Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Konten dari Pengguna
Trump Gaza, Kolonialisasi Modern dan Pelanggaran HAM di Palestina
26 Februari 2025 20:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muh Khamdan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Rencana Donald Trump untuk mengubah Gaza menjadi resor mewah bak "Riviera-nya Timur Tengah" bukan sekadar wacana bisnis ambisius, melainkan cerminan dari kolonialisme modern yang terang-terangan mengabaikan hak-hak dasar rakyat Palestina. Dalam video AI yang diunggah melalui akun Instagram resminya, Trump memproyeksikan Gaza sebagai pusat wisata eksklusif, seolah-olah wilayah tersebut adalah tanah kosong tanpa penghuni. Dalam kenyataannya, jutaan rakyat Palestina telah menderita akibat blokade dan agresi militer Israel yang berkepanjangan, menjadikan proyek ini tidak lebih dari upaya penghapusan identitas dan pembersihan etnis terselubung.
ADVERTISEMENT
Gaza, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur, secara historis dan legal merupakan bagian dari Palestina. Namun dengan adanya proyek "Trump Gaza," kita melihat penghapusan sistematis terhadap hak-hak warga Palestina atas tanah mereka sendiri. Aliansi Trump dengan miliarder Elon Musk dan para pengembang dari negara-negara Arab semakin mempertegas kepentingan kapitalisme global yang berkolaborasi dengan agenda kolonial Israel. Dalam konteks ini, keuntungan ekonomi dan kepentingan geopolitik lebih diutamakan daripada penderitaan manusia yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Tindakan Trump ini sejatinya mencerminkan arogansi kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang terus menerus mengabaikan resolusi PBB terkait hak-hak Palestina. Bahkan, dalam beberapa waktu terakhir, Washington secara sepihak mengubah istilah "Tepi Barat" menjadi "Yudea dan Samaria," sebuah langkah yang tidak hanya menghapus sejarah Palestina tetapi juga menguatkan klaim ilegal Israel atas wilayah tersebut. Upaya ini jelas merupakan langkah awal menuju aneksasi penuh yang bertentangan dengan hukum internasional.
ADVERTISEMENT
Di tengah rencana ini, dampak kemanusiaan yang akan terjadi diabaikan sepenuhnya. Gaza bukan hanya sekadar sepetak tanah yang bisa diubah menjadi pusat hiburan mewah, melainkan rumah bagi lebih dari dua juta jiwa yang sebagian besar adalah pengungsi akibat konflik berkepanjangan. Relokasi paksa yang berpotensi terjadi dalam proyek ini sama dengan tindakan pembersihan etnis, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang dijunjung tinggi oleh komunitas internasional.
Tak hanya itu, inisiatif ini juga berpotensi menghancurkan upaya negosiasi damai antara Palestina dan Israel. Perundingan gencatan senjata tahap kedua yang direncanakan pada Maret 2025 berisiko gagal akibat meningkatnya ketegangan yang dipicu oleh langkah-langkah provokatif seperti ini. Bagaimana mungkin sebuah solusi damai bisa dicapai jika Palestina terus-menerus dirampas hak dan tanahnya?
ADVERTISEMENT
Proyek "Trump Gaza" bukan hanya soal bisnis, melainkan manifestasi dari neokolonialisme yang dibungkus dengan narasi pembangunan. Klaim bahwa ini adalah investasi untuk kemajuan ekonomi hanyalah kedok untuk menutupi rencana penghapusan Palestina dari peta dunia. Ini bukan pertama kalinya Israel dan sekutunya menggunakan dalih pembangunan untuk mengubah lanskap politik dan demografi wilayah yang diduduki.
Dukungan dari para pengembang Arab terhadap proyek ini juga menjadi tanda tanya besar. Jika benar mereka terlibat, maka ini adalah pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina yang selama ini didukung oleh banyak negara di dunia Arab. Normalisasi hubungan beberapa negara Arab dengan Israel dalam beberapa tahun terakhir sudah memunculkan perdebatan, dan proyek ini hanya akan mempertegas bahwa kepentingan ekonomi sering kali lebih diutamakan daripada solidaritas kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Hak atas tanah dan kemerdekaan Palestina harus tetap menjadi prioritas dalam setiap upaya penyelesaian konflik. Mengabaikan hak-hak ini hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat Palestina dan menciptakan ketidakstabilan jangka panjang di kawasan Timur Tengah. Proyek-proyek semacam ini tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga melecehkan martabat manusia.
Masyarakat dunia, terutama mereka yang memperjuangkan keadilan dan HAM, tidak boleh tinggal diam menghadapi skema seperti ini. Organisasi internasional, akademisi, jurnalis, dan aktivis HAM harus terus bersuara agar upaya sistematis untuk menghapus keberadaan Palestina tidak dibiarkan berlangsung tanpa perlawanan.
Palestina bukan sekadar tanah kosong yang bisa diperjualbelikan oleh para elit global. Palestina adalah identitas, sejarah, dan hak asasi manusia yang tidak bisa digantikan dengan resor mewah. "Trump Gaza" bukan hanya proyek bisnis, ini adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijaga oleh dunia internasional.
ADVERTISEMENT