Konten dari Pengguna

Inpres Irigasi Menuju Percepatan Swasembada Pangan

Muh Khamdan
Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bekerja sebagai Widyaiswara Balai Diklat Hukum dan HAM Jawa Tengah
13 Februari 2025 17:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambaran saluran irigasi di Sucen, Salatiga, Jawa Tengah (Sumber: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gambaran saluran irigasi di Sucen, Salatiga, Jawa Tengah (Sumber: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi, serta Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi untuk Mendukung Swasembada Pangan. Ini merupakan langkah strategis yang menegaskan komitmen pemerintah dalam mempercepat pencapaian kedaulatan pangan di Indonesia. Namun, apakah infrastruktur irigasi saja cukup untuk menjamin swasembada? Tantangan yang lebih kompleks seperti jaminan gagal panen, kestabilan harga, serta riset dan inovasi benih unggul harus menjadi bagian integral dari strategi ini.
ADVERTISEMENT
Irigasi yang baik adalah prasyarat utama untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Selama ini, banyak daerah sentra produksi padi di Indonesia masih bergantung pada sistem irigasi yang tidak optimal, bahkan sebagian besar lahan pertanian masih mengandalkan hujan sebagai sumber utama air. Akibatnya, saat musim kemarau tiba, hasil panen anjlok dan petani mengalami kerugian besar.
Pemerintah melalui Inpres 2/2025 telah menginstruksikan sembilan kementerian dan lembaga terkait untuk mengambil langkah konkret dalam percepatan pembangunan serta rehabilitasi jaringan irigasi. Ini adalah sinyal positif, tetapi tantangan utama tetap ada, yaitu bagaimana memastikan proyek ini benar-benar berjalan efektif di lapangan.
Sinergi antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Pertanian, serta pemerintah daerah harus benar-benar dioptimalkan. Evaluasi berkala dan transparansi anggaran dalam pembangunan infrastruktur irigasi mutlak diperlukan agar kebijakan ini tidak hanya berhenti di atas kertas.
ADVERTISEMENT
Selain irigasi, salah satu faktor yang sering membuat petani enggan meningkatkan skala produksi adalah ketidakpastian hasil panen. Perubahan iklim, serangan hama, serta bencana alam sering kali menyebabkan petani mengalami kerugian besar. Tanpa perlindungan finansial, mereka tidak memiliki modal untuk kembali menanam di musim berikutnya.
Maka, asuransi pertanian menjadi solusi krusial. Sayangnya, hingga saat ini, cakupan asuransi gagal panen di Indonesia masih sangat terbatas dan belum banyak menjangkau petani kecil. Pemerintah perlu memperluas skema asuransi pertanian dengan premi terjangkau dan subsidi dari negara, sehingga lebih banyak petani dapat terlindungi dari risiko gagal panen.
Selain itu, sistem klaim asuransi harus didigitalisasi agar proses pencairan kompensasi lebih cepat dan efisien. Negara-negara seperti Jepang dan Amerika Serikat telah mengembangkan model asuransi pertanian berbasis teknologi yang memungkinkan petani mendapatkan kompensasi segera setelah terjadi bencana atau gagal panen. Indonesia harus belajar dari praktik terbaik ini untuk memastikan program asuransi pertanian benar-benar bermanfaat bagi petani.
ADVERTISEMENT
Stabilitas harga hasil panen adalah faktor lain yang sangat mempengaruhi kesejahteraan petani. Saat harga jatuh, petani merugi, tetapi saat harga naik, mereka justru kesulitan mendapatkan input produksi seperti pupuk dan benih. Tanpa intervensi yang tepat, siklus ini akan terus berulang dan membuat petani enggan berinvestasi dalam peningkatan produksi.
Pemerintah harus memperkuat peran Bulog atau lembaga serupa dalam menyerap hasil panen dengan harga minimum yang layak. Dengan sistem ini, petani memiliki kepastian bahwa hasil panen mereka tidak akan jatuh ke tangan tengkulak dengan harga yang merugikan. Selain itu, model perdagangan digital juga harus diperluas untuk memotong rantai distribusi yang terlalu panjang, sehingga harga di tingkat petani lebih menguntungkan. Negara-negara seperti Thailand dan Vietnam telah mengadopsi model kontrak antara petani dan industri pangan, di mana hasil panen dijual dengan harga yang telah disepakati sebelumnya. Ini memberikan kepastian pasar bagi petani dan mencegah spekulasi harga yang merugikan mereka. Indonesia perlu mempertimbangkan penerapan sistem serupa agar petani bisa lebih fokus pada produksi tanpa harus khawatir tentang harga jual.
ADVERTISEMENT
Selain infrastruktur dan kebijakan ekonomi, aspek paling fundamental dalam swasembada pangan adalah inovasi benih. Negara-negara produsen beras utama seperti Tiongkok dan India terus mengembangkan varietas unggul yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, hama, serta memiliki hasil panen lebih tinggi. Jika Indonesia ingin bersaing, investasi dalam penelitian dan pengembangan benih harus diprioritaskan.
Pemerintah perlu menggandeng universitas, lembaga penelitian, dan sektor swasta untuk menghasilkan benih yang memiliki produktivitas tinggi serta efisien dalam penggunaan air dan pupuk. Insentif harus diberikan bagi perusahaan dan startup agritech yang berfokus pada inovasi benih dan teknologi pertanian.
Distribusi benih unggul juga harus diperhatikan. Petani sering kali kesulitan mendapatkan benih berkualitas dengan harga terjangkau. Pemerintah harus memastikan bahwa benih unggul tersedia secara luas dengan harga subsidi, sehingga petani tidak lagi bergantung pada benih impor atau varietas lokal yang kurang produktif.
ADVERTISEMENT
Inpres 2/2025 adalah langkah awal yang baik, tetapi harus diiringi dengan strategi komprehensif yang mencakup irigasi yang efisien, perlindungan petani melalui asuransi, kestabilan harga panen, serta riset dan inovasi benih unggul. Jika Indonesia ingin mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan, pendekatan yang holistik harus diterapkan.
Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan benar-benar diterapkan di lapangan dengan pemantauan yang ketat. Sinergi antar-kementerian dan lembaga, digitalisasi sektor pertanian, serta inovasi dalam tata kelola pangan akan menjadi kunci utama dalam membangun ketahanan pangan nasional yang kokoh.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia tidak hanya bisa mencapai swasembada pangan dalam jangka pendek, tetapi juga membangun sistem pertanian yang tangguh dan berdaya saing di kancah global. Harapan besar ada di tangan pemerintah dan masyarakat petani untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang sesungguhnya. Swasembada pangan bukan sekadar mimpi, tetapi visi yang bisa dicapai dengan sinergi, inovasi, dan ketekunan. Dengan irigasi yang baik, perlindungan bagi petani, harga yang stabil, serta benih unggul, Indonesia bisa berdiri kokoh sebagai bangsa yang berdaulat atas pangannya sendiri.
ADVERTISEMENT