segera mendapat respons keras dari berbagai pihak, termasuk Liga Arab yang menyebutnya sebagai "ilusi" dan upaya pengalihan isu dari ketidakmampuan Israel menguasai Gaza meskipun telah mengerahkan kekuatan militernya.
ADVERTISEMENT
Ketua Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit, secara tegas menolak usulan Netanyahu dan menilainya sebagai mimpi, sekaligus upaya politis mengalihkan perhatian dunia dari kebuntuan menguasai Gaza. Hamas dan Israel telah bersepakat dengan Israel untuk melakukan gencatan senjata sendiri yang berlaku sejak 19 Januari 2025. Menurutnya, pemikiran ini sama sekali tidak mencerminkan solusi nyata bagi krisis Palestina, melainkan justru semakin memperburuk dinamika diplomasi di kawasan Timur Tengah.
Wacana Netanyahu ini berpotensi merusak prospek normalisasi diplomatik antara Israel dan negara-negara Arab, termasuk Mesir, Qatar, Yordania, serta Arab Saudi. Normalisasi yang sebelumnya menjadi harapan bagi stabilitas kawasan kini semakin dipertanyakan efektivitasnya. Hal demikian terutama ketika Israel masih menunjukkan ketidakmampuannya untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang adil dan berkeadilan bagi rakyat Palestina.
ADVERTISEMENT
Mesir, sebagai salah satu pemegang peran utama dalam isu Palestina, bahkan telah mengumumkan akan menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab darurat pada 27 Februari 2025. KTT ini diharapkan dapat merumuskan sikap bersama negara-negara Arab terhadap manuver Israel serta memperkuat posisi Palestina dalam percaturan geopolitik internasional.
Isu Relokasi dan Reaksi Dunia Internasional
Sementara itu, pernyataan kontroversial lain datang dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyampaikan wacana relokasi warga Gaza ke Indonesia. Pernyataan ini sontak menuai kecaman dari berbagai pihak yang menilai solusi semacam itu tidak hanya tidak realistis tetapi juga melanggar hak-hak fundamental rakyat Palestina atas tanah mereka sendiri. Sebagai respons atas pernyataan Trump, muncul sindiran dari komunitas internasional yang menyarankan agar justru Israel yang direlokasi ke Greenland atau Alaska.
ADVERTISEMENT
Polemik ini memperlihatkan bagaimana isu Palestina tetap menjadi titik sentral dalam dinamika politik global. Usulan yang tidak berdasar sebagaimana pemindahan Palestina ke wilayah lain, hanya akan memperburuk situasi dan menghambat kemungkinan tercapainya solusi damai yang berkeadilan. Liga Arab telah memberikan sinyal kuat bahwa mereka tidak akan menerima skenario yang dibuat-buat oleh Netanyahu sebagai solusi atas konflik Palestina. Alih-alih mengusulkan skema yang tidak berdasar, dunia internasional seharusnya menegaskan kembali prinsip solusi dua negara dengan batas-batas yang diakui secara hukum internasional.
Sebagai respons atas tindakan Israel yang terus melakukan aksi antikemanusiaan terhadap Palestina, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab telah mencapai kesepakatan untuk mengupayakan pembekuan keanggotaan Israel di Majelis Umum PBB. Keputusan ini ditegaskan dalam resolusi dan pernyataan resmi yang dikeluarkan dalam KTT OKI dan Liga Arab di Riyadh, Arab Saudi, pada 11 November 2024. Langkah ini dianggap sebagai bentuk tekanan diplomatik guna menegaskan bahwa Israel tidak bisa terus-menerus mengabaikan norma-norma internasional tanpa konsekuensi.
ADVERTISEMENT
Selain langkah diplomatik, keberhasilan gerakan boikot produk-produk pro-Israel juga semakin menegaskan solidaritas global terhadap perjuangan Palestina. Aksi boikot ini, yang didukung oleh berbagai negara dan masyarakat sipil, telah memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan kebijakan Israel. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa tekanan ekonomi dapat menjadi instrumen yang efektif dalam menekan kebijakan Israel dan mendesak komunitas internasional untuk lebih serius dalam menanggapi pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.
Dengan semakin banyaknya negara yang mendukung pembekuan keanggotaan Israel di PBB dan berpartisipasi dalam boikot global, Israel menghadapi tekanan yang semakin besar untuk menghentikan kebijakan represifnya terhadap Palestina. Langkah-langkah ini membuktikan bahwa komunitas internasional memiliki kekuatan untuk menegakkan keadilan dan mendukung hak-hak Palestina melalui aksi nyata di berbagai bidang, baik diplomatik maupun ekonomi.
ADVERTISEMENT
Liga Arab telah memberikan sinyal kuat bahwa mereka tidak akan menerima skenario yang dibuat-buat oleh Netanyahu sebagai solusi atas konflik Palestina. Alih-alih mengusulkan skema yang tidak berdasar, dunia internasional seharusnya menegaskan kembali prinsip solusi dua negara dengan batas-batas yang diakui secara hukum internasional. Konferensi darurat yang akan digelar oleh Mesir dapat menjadi momentum penting bagi negara-negara Arab untuk menegaskan kembali dukungan mereka terhadap hak-hak rakyat Palestina dan menolak segala upaya pengalihan isu yang hanya memperburuk situasi.
Ke depan, dunia harus lebih kritis terhadap narasi yang berusaha membelokkan akar masalah konflik Israel-Palestina. Hanya dengan pendekatan yang berlandaskan keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, perdamaian yang nyata dapat diwujudkan di kawasan yang telah terlalu lama dilanda ketidakstabilan ini.
ADVERTISEMENT