Konten dari Pengguna

Doel Sumbang, Musisi ‘Sinting’ yang Tidak Sinting.

13 Maret 2017 16:02 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Luthfi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Doel Sumbang, Musisi ‘Sinting’ yang Tidak Sinting.
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Foto credit to Heru Haryono @Okezone.com
Doel Sumbang lahir di Bandung, 16 Mei 1963 dengan nama Wahyu Pelukis Affandi. Doel lahir dan dibesarkan dalam keluarga santri yang agamis. Ayahnya yang dikenal dengan sebutan 'Abah Kabayan' adalah seorang mubalig di Kota Bandung. Ia mulai bersentuhan dengan dunia seni khusunya seni musik dan teater saat duduk di bangku SMP. Ia menimba ilmu pada Remy Sylado. Sejak saat itu, Doel mulai menuangkan imajinasinya menjadi lirik-lirik lagu yang sarat dengan kritik sosial. Tema yang pada saat itu bisa dibilang belum banyak diangkat. Syair-syair yang digunakannya pun sederhana dan merakyat. Keunikan itulah yang kemudian mengundang ketertarikan dari seorang produser bernama Handoko Kusumo. Ia berminat merekam karya-karya Kang Doel. Hingga pada akhirnya, Doel berhasil mengorbit di kancah musik tanah air sekitar tahun 80-an. Handoko juga yang menyematkan kata Sumbang di belakang nama Doel. Sebutan 'Sumbang' di sini berasal dari liriknya yang meski jenaka namun mengandung kritikan yang cerdas terhadap sistem maupun budaya.[1] Kritik cerdas tersebut dapat kita temukan pada beberapa karyanya seperti Jurig, Selebritis, Beurit, Gog Gog, Berenyit, dan EMA (Edanna Manusa). Oleh karena itu, penulis akan membahas lagu-lagu di atas satu per satu.
ADVERTISEMENT
1. Jurig[2]
Neupangkeun nami abdi jurig padamelan ngaheureuyan dugikeun ka nyilakakeun teu dikampung teu dikota pokona dimana - mana Neupangkeun nami abdi Jurig rerencangan jalmi ageung sobat alit konglomerat sareng pajabat nu bangsat nu sok nipu rakyat Abdi reuseup bergaul sareng aranjeunna teu seueur carios nu penting seueur artos halal haram tara janten pasualan nu penting makmur wareg beuteung wareug bujur Neupangkeun nami abdi jurig upami salira kabita palay ngajago di dunya kedah siga aranjeuna halalkeun sagala cara akherat mah kumaha jaga
Jurig dalam bahasa sunda memiliki arti setan, bisa juga diartikan sebagai suatu sifat yang buruk seperti perbuatan setan. Di bait pertama, diceritakan bahwa sesosok setan dengan sopan memperkenalkan dirinya. Dia menjelaskan bahwa memiliki pekerjaan untuk mempermainkan bahkan mencelakakan orang-orang yang ada di kampung dan di kota, dan di mana-mana. Bisa dilihat bahwa bait pertama ini menekankan suatu sikap yang tidak baik yang dimiliki oleh setan, yaitu mempermainkan dan mencelakakan. Dengan menggunakan perumpamaan setan, Kang Doel menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki sikap suka mempermainkan orang lain bahkan mencelakakannya, bisa dibilang sebagai setan. Dan orang-orang yang berpotensi memiliki sikap ke-setan-an ini tidak hanya pada masyarakat kota yang terkenal individual dan materialis, tetapi juga masyarakat kampung/desa yang terkenal dengan stigma masyarakat pendiam dan masih ketinggalan zaman.
ADVERTISEMENT
Di bait kedua, si setan tersebut bercerita kalau dirinya adalah teman baik orang-orang besar, sahabat bagi konglomerat dan pejabat yang suka menipu rakyat. Di bagian ini, Kang Doel mulai menjurus pada satu golongan masyarakat yang menurutnya lebih mudah didekati oleh sifat-sifat setan. Seperti yang kita ketahui bahwa dunia politik begitu rentan dengan berbagai godaan harta dan kekuasaan yang membuat manusia bisa khilaf serta melakukan kesalahan. Kemudian disambung pada bait ketiga yang menceritakan bahwa setan senang bergaul dengan para konglomerat dan pejabat tersebut. Para pejabat tidak perlu banyak bicara dan banyak bekerja, yang penting banyak uang. Perkara halal atau haram asal uang tersebut, bukanlah urusan para pejabat, yang penting para pejabat kenyang dan kebutuhannya terpenuhi. Lagu tersebut ditutup dengan bait keempat yang menceritakan bahwa setan ‘menawarkan’ kepada para pendengar lagu, jika ingin menjadi orang yang sukses di dunia harus menjadi seperti konglomerat dan pejabat yang menghalalkan segala cara, tanpa memikirkan akhirat dan aspek lainnya.
ADVERTISEMENT
2. Selebritis[3]
Selebritis Bandung Tante-tante muda-muda Cantik-cantik necis-necis Ngariung di juru kafe Arisan sabulan gope Anak salaki di imah Teu kaurus cuek aje Selebritis Bandung Ramping-ramping menor-menor Modis-modis konon kaya Bari sibuk nyoo hape SMS-san jadi gawe Ngondang balad salevel Lanjut ka karoke Iuran papatungan Di karoke suka bungah Lalajo doger jelema Bugil..bugil… 2X Selebritis Bandung Korek api kaca mata Jam tangan sapatu baju Kudu merek nu terkenal Bari mutlak original Soal harga mahal Isuk ge urusan cingcay Sakapeung pikarunyaeun Disiksa ku gaya hirup Sanajan geus ludes bangkrut Bacot mah angger ondedol Medikyur medikyur Bulu halis di cukir Medikyur medikyur Bulu kelek di cukur Medikyur medikyur Bulu bitis di cukur Medikyur medikyur Palay nu saageung tuur
ADVERTISEMENT
Lagu ini bercerita tentang kehidupan para wanita paruh baya di Bandung yang disindirnya sebagai seorang selebritis. Tentunya tidak seluruh wanita dewasa di Bandung seperti itu, namun hanya beberapa golongan yang biasa dilihat di tempat-tempat seperti kafe, salon, dan tempat karaoke. Menurut penilaian Kang Doel, wanita seperti itu lebih mementingkan urusan pribadinya ketimbang urusan keluarganya, dilihat dari lirik yang menyebutkan anak dan suaminya tidak diurus secara baik. Gaya berpakaian yang dipakai pun berlebihan, harus barang yang bermerk mahal agar terlihat modis dan seperti orang kaya. Namun sesungguhnya, usaha berpenampilan seperti itu hanya merupakan pengaruh dari gaya hidup yang salah, sehingga di bagian bait lain disebutkan bahwa wanita yang bergaya hidup seperti itu tetapi bukan kodratnya, maka sama saja membuat dirinya bangkrut.
ADVERTISEMENT
3. Beurit[4]
ari nu ngaranna beurit loba jelema nu rujit hirup di susukan sagala di gorogotan ti mimiti kue bolu nepi ka sapatu butut beurit beurit ari na ngaranna beurit loba jelema nu rujit da puguh biang penyakit komo deui beurit kota kasebut beurit nyakola galakna kabina-bina tara ningali sasaha hirupna di jero kantor daharna nu kotor kotor kajeun dahar duit jadah asal tempat gawe basah gaji ti kantor disebut teu cukup tunjangan ti kantor disebut teu cukup sagala anu ti kantor kabeh disebut teu cukup beurit nu boga jabatan maraceuh siga nu edan ceunah mah nyiar sampingan meungpeung aya kasempetan di PLN di Depnaker di Pertamina Di Kantor Pajak di TELKOM Di PDAM ampir di kabeh jawatan aya beurit nepi di sakola sakola aya beurit eta meuruen nu disebut mafia pendidikan teh atuh kudu ku saha nya ngaloporkeun kalakuan beurit siga kitu teh ari sanyaho kuring mah salah sahiji nu di pikasieun ku beurit teh nya ucing tapi sanyaho kuring deui kungsi aya kajadian ti heula aya beurit bangor dilaporkeun ka ucing kalahkah diantepkan beurit na ge teu ditegor tegor acan ceuk beja mah ucing oge ayeuna mah geus teu bisa nyarek beurit bangor da unggal bulan atawa unggal tahun si beurit sok mere bagian ka ucing tea! Wah hese geus kieu mah kuring oge bingung kudu kumaha da geuning kanyataannya beurit jeung ucing geus sarua balalangor.
ADVERTISEMENT
Beurit dalam bahasa sunda berarti tikus. Dari judulnya, kita sudah bisa mengetahui bahwa Kang Doel akan menggambarkan sebuah fenomena masyarakat yang sering diibaratkan sebagai seekor tikus, yaitu koruptor. Di awali dengan lirik-lirik yang menceritakan bagaimana seekor tikus itu hidup dan mencari makan, kemudian disambungkan dengan sikap orang-orang yang suka mencari kesempatan dalam kesempitan, seperti tikus. Lebih jelas lagi dinyatakan bahwa tikus-tikus tersebut bekerja di dalam kantor dan bahkan secara gamblang disebutkan beberapa lembaga yang menurut Kang Doel banyak tindakan korupsinya. Dan tidak hanya para koruptornya yang disindir, melainkan para penegak hukumnya pun ikut disindir. Para penegak hukum diibaratkan sebagai kucing yang tidak bisa menangkap tikus. Karena tikus suka memberikan bagian hasil makanannya kepada kucing. Jelas, Kang Doel memiliki sikap apatis yang tinggi terhadap pemerintahan yang tidak tuntas menangani masalah korupsi ataupun penegakan hukum lainnya.
ADVERTISEMENT
4. Gog Gog[5]
ting harewas ngaromongkeun dunungan ngagogoreng nepi ka bebeakan abang gogog teu nyaho ditambah wadi nyatu kurang gogog ngagaik nyatu cukup angger babaung si dunungan liereun sirahna nenjo polah gogog kukutanana diukut kumaha di piceun teu tega da kaasuh ti kirikna diukut kumaha di piceun teu tega teu kuat ku babaungna na ngogogog namina gogog nu ngagaik namina gogog nu babaung namina gogog anu goreng hate gogog keneh!
Lagu ini berjudul Gog Gog. Dalam bahasa sunda, gog gog itu merupakan tiruan untuk suara anjing, dan seringkali dipakai untuk menyebutkan anjing itu sendiri. Jadi gog gog dalam bahasa sunda juga berarti anjing. Di dalam lagu ini, Kang Doel tidak bertujuan untuk menceritakan seekor anjing, tetapi untuk mengibaratkan seorang anak yang nakal. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Kang Doel berani vulgar dalam lagu-lagunya, sehingga tidak masalah baginya jika mengibaratkan manusia dengan hewan, jika hal tersebut dirasanya sesuai. Dijelaskan dalam lagu tersebut bahwa anak yang nakal selalu membuat pusing orangtuanya, yang diibaratkan dengan majikan si anjing. Walaupun sebenarnya si orangtua merawat anaknya dengan kasih sayang, tetapi anaknya membalas dengan sikap yang berlawanan. Bahkan orangtua pun ada masanya mencapai satu titik amarah jika si anak terus-menerus berbuat kenakalan. Namun, meskipun orangtua itu marah semarah-marahnya, tetapi ia tidak sampai tega untuk mengusir anaknya dari rumah, karena kenangan saat merawat mereka sejak masih bayi selalu terkenang, membuat mereka kembali sadar posisinya sebagai orangtua harus mengajarkan anaknya dengan baik. Sehingga orangtua memang harus bersabar menghadapi tingkah laku anaknya yang nakal. Jika disimpulkan, dalam lagu ini Kang Doel berpesan bahwa jika ingin memiliki anak-anak yang baik, jadilah orangtua yang baik.
ADVERTISEMENT
5. Berenyit[6]
Awewe barau cikur
Geus darangdan model zaman jahiliyah
Make baju teu mararatut
majarkeun moderen tea.
make bujal ditempokeun sagala rupa
Lamun ngobrol jeung manehna
Aya nu teu apal Naon ai mukena
Bari seri Bari tingcikikik
Unggal peuting ulin di juru diskotik
Nyiar lalaki ateul
Ditoel malik noel
Diciwit malik nyiwit
Ditraktir langsung nguir
Di ajak kontan kontan hayu.
Rek dibawa kamana
Nya pasrah tumarima
Asal inget cenah kudu puguh itungana
Awewe model kitu naon atuh ngarana?
Da gening disebut runtah mah da teu narima
Berenyit
Cenah modern lamun bedegong
Berenyit
Rupa jelema kalakuan bagong.
Lagu Berenyit ini menceritakan tentang gadis-gadis remaja yang mulai berperilaku bebas ala barat. Mereka menganggap dirinya modern padahal berpakaian layaknya wanita di zaman jahiliyah. Jika bertemu lelaki, para gadis ini bukannya menampilkan sikap malu, malah menampilkan sikap genit yang membuat lelaki tergoda. Para gadis-gadis ini menganggap dirinya masa kini, tetapi tidak tahu yang namanya mukena. Bagi Kang Doel, gadis-gadis yang berperilaku seperti ini pasti jarang beribadah, kalaupun beribadah tentunya itu hal yang percuma. Setiap malam main ke diskotik. Bisa kita pahami memang pada era 80an dan 90an, kebiasaan anak muda yang lagi trendi saat itu adalah dugem[7] di diskotik. Inilah yang menjadi concern dari Kang Doel, permasalahan generasi muda yang ikut-ikutan budaya yang tidak baik. Terutama wanita, karena wanita merupakan sosok ibu di masa depannya, sehingga tidak pantas jika wanita berperilaku seperti itu. Maka digunakanlah kata Berenyit, sebutan untuk wanita dalam lagu ini. Berenyit artinya lebih buruk dari sampah, sehingga Kang Doel bermaksud bahwa sikap wanita yang digambarkan dalam lagunya, tidak layak disebut sampah, karena lebih buruk dari sampah.
ADVERTISEMENT
6. EMA (Edanna Manusa)[8]
Ema...
Keur naon silaing Ema
Eta sirah gudag gideug
Make kacapanon hideung
Ema....
Geura balik silaing Ema
Hayam jalu geus kongkorongok
Panon poe tereh bijil
Ema...
Na keur naon silain triping Ema
Pan geus puguh gara-gara triping Ema
Hirup silaing jadi pakusut
Mimiti harga diri
Nepi ka kahormatan
Di morah mareh ngabelaan ekstasi
Mimiti harga diri
Nepi ka kahormatan
Ludes teu nyesa dituker ku ekstasi
Ema...
Sing nyaah ka diri sorangan Ema
Ema....
Sing karunya ka indung bapa
Lagu Ema (Edanna Manusa) lagi-lagi difokuskan pada kebiasaan anak muda yang sedang trendi pada tahun 80an, yaitu dugem di diskotik. Anak muda yang biasa ke diskotik selalu pulang pagi dan mengkhawatirkan orangtuanya. Padahal kegiatan yang ada di diskotik bukanlah hal yang berguna. Lebih parah lagi ketika remaja yang main ke diskotik tidak sekedar menari, menggoyang-goyangkan kepalanya ke kanan dan kiri, tetapi mulai mencoba untuk mendekati narkotika. Narkotika yang terkenal yang suka digunakan orang dugem adalah ekstasi. Harganya yang mahal bisa membuat seseorang kesusahan. Itulah poin utama yang ingin ditunjukkan Kang Doel, bahwa kehidupan dunia gemerlap remaja pada saat itu sangatlah merugikan diri sendiri. Jika seseorang itu tidak mau sadar karena dirinya sendiri, sadarlah karena kita mengingat orangtua kita. Kasihan kepada orangtua kita yang telah membesarkan kita sejak kecil, tetapi kita memberikan balasan yang sangat berlawanan. Jadi, lakukanlah hal-hal baik demi diri sendiri dan orangtua.
ADVERTISEMENT
Dari analisis enam lagu di atas, kita dapat melihat bahwa seorang Doel Sumbang adalah seorang yang peduli terhadap kehidupan generasi muda pada masa dia memulai karirnya sebagai seniman. Saat itu, kehidupan masyarakat perkotaan mulai terpengaruh gaya hidup masyarakat barat yang dianggap modern. Kang Doel juga memiliki misi-misi religius dalam lagu-lagunya. Segala perilaku negatif manusia yang ada dalam lagu-lagunya, adalah perbuatan yang terjadi jika kita adalah manusia yang jauh dari nilai-nilai ketuhanan, dan nilai-nilai kebaikan. Meskipun lirik-lirik lagunya menggunakan kalimat yang tidak sopan dalam bahasa sunda, bukan berarti menggambarkan sosok Kang Doel sebagai seniman yang tidak beraturan. Justru itu tujuan Kang Doel yang dengan gamblang memberikan pesan di dalam lagu-lagunya agar mudah dan cepat dicerna oleh pendengarnya.
ADVERTISEMENT
[1] http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/347-selebriti/2874-seniman-nyentrik-dari-pasundan, diakses pada 4 Mei 2015 pukul 08.00 WIB
[2] http://musiklib.org/Doel_Sumbang-Jurig-Lirik_Lagu.htm, diakses pada 4 Mei 2015 pukul 08.00 WIB
[3] http://musiklib.org/Doel_Sumbang-Selebritis-Lirik_Lagu.htm, diakses pada 4 Mei 2015 pukul 08.00 WIB
[4] http://musiklib.org/Doel_Sumbang-Beurit-Lirik_Lagu.htm, diakses pada 4 Mei 2015 pukul 08.00 WIB
[5] http://musiklib.org/Doel_Sumbang-Gog_Gog-Lirik_Lagu.htm, diakses pada 4 Mei 2015 pukul 08.00 WIB
[6] http://ciunsungdanesse.blogspot.com/2010/12/lirik-lagu-berenyit-doel-sumbang.html, diakses pada 4 Mei 2015 pukul 08.00 WIB
[7] Dugem secara kata merupakan kependekan dari dunia gemerlap. Namun kemudian dugem menjadi suatu istilah tunggal tersendiri yang berarti kegiatan bersenang-senang di diskotik.
[8] http://lirik-lagu-sunda.blogspot.com/2011/06/ema-edanna-manusa.html, diakses pada 4 Mei 2015 pukul 08.00 WIB