Konten dari Pengguna

Melabuhkan Mimpi di Jakarta

Muhammad Khoirur Rohman
Lulusan program studi Statistika yang asyik bekerja di industri media.
27 Juni 2022 16:16 WIB
comment
46
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Khoirur Rohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu sudut Kota Jakarta. Credit: Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu sudut Kota Jakarta. Credit: Kumparan
ADVERTISEMENT
Tunggulah aku di Jakartamu
Tempat labuhan semua mimpiku
ADVERTISEMENT
Tunggulah aku di kota itu
Tempat labuhan semua mimpiku
Penggalan lirik lagu Sheila on 7 bertajuk Tunggu Aku di Jakarta itu sering terngiang di kepala saya yang masih duduk di bangku sekolah dasar saat lagu itu dirilis. Bukan hanya karena lagunya memang easy listening, tapi juga karena lagu tersebut seperti mampu memberikan dorongan kepada saya untuk bisa menginjakkan kaki di ibu kota.
Sampai sebelum lulus kuliah, tercatat saya baru tiga kali berkunjung ke Jakarta. Pertama, saat mengikuti study tour pada masa-masa SMP. Sementara kunjungan kedua dan ketiga terjadi dalam rangka mendukung langsung Timnas Indonesia berlaga di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Ketiga kunjungan tersebut memang hanya berlangsung selama beberapa hari, tapi sudah cukup membuat saya takjub dengan pesona sekaligus keruwetan Jakarta. Saya pun bertekad penuh untuk bisa kembali berkunjung ke sana.
ADVERTISEMENT
Putaran roda nasib akhirnya membawa saya kembali ke ibu kota. Tak lama setelah wisuda, saya mencoba untuk mencari kerja Jakarta. Kebetulan saat itu ada salah satu stasiun televisi swasta yang tengah membuka lowongan besar-besaran. Sebagai penonton setia stasiun televisi masa kini itu, saya begitu berharap bisa lolos seleksi dan bekerja di sana.
Saya masih ingat betul, waktu itu saya tiba di Stasiun Pasar Senen sekitar jam 3 dini hari. Rencananya adalah saya akan dijemput oleh teman semasa kuliah dan menginap selama beberapa hari di rumahnya selama mengikuti tes.
Sebagai orang Jawa tulen, saya merasa pekewuh dan cukup tahu diri untuk tidak memintanya menjemput di waktu-waktu tidur sedang nyenyak-nyenyaknya itu. Akhirnya saya memilih untuk menunggu di stasiun sampai setidaknya hari mulai terang sebelum meminta teman saya datang untuk menjemput.
ADVERTISEMENT
Selama dua jam menunggu, perasaan saya berkecamuk. Ada rasa was-was karena pada kunjungan ke Jakarta sebelumnya saya pernah hampir kecopetan di stasiun ini. Tapi di sisi lain, saya juga merasa begitu antusias untuk bisa menaklukkan Jakarta.
Saat itu juga saya jadi paham betul kenapa Jakarta sering disebut sebagai kota yang tidak pernah tidur. Waktu masih dini hari tapi orang-orang sudah ramai beraktivitas. Ada petugas porter yang dengan sigap menawarkan jasanya kepada para penumpang, para pedagang yang mulai menjual dagangannya, sampai para copet yang tengah menunggu mangsanya.
Momen itu menjadi salah satu dua jam terlama dalam hidup saya. Pasalnya itu adalah kali pertama saya berada di Jakarta seorang diri tanpa satu pun kenalan.
ADVERTISEMENT
Saat pagi menjelang, akhirnya teman saya pun datang. Saya diantar ke rumahnya yang akan menjadi tempat saya tinggal selama beberapa hari. Selama perjalanan dari Stasiun Pasar Senen sampai Kemayoran, saya dibuat terpana dengan pemandangan gedung-gedung tinggi di Jakarta. Sebuah pemandangan yang tidak pernah saya temui selama 22 tahun hidup di Jogja.
Tapi di sisi lain, saya juga dibuat mengelus dada dengan padatnya jalanan Jakarta di pagi hari. Belum lagi tingkah para pengendara yang seenaknya membuat hati saya kecut dan seakan bertanya, “Yakin mau kerja di Jakarta?”.
Singkat cerita, akhirnya saya mengikuti tes kerja di salah satu televisi hits saat itu. Tes hanya terdiri dari dua bagian, yakni Psikotest dan Wawancara. Saat itu jumlah pendaftar luar biasa banyak, seingat saya ada 12.000 pendaftar yang lolos verifikasi berkas.
ADVERTISEMENT
Tes saat itu berlangsung di Istora Senayan, Jakarta pusat. Suasana saat itu begitu ramai. Di situ saya lihat ada 11.999 orang dari seluruh Indonesia yang punya mimpi yang sama dengan saya untuk bisa diterima di stasiun televisi ini.
Fast forward, setelah melalui Psikotes dan wawancara, akhirnya saya dinyatakan diterima sebagai News Production Assistant pada program berita olahraga. Sebuah pekerjaan yang telah lama saya impikan, bekerja di stasiun televisi masa kini dengan fokus pada berita olahraga.
Penasaran seperti apa cerita selanjutnya? Nantikan di artikel #HUTDKI495 Lomba Menulis HUT ke-495 Jakarta selanjutnya!