Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Membangun Rebranding Pemerintah untuk Pemajuan HAM
22 Januari 2025 21:59 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seratus hari berlalu sejak Kabinet Prabowo Subianto memulai langkahnya. Publik menanti kebijakan strategis yang menjawab tantangan mendasar, termasuk isu hak asasi manusia (HAM) yang hingga kini tampak belum menemukan arah yang jelas. Dalam euforia politik yang membalut awal pemerintahan, absennya grand design pembangunan HAM menjadi tanda tanya besar. Hal demikian terlebih adanya berbagai konflik yang berpotensi melanggar HAM, seperti sengketa lahan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan permasalahan masyarakat pesisir.
ADVERTISEMENT
HAM merupakan fondasi dalam menjalankan tata kelola pemerintahan yang berkeadilan. Namun, pemerintahan saat ini tampak lebih terfokus pada agenda ekonomi dan infrastruktur tanpa disertai kebijakan afirmatif untuk melindungi hak-hak masyarakat rentan. Konflik lahan PSN menjadi salah satu contoh nyata. Alih-alih mendahulukan pendekatan berbasis HAM, penanganan sengketa kerapkali berpihak pada investor besar, mengabaikan suara masyarakat adat dan petani yang menjadi korban penggusuran. Demikian pula, nasib masyarakat pesisir yang terdampak reklamasi dan proyek pembangunan pelabuhan, masih jauh dari jangkauan perlindungan negara. Begitulah gambaran PSN di Rempang Batam dan PSN PIK 2 yang diwarnai kegaduhan pemagaran laut sepanjang 30 kilometer.
Lemahnya keberpihakan pemerintah dalam isu-isu ini tidak hanya menimbulkan kekecewaan publik, tetapi juga mengurangi legitimasi internasional Indonesia dalam komitmen terhadap HAM. Sebagai negara yang telah meratifikasi berbagai instrumen HAM internasional, ketiadaan langkah konkret dalam 100 hari pertama ini menjadi kontradiksi besar terhadap janji kampanye yang mengusung prinsip keadilan sosial. Inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kementerian HAM yang dikomandoi Natalius Pigai.
ADVERTISEMENT
Untuk meningkatkan representasi kehadiran negara dalam membela hak-hak masyarakat, pemerintah melalui Kementerian HAM perlu segera melakukan langkah rebranding. Langkah demikian sebagai komitmen untuk menempatkan HAM sebagai prioritas pembangunan nasional.
Menyusun Grand Design Pembangunan HAM
Pemerintah harus segera merumuskan rencana besar pembangunan HAM yang menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, hingga lingkungan. Rencana ini harus mencakup penguatan perlindungan terhadap masyarakat adat, buruh, petani, nelayan, dan kelompok rentan lainnya. Komitmen ini perlu disertai dengan alokasi anggaran yang memadai untuk memastikan implementasinya.
Kementerian HAM perlu membentuk tim khusus yang bertugas memantau dan menyelesaikan konflik yang berpotensi melanggar HAM. Tim ini mesti bekerja secara transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi masyarakat sipil. Fokusnya adalah pada penyelesaian sengketa lahan, konflik perburuhan, dan permasalahan masyarakat pesisir dengan mengedepankan dialog inklusif.
ADVERTISEMENT
Kebijakan pembangunan tidak boleh dipisahkan dari prinsip-prinsip HAM. Pemerintah perlu memastikan bahwa investasi dan pembangunan infrastruktur tidak mengorbankan hak-hak masyarakat kecil. Peraturan yang mewajibkan studi dampak HAM (human rights impact assessment) pada setiap proyek besar harus segera diberlakukan. Pada posisi ini maka mengingatkan pernyataan Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, bahwa pembangunan HAM tidak bisa hanya dengan omon-omon atau sekadar pembahasan tanpa aksi nyata.
Dalam banyak kasus pelanggaran HAM, lemahnya kapasitas aparat penegak hukum menjadi kendala utama. Pelatihan berkelanjutan mengenai HAM bagi polisi, jaksa, hakim, dan profesi hukum lain diperlukan agar mereka mampu menangani kasus pelanggaran dengan pendekatan berbasis hak.
Rebranding juga harus dilakukan pada tingkat internasional. Pemerintah perlu memanfaatkan forum global untuk menunjukkan komitmen nyata terhadap pemajuan HAM di dalam negeri. Keberhasilan dalam menangani isu-isu HAM domestik akan menjadi modal penting untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional.
ADVERTISEMENT
Seratus hari pertama adalah momen untuk menilai arah kebijakan pemerintahan, termasuk dalam isu HAM. Tanpa grand design dan langkah-langkah strategis, keberpihakan pemerintah pada HAM akan terus dipertanyakan. Oleh karena itu, rebranding pemerintah bukan hanya soal pencitraan, tetapi juga komitmen nyata untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia. Maka tidak bisa disalahkan jika CELIOS (Center of Economic and Law Studies) memberikan evaluasi bahwa Kementerian HAM adalah institusi yang berkinerja paling buruk dengan nilai -113.
Masyarakat menunggu langkah konkret Kabinet Prabowo Subianto dalam menjawab tantangan ini. Sejauhmana pemerintah mampu memperlihatkan bahwa pembangunan tidak hanya tentang angka-angka ekonomi, tetapi juga tentang manusia yang menjadi subjek utama dari pembangunan itu sendiri. Jika komitmen ini tidak segera diwujudkan, maka pemerintahan ini berisiko kehilangan kepercayaan publik, baik di dalam maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan yang sejati bukan hanya tentang membangun infrastruktur, tetapi juga tentang membangun rasa keadilan, keberpihakan, dan penghormatan pada martabat manusia. Karena dalam setiap kebijakan yang berpihak pada HAM, di sanalah Kementerian HAM mesti bisa membuktikan bahwa jiwa bangsa itu berdiri tegak atas keadilan HAM.