Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Perang Tarif Mengancam Dunia, Saatnya BRICS Bergerak dengan Spirit Asia-Afrika
17 April 2025 9:44 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tahun 2025 menjadi momen bersejarah bagi Indonesia. Selain memperingati 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) yang melahirkan Dasasila Bandung, Indonesia juga resmi menjadi anggota BRICS bersama negara-negara dari Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Momentum ini membuka ruang strategis bagi Indonesia untuk memimpin kebangkitan solidaritas Selatan-Selatan dalam ranah ekonomi global.
ADVERTISEMENT
Dasasila Bandung, yang diikrarkan pada 1955, adalah kompas moral bangsa-bangsa Asia dan Afrika dalam memperjuangkan kedaulatan, keadilan, dan persamaan di tengah dunia yang saat itu didominasi oleh rivalitas blok Barat dan Timur. Meski lahir dari semangat politik, nilai-nilainya memiliki gema ekonomi yang relevan hingga hari ini, terutama prinsip penghormatan terhadap kedaulatan ekonomi dan kerja sama saling menguntungkan.
Ketika dunia menghadapi ketidakstabilan perdagangan, krisis pangan, dan fluktuasi keuangan global akibat konflik geopolitik dan kebijakan tarif proteksionis dari negara-negara maju, BRICS tampil sebagai aliansi ekonomi yang potensial menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang. Keikutsertaan Indonesia dalam BRICS dapat menjadi saluran aktualisasi nilai-nilai Dasasila Bandung ke dalam arsitektur ekonomi global yang lebih adil dan inklusif.
ADVERTISEMENT
Lebih dari tiga miliar jiwa berada di bawah payung BRICS, mayoritasnya berasal dari negara-negara Asia dan Afrika. Namun ironisnya, akses terhadap teknologi, pendanaan pembangunan, dan kekuatan dalam forum-forum global seperti IMF atau WTO masih timpang. Ketimpangan ini mencerminkan kegagalan sistem global dalam mengakomodasi semangat kesetaraan yang digaungkan sejak Bandung.
Indonesia memiliki mandat moral untuk mengingatkan kembali dunia akan semangat Bandung. Sebagaimana dahulu Indonesia memfasilitasi solidaritas politik Asia-Afrika, kini Indonesia berkesempatan memimpin kerja sama ekonomi yang berlandaskan keadilan struktural dan penguatan kapasitas negara-negara Selatan dalam BRICS.
Teori South-South Cooperation dalam hubungan internasional menekankan pentingnya kolaborasi horizontal antarnegara berkembang untuk memperkuat posisi tawar di tingkat global. Dalam kerangka ini, BRICS bukan hanya blok tandingan ekonomi Barat, tapi juga potensi transformasi tatanan ekonomi global menuju tata kelola yang lebih plural dan partisipatif.
ADVERTISEMENT
Namun, peluang ini hanya bisa tercapai jika BRICS tidak terjebak pada dinamika antar-elite kekuatan besar seperti China, Rusia, atau Brasil semata. Justru negara seperti Indonesia, India, Mesir, Ethiopia, dan Afrika Selatan yang secara historis terlibat dalam KAA, dapat menjadi motor penggerak untuk memastikan agenda keadilan global tetap menjadi roh utama BRICS.
Salah satu refleksi paling mendesak dari Dasasila Bandung hari ini adalah menentang dominansi sistem moneter global berbasis dolar yang kerap menciptakan ketidakstabilan ekonomi bagi negara berkembang. BRICS bisa menjadi pionir dalam menciptakan sistem pembayaran alternatif berbasis kerja sama regional. Sebuah langkah konkret mengurangi ketergantungan terhadap dominasi finansial negara maju.
Indonesia, dengan pengalaman diplomasi bebas aktifnya, dapat memainkan peran sebagai penengah kepentingan dalam BRICS. Bukan hanya membela kepentingan nasional, tapi juga memperjuangkan suara kolektif Asia-Afrika agar tidak tenggelam dalam agenda negara-negara besar.
ADVERTISEMENT
Kesamaan struktur ekonomi antaranggota BRICS, seperti ketergantungan pada komoditas mentah, merupakan tantangan sekaligus peluang. Jika tidak dikelola, bisa menimbulkan kompetisi internal. Tapi jika diarahkan pada integrasi rantai pasok, transfer teknologi, dan diversifikasi pasar intra-BRICS, justru bisa membentuk fondasi ekonomi Selatan yang kuat dan berdaya saing global.
Indonesia dapat menginisiasi platform koordinasi sektor-sektor strategis seperti pangan, energi, dan digitalisasi di dalam BRICS. Mekanisme ini akan menjadi bentuk nyata dari prinsip saling menguntungkan Dasasila Bandung, sekaligus menekan potensi friksi antaranggota yang memiliki kepentingan serupa di pasar global.
Lebih jauh, penguatan kerja sama BRICS dapat diarahkan untuk mendukung reformasi institusi global yang selama ini bias terhadap negara berkembang. Isu seperti kuota suara di IMF, akses pembiayaan pembangunan, hingga representasi dalam G20 dan WTO harus menjadi bagian dari agenda BRICS. Dan Indonesia dapat menjadi suara paling konsisten menyuarakan reformasi ini.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana KAA dahulu menentang kolonialisme politik, maka tantangan hari ini adalah neokolonialisme ekonomi. Praktik utang dengan syarat tersembunyi, pemaksaan standar global yang tidak sensitif lokalitas, serta eksploitasi sumber daya negara berkembang masih terus berlangsung dalam wajah baru. Melalui BRICS, Indonesia dapat memobilisasi solidaritas ekonomi untuk melawan bentuk-bentuk dominasi baru ini.
Keterlibatan aktif Indonesia dalam BRICS juga dapat memperkuat posisi Asia Tenggara sebagai kawasan ekonomi yang relevan secara strategis. ASEAN bisa dijembatani dengan BRICS dalam berbagai skema kolaboratif, memperluas pengaruh dan cakupan solidaritas Selatan-Selatan hingga level regional.
Peringatan 70 tahun KAA bukan sekadar seremoni historis. Ia adalah pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan dan kedaulatan belum selesai. Bergabungnya Indonesia dalam BRICS harus dimaknai sebagai kelanjutan perjuangan Bandung dalam dimensi ekonomi.
ADVERTISEMENT
Tantangan terbesar adalah menjaga agar BRICS tidak berubah menjadi klub elit baru dengan hierarki internal. Sebaliknya, ia harus menjadi forum kesetaraan dan solidaritas sejati. Dan di sinilah Indonesia harus tampil sebagai jangkar moral dan intelektual aliansi ini.
Indonesia kini berada di titik sejarah yang memungkinkan ia menjadi jembatan masa lalu dan masa depan: dari semangat Bandung ke kekuatan BRICS, dari harapan Asia-Afrika ke reformasi ekonomi dunia. Saatnya peran ini dijalankan dengan visi, keberanian, dan integritas global.