Konten dari Pengguna

Refleksi Tahun Baru Imlek, Ekspresi Bina Damai Tiongkok dan Nusantara

Muh Khamdan
Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bekerja sebagai Widyaiswara Balai Diklat Hukum dan HAM Jawa Tengah
28 Januari 2025 13:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Batik Lasem dengan motif Burung Phoenix dan binatang laut (Sumber: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Batik Lasem dengan motif Burung Phoenix dan binatang laut (Sumber: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Tahun Baru Imlek bukan sekadar perayaan pergantian tahun bagi komunitas Tionghoa. Di Nusantara, ia menjelma menjadi simbol kebersamaan dan akulturasi budaya yang berakar pada sejarah panjang hubungan antara Tiongkok dan Indonesia. Refleksi atas perayaan Imlek ini membuka pintu untuk melihat lebih dalam, tentang bagaimana kedua peradaban ini telah saling memperkaya dalam berbagai bidang, menciptakan harmoni yang menjadi landasan bina damai antara dua budaya besar.
ADVERTISEMENT
Makanan Nusantara adalah saksi bisu akulturasi yang telah berlangsung selama berabad-abad. Citarasa masakan seperti lumpia Semarang, bakpao, bakmi, hingga capcay mencerminkan perpaduan rempah khas Nusantara dengan teknik memasak Tionghoa. Lumpia, misalnya, adalah hasil dari adaptasi masakan Tionghoa dengan bahan lokal seperti rebung dan bumbu yang lebih kaya rempah. Ini menunjukkan bahwa hubungan Tiongkok dan Nusantara tidak hanya berorientasi pada perdagangan, tetapi juga mencakup pertukaran budaya yang menyentuh ranah keseharian.
Motif batik dan ukiran Nusantara turut memperlihatkan pengaruh seni Tionghoa. Di Lasem, Jawa Tengah, kita menemukan batik pesisir dengan motif khas seperti burung phoenix, naga, dan bunga teratai yang jelas merepresentasikan simbol budaya Tionghoa. Begitu pula dalam seni ukiran di beberapa wilayah seperti Jepara, di mana motif awan dan naga dari Tiongkok diadaptasi ke dalam karya kayu lokal. Kolaborasi visual ini adalah bukti nyata bagaimana seni menjadi media komunikasi lintas budaya yang mengharmonisasikan perbedaan menjadi keindahan.
ADVERTISEMENT
Beberapa kota di Indonesia menjadi saksi hidup dari akulturasi ini. Lasem, dengan julukan "Tiongkok Kecil," adalah pusat perdagangan dan kebudayaan Tionghoa yang sangat berpengaruh. Di Semarang, keberadaan Klenteng Sam Poo Kong sebagai tempat ibadah sekaligus situs sejarah, menggambarkan betapa mendalamnya pengaruh Tiongkok dalam kehidupan masyarakat setempat. Singkawang di Kalimantan Barat, yang dikenal sebagai "Kota Seribu Klenteng," menjadi contoh unik bagaimana tradisi Tionghoa hidup berdampingan dengan adat lokal.
Cirebon dan Bogor pun menyimpan jejak akulturasi ini. Di Cirebon, tradisi Sunan Gunung Jati memperlihatkan harmoni antara budaya Tionghoa dan Islam, sementara di Bogor, kebun raya yang dirancang dengan pengaruh estetika Tionghoa menjadi bagian dari warisan budaya nasional. Semua ini menunjukkan bahwa hubungan Tiongkok dan Nusantara tidak hanya hadir dalam ruang ekonomi, tetapi juga menciptakan jalinan kebudayaan yang kaya dan dinamis.
ADVERTISEMENT

Imlek sebagai Momentum Bina Damai

Tahun Baru Imlek tidak hanya menjadi perayaan budaya, tetapi juga cermin dari semangat saling menghormati dan kerja sama. Perayaan ini mengingatkan kita bahwa keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekuatan untuk membangun masa depan yang lebih inklusif. Melalui Imlek, kita belajar bahwa harmoni dapat tercipta melalui penghormatan terhadap tradisi dan keterbukaan untuk berkolaborasi.
Dalam konteks politik internasional, hubungan Tiongkok dan Indonesia yang berakar pada sejarah panjang perdagangan dan budaya dapat menjadi model bagi upaya diplomasi budaya di dunia modern. Perayaan Imlek di Nusantara menunjukkan bahwa diplomasi tidak selalu harus berbicara dalam bahasa politik, tetapi juga dapat diwujudkan dalam perayaan tradisi yang dirayakan bersama.
Refleksi Imlek sebagai simbol akulturasi antara Tiongkok dan Nusantara memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya bina damai melalui budaya. Akulturasi ini tidak hanya memperkaya identitas budaya masing-masing, tetapi juga menjadi pengingat bahwa di balik perbedaan, terdapat potensi untuk menciptakan harmoni. Dalam semangat Imlek, mari kita rayakan keberagaman sebagai landasan untuk masa depan yang lebih damai dan sejahtera.
ADVERTISEMENT