Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Konsep Diversi dan Restoratif Justice pada Peradilan Pidana Anak
8 Mei 2024 17:54 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhammad Luthfi Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus anak yang berkonflik dengan hukum yang dibawa dalam proses peradilan adalah kasus kasus yang serius, itupun harus selalu mengutamakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, serta proses penghukuman adalah jalan terakhir dengan tetap tidak mengabaikan hak hak anak. Diluar itu kasus kasus anak dapat diselesaikan melalui mekanisme non formal yang didasarkan pada pedoman yang baku. Bentuk penanganan non formal dapat dilakukan dengan diversi atau restorative justice yang dapat diselesaikan dengan mewajibkan anak yang berhadapan dengan hukum untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan pada lembaga tertentu, ataupun jika terpaksa terjadi penghukuman hak hak anak tidak boleh diabaikan. Sehingga pada akhirnya penanganan nonformal dapat terlaksana dengan baik jika diimbangi dengan upaya menciptakan sistem peradilan yang kondusif.
Penalaran Hukum
Satu hal yang juga penting adalah belum terdapat mekanisme evaluasi terhadap sistem peradilan anak oleh lembaga independen di Indonesia. Sehingga potensi hancurnya masa depan anak sangat besar akibat sistem peradilan yang kurang tepat bagi anak, terlebih lagi di Indonesia sejumlah besar anak masih ditempatkan di lembaga bercampur dengan terpidana dewasa. Diasumsikan bahwa pelanggaran atas hak hak anak telah terjadi dalam penempatan anak di Lapas. Sehingga metode Diversi dan Restorative Justice agaknya menjadi suatu pilihan dan solusi yang tepat untuk menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak, karena didalamnya terdapat konsep yang mulia yaitu menempatkan kepentingan terbaik bagi anak dan tidak mengabaikan hak hak anak.
ADVERTISEMENT
Latar Belakang Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child )yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak. Pendekatan kesejahteraan dapat dijadikan sebagai dasar filosofi penanganan terhadap pelanggaran hukum usia anak. Pada prinsipnya pendekatan ini didasari 2 (dua) faktor sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
Terkait permasalahan tersebut , di negara-negara Eropa terdapat 5 (lima) macam pendekatan yang biasanya digunakan untuk menangani pelaku pelanggaran hukum usia anak, yaitu :
Kasus
Lebih dari 4.000 anak Indonesia diajukan ke pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan ringan, sperti pencurian Pada umumnya mereka tidak mendapatkan dukungan, baik dari pengacara maupun dinas sosial. Dengan demikian, tidak mengejutkan jika sembilan dari sepuluh anaknnya dijebloskan ke penjara atau rumah tahanan. Sebagai contoh sepanjang tahun 2000 tercatat dalam statistik criminal kepolisian terdapat lebih dari 11.344 anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada bulan Januari hingga Mei 2002 ditemukan 4.325 tahanan anak di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk anak anak yang ditahan di kantor polisi (polsek, polres, polda, mabes). Kemudian pada tahun yang sama tercatat 9.456 anak anak yang berstatus anak didik (anak sipil, anak Negara, dan anak pidana) tersebar di seluruh Rutan dan LP untuk orang dewasa.
Kondisi ini sangat memprihatinkan karena banyak anak yang harus berhadapan dengan sistem peradilan dan mereka ditempatkan di tempat penahanan dan pemenjaraan bersama orang dewasa sehingga mereka rawan mengalami tindak kekerasan. Melihat prinsip prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi, karena lembaga pemasyarakatan bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak dan justru dalam LP rawan terjadi pelanggaran- pelanggaran terhadap hak anak. Oleh karena itulah mengapa diversi khususnya melalui konsep Restorative Justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak.
Undang-undang
ADVERTISEMENT
Kewajiban mengupayakan Diversi dengan pendekatan Restorative Justice disetiap tahapan-tahapan dalam proses peradilan pidana anak yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan cara yang sangat baik dalam upaya memberikan perlindungan hukum pada proses peradilan pidana anak, memberikan. perlindungan yang sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Diversi sebagai langkah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana dengan mengutamakan pendekatan Restorative Justice yang dapat dilakukan dengan cara musyawarah atau mediasi yang menekankan upaya pemulihan kembali pada keadaan semula secara kekeluargaan.
Pendekatan diversi dapat diterapkan bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah :
ADVERTISEMENT
Program diversi dapat menjadi bentuk restoratif justice jika :
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan anak merupakan implementasi sistem dalam restorative jusctice untuk memberikan keadilan dan perlindungan hukum kepada anak yang berkonflik dengan hukum tanpa mengabaikan pertanggungjawaban pidana anak. Diversi bukanlah sebuah upaya damai antara anak yang berkonflik dengan hukum dengan korban atau keluarganya akan tetapi sebuah bentuk pemidanaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dengan cara nonformal. Pelaksanaan diversi bahwa pelaksanaan diversi dalam restorative justice pada Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana yang adil dengan penekanan pada pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan yang bersifat pembalasan. Selain itu diversi merupakan bentuk pemidanaan yang beraspek pendidikan terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Muh. Fadhlan Fadhil Bahri, dkk. (2023). Konsep Diversi dan Restoratif justice pada Peradilan Pidana Anak, Jurnal Hukum, 6(2), 75-84.