Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Transformasi 61 Tahun Pemasyarakatan, Menuju Negara Tanpa Penjara
28 April 2025 14:05 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pemasyarakatan Indonesia telah memasuki usia 61 tahun pada 27 April 2025, sebuah momen penting untuk merenungkan sejauhmana sistem ini telah berjalan dan apakah arah kebijakan pemidanaan yang ada masih relevan dengan kebutuhan zaman. Pada tahun 2023, disahkannya Undang-Undang Nomor 1 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menandai babak baru dalam sistem pemidanaan di Indonesia. Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah pendekatan yang lebih progresif dalam menangani pelaku kejahatan, dengan memberikan penekanan pada rehabilitasi dan reintegrasi sosial, bukan hanya sekadar hukuman penjara. Ini membuka peluang besar menuju terciptanya konsep negara tanpa penjara, di mana penjara bukan lagi menjadi satu-satunya solusi untuk menangani kejahatan.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka ini, pemidanaan tidak hanya dilihat sebagai penghukuman atau balas dendam sosial terhadap pelaku kejahatan, tetapi sebagai langkah untuk memperbaiki individu dan mempersiapkan mereka agar bisa kembali hidup secara produktif di masyarakat. Pendekatan ini mencerminkan konsep negara tanpa penjara yang kini semakin menarik perhatian di dunia internasional. Dalam sistem ini, hukuman penjara bukan lagi menjadi pilihan utama, melainkan kerja sosial dan rehabilitasi yang berfokus pada perubahan perilaku pelaku kejahatan.
Kerja sosial menjadi instrumen utama dalam sistem pemidanaan modern ini. Alih-alih dipenjarakan, pelaku kejahatan dengan ancaman hukuman di bawah tiga tahun dapat menjalani sanksi dalam bentuk kerja sosial yang memiliki dampak positif bagi masyarakat. Kerja sosial bukan hanya sekadar hukuman ringan, tetapi lebih kepada proses pembelajaran yang memungkinkan individu untuk berkontribusi langsung dalam perbaikan sosial. Mereka dapat terlibat dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi komunitas, seperti program kebersihan, pendidikan, atau bantuan sosial lainnya. Dengan demikian, pelaku kejahatan dapat memperbaiki diri dan pada saat yang sama, masyarakat merasakan manfaat dari keterlibatan mereka.
ADVERTISEMENT
Konsep negara tanpa penjara ini sejalan dengan teori efisiensi negara, yang mengedepankan penggunaan sumber daya negara secara lebih bijaksana dan efektif. Menjaga agar lembaga pemasyarakatan tidak kelebihan kapasitas, mengurangi biaya operasional penjara yang besar, dan mengurangi stigma sosial yang melekat pada pelaku kejahatan adalah beberapa keuntungan dari penerapan sistem ini. Selain itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa penjara seringkali tidak memberikan dampak rehabilitatif, bahkan bisa memperburuk kondisi psikologis narapidana dan meningkatkan kemungkinan mereka kembali melakukan kejahatan setelah dibebaskan. Dengan kerja sosial, pelaku kejahatan mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki diri mereka tanpa harus terjebak dalam lingkaran sosial yang merugikan yang sering kali ditemukan di penjara.
Namun, untuk mencapai sistem pemasyarakatan yang optimal, dibutuhkan peran petugas pemasyarakatan yang lebih proaktif. Petugas pemasyarakatan bukan hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai pembimbing dan mentor bagi narapidana atau pelaku kejahatan yang menjalani sanksi kerja sosial. Dalam sistem ini, petugas pemasyarakatan diharapkan memiliki keterampilan yang lebih luas, tidak hanya dalam hal pengawasan administratif, tetapi juga dalam pembinaan psikologis dan sosial. Mereka harus mampu memfasilitasi proses rehabilitasi pelaku kejahatan, memberikan bimbingan dalam mengembangkan keterampilan hidup yang berguna, dan membantu mereka menghadapi tantangan dalam reintegrasi ke dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pentingnya penguatan peran petugas pemasyarakatan juga terkait dengan tanggung jawab mereka dalam memonitor pelaksanaan kerja sosial. Pengawasan yang ketat terhadap narapidana yang menjalani sanksi kerja sosial akan memastikan bahwa mereka benar-benar mematuhi aturan dan menjalani proses rehabilitasi dengan baik. Penguatan ini harus disertai dengan peningkatan kapasitas petugas, baik melalui pendidikan, pelatihan, maupun fasilitas yang mendukung, agar mereka mampu menjalankan tugas ini dengan profesionalisme tinggi.
Selain itu, dengan sistem yang mengutamakan kerja sosial, ada juga peluang untuk mengembangkan model pemasyarakatan berbasis teknologi. Teknologi dapat digunakan untuk memantau pelaksanaan kerja sosial, memfasilitasi komunikasi antara petugas dan pelaku kejahatan, serta memberikan akses kepada narapidana untuk mengembangkan keterampilan yang lebih berguna dalam masyarakat. Misalnya, penggunaan aplikasi untuk pengawasan berbasis GPS yang memungkinkan petugas untuk memantau lokasi pelaku kejahatan yang sedang menjalani kerja sosial atau sanksi alternatif lainnya.
ADVERTISEMENT
Penerapan sistem ini tentu memerlukan perubahan paradigma dalam masyarakat. Salah satu tantangan terbesar dalam mewujudkan negara tanpa penjara adalah stigma sosial terhadap mantan narapidana. Masyarakat sering kali melihat individu yang telah dipenjara sebagai orang yang tak pantas diterima kembali dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu, selain sistem kerja sosial yang lebih inklusif, perlu ada upaya untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memberikan kesempatan kedua bagi pelaku kejahatan yang telah berusaha memperbaiki diri. Ini adalah bagian dari proses integrasi sosial yang harus dilakukan bersama-sama antara negara, lembaga pemasyarakatan, dan masyarakat itu sendiri.
Di sisi lain, kita juga harus mempertimbangkan bahwa negara tanpa penjara tidak berarti bebas dari sanksi. Bukan berarti pelaku kejahatan yang berbahaya atau yang melakukan kejahatan berat dapat bebas tanpa hukuman yang setimpal. Negara tetap memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan masyarakat dengan menetapkan hukuman yang adil dan proporsional sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan. Namun, hukuman tersebut seharusnya tidak selalu berwujud penahanan di penjara, melainkan bisa berupa alternatif yang lebih rehabilitatif dan produktif bagi pelaku kejahatan, seperti kerja sosial, pengawasan ketat, dan pendampingan psikologis.
ADVERTISEMENT
Pentingnya modernisasi pemasyarakatan sebagai implementasi dari konsep negara tanpa penjara ini tentu tidak lepas dari perubahan kebijakan yang mendalam dalam sistem peradilan pidana. Negara harus berani mengubah cara pandangnya terhadap kejahatan dan hukuman, dari yang sebelumnya berfokus pada pembalasan semata menjadi yang lebih berorientasi pada perbaikan dan reintegrasi. Kebijakan pemidanaan harus mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan terhadap masyarakat, pemulihan bagi korban, dan kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk memperbaiki diri.
Dengan demikian, negara tanpa penjara bukanlah suatu utopia, melainkan sebuah langkah nyata yang bisa diwujudkan dengan pendekatan yang lebih humanis dan progresif dalam sistem pemasyarakatan. Pengoptimalan kerja sosial sebagai alternatif hukuman, penguatan peran petugas pemasyarakatan sebagai pembimbing dan pengawas, serta pendidikan masyarakat tentang pentingnya reintegrasi sosial bagi mantan narapidana, adalah langkah-langkah konkret yang dapat membantu mewujudkan sistem pemidanaan yang lebih adil dan lebih produktif. Sebuah sistem yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memperbaiki dan memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang telah berbuat salah.
ADVERTISEMENT