news-card-video
27 Ramadhan 1446 HKamis, 27 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Terorisme OPM, Jalan Panjang Menuju Perdamaian Papua

Muh Khamdan
Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bekerja sebagai Widyaiswara Balai Diklat Hukum dan HAM Jawa Tengah
24 Maret 2025 11:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tim Satgas Koops TNI Habema Kogabwilhan III mengevakuasi jenazah guru yang menjadi korban pembunuhan oleh teroris Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, Minggu (23/03/2025). (Sumber: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tim Satgas Koops TNI Habema Kogabwilhan III mengevakuasi jenazah guru yang menjadi korban pembunuhan oleh teroris Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, Minggu (23/03/2025). (Sumber: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Pembunuhan yang dilakukan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan pada 21 Maret 2025, kembali menegaskan bahwa terorisme yang dilakukan kelompok ini bukan sekadar aksi separatisme, melainkan ancaman serius bagi stabilitas nasional. Korban tewas, Rosalina Rerek Sogen, seorang guru yang mengabdikan dirinya untuk pendidikan anak-anak Papua, menjadi bukti bahwa kelompok ini menargetkan simbol-simbol pembangunan di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Pembakaran rumah dan sekolah yang dilakukan TPNPB-OPM menunjukkan bahwa kelompok ini menjalankan strategi perang asimetris gerilya yang bertujuan menciptakan ketakutan dan menghambat pembangunan. Perang asimetris gerilya yang dilakukan TPNPB-OPM adalah strategi yang lazim digunakan kelompok-kelompok separatis di berbagai belahan dunia.
Strategi gerilya OPM ini mengandalkan serangan mendadak terhadap target-target yang tidak memiliki perlindungan kuat, seperti tenaga pendidik dan tenaga kesehatan, yang dianggap sebagai bagian dari representasi negara. Serangan ini dilakukan dengan tujuan melemahkan moral aparat keamanan serta masyarakat sipil yang mendukung keberadaan negara Indonesia.
Dalam konteks Papua, kelompok OPM beroperasi dengan memanfaatkan keunggulan medan geografis yang sulit dijangkau dan minimnya infrastruktur yang memungkinkan respons cepat dari aparat keamanan. Strategi ini serupa dengan yang digunakan oleh kelompok-kelompok separatis lain di dunia, seperti FARC di Kolombia atau Taliban di Afghanistan, yang beroperasi di daerah pegunungan untuk menghindari serangan langsung dari militer.
ADVERTISEMENT
Menghadapi perang asimetris gerilya, pendekatan konvensional berbasis pengerahan pasukan dalam jumlah besar tidak akan efektif. Justru, strategi intelijen harus menjadi garda terdepan dalam menumpas terorisme OPM. TNI dan Densus 88 Antiteror harus meningkatkan operasi berbasis intelijen untuk mengidentifikasi jaringan komando, sumber logistik, serta jalur komunikasi yang digunakan kelompok ini.
Intelijen harus mampu menembus jaringan TPNPB-OPM dan melakukan infiltrasi terhadap kelompok ini. Penggunaan agen ganda dan operasi psywar (psychological warfare) menjadi langkah yang harus dikedepankan. Sebagaimana pengalaman kontra-terorisme di Filipina melawan kelompok Abu Sayyaf, infiltrasi berbasis intelijen terbukti efektif dalam melemahkan jaringan teroris dari dalam.
Tanpa logistik dan pendanaan, gerakan teroris akan melemah dengan sendirinya. Oleh karena itu, strategi kontra-terorisme terhadap OPM harus mencakup pemutusan jalur suplai senjata, amunisi, serta sumber dana yang mereka gunakan. Sebagian besar pendanaan kelompok ini diduga berasal dari jaringan diaspora Papua di luar negeri yang mendukung gerakan separatis.
ADVERTISEMENT
Kerja sama diplomatik dengan negara-negara yang menjadi basis diaspora Papua harus diperkuat guna memutus aliran dana ini. Selain itu, pemantauan aktivitas peredaran senjata ilegal di perbatasan Papua dengan Papua Nugini juga harus ditingkatkan, karena sebagian besar persenjataan yang digunakan OPM berasal dari jalur tersebut.
Di era digital, perang tidak lagi hanya terjadi di medan tempur fisik, tetapi juga di ranah siber. TPNPB-OPM telah aktif menggunakan media sosial dan platform komunikasi terenkripsi untuk menyebarkan propaganda serta mengoordinasikan aksi mereka. Oleh karena itu, aparat intelijen harus meningkatkan kemampuan penyadapan dan perang siber untuk menargetkan komunikasi kelompok ini.
Operasi penyadapan komunikasi dapat membantu dalam mengidentifikasi rencana serangan sebelum terjadi. Keberhasilan operasi siber dalam kontra-terorisme telah terbukti dalam berbagai operasi yang dilakukan terhadap kelompok ekstremis di Timur Tengah, seperti ISIS. Teknologi intelijen harus digunakan untuk melacak komunikasi internal OPM dan merusak jaringan mereka dari dalam.
ADVERTISEMENT
Selain aspek militer dan intelijen, perang melawan OPM juga harus mencakup strategi kontra-narasi. Propaganda separatis yang disebarkan oleh TPNPB-OPM harus dilawan dengan narasi tandingan yang mengedepankan pentingnya pembangunan dan kesejahteraan di Papua. Pemerintah perlu menggandeng tokoh-tokoh adat dan agama untuk menyuarakan pesan perdamaian dan menolak kekerasan.
Pendekatan berbasis komunitas juga harus diperkuat. Intelijen sosial dapat digunakan untuk membangun kepercayaan dengan masyarakat setempat sehingga mereka lebih bersedia memberikan informasi tentang pergerakan kelompok OPM. Hal ini serupa dengan strategi yang diterapkan dalam operasi kontra-insurgensi di Irak dan Afghanistan, di mana keberhasilan melawan gerakan ekstremis sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat lokal.
Untuk menghadapi ancaman terorisme OPM secara jangka panjang, perlu dilakukan reformasi dalam strategi keamanan di Papua. Pendekatan keamanan berbasis kehadiran aparat harus dikombinasikan dengan operasi intelijen yang lebih fleksibel dan presisi. Pola patroli konvensional harus dikombinasikan dengan operasi berbasis data intelijen guna meningkatkan efektivitas.
ADVERTISEMENT
Selain itu, diperlukan koordinasi yang lebih erat antara TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam berbagi informasi dan merespons ancaman dengan cepat. Keberhasilan kontra-terorisme tidak hanya bergantung pada kekuatan senjata, tetapi juga pada kecepatan dan akurasi informasi yang digunakan dalam mengambil keputusan.
Pembunuhan yang dilakukan TPNPB-OPM terhadap warga sipil, khususnya guru dan tenaga kesehatan, merupakan kejahatan yang tidak bisa ditoleransi. Untuk menghentikan aksi brutal ini, negara harus mengadopsi strategi kontra-terorisme berbasis perang intelijen, yang mencakup penyadapan komunikasi, infiltrasi jaringan, pemutusan jalur logistik, serta operasi kontra-propaganda.
Selain pendekatan militer dan intelijen, pemerintah juga harus memperkuat pendekatan pembangunan dan diplomasi guna menghilangkan akar konflik di Papua. Hanya dengan kombinasi strategi yang tepat, teror OPM bisa dihentikan dan Papua dapat menjadi wilayah yang damai dan sejahtera.
ADVERTISEMENT