Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Konflik Tambang Emas Paboya
24 Desember 2022 13:24 WIB
Tulisan dari Muhammad Malfiansyah Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti sumber daya alam galian (tambang) besi, emas, dan perak. Tambang-tambang tersebut tentu saja dikendalikan oleh negara. Selain itu, keberadaan perusahaan tambang Indonesia kini semakin dipersoalkan oleh berbagai kalangan karena dianggap berdampak negatif terhadap eksploitasi tambang tersebut. Seperti yang terjadi di tambang Paboya, masyarakat di sana selama ini mengalami ketidakadilan ekonomi dan akses terhadap sumber daya.
ADVERTISEMENT
Poboya merupakan salah tambang emas yang ada di daerah Palu, Sulawesi Tengah. tambang Poboya memiliki sejarah konflik yang panjang antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan. konflik pertama pada tambang emas Poboya terjadi pada tahun 1987-2010. Ketika pemerintah menjadikan Poboya sebagai Kawasan Taman Hutan Raya yang mengakibatkan masyarakat di wilayah itu tidak boleh melakukan aktivitas dan harus direlokasi oleh pemerintah. Kawasan Paboya merupakan bagian dari kawasan Taman Hutan Raya, yang berarti cagar alam di mana flora dan fauna alam dan buatan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian seperti pendidikan, pembibitan, ilmu pengetahuan, pariwisata, dan rekreasi.
Seiring berjalannya waktu, terdapat beberapa daerah yang memiliki potensi kandungan emas di Poboya, Sulawesi Tengah, sehingga semakin banyak perusahaan atau koperasi yang ingin menambang. Daerah yang mempunyai potensial, dimana masyarakat menganggap bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah adat atau tanah air mereka. Namun di sisi lain, perusahaan atau koperasi percaya bahwa mereka memiliki kekuatan atau kewenangan yang diperoleh melalui izin pertambangan, sehingga perusahaan tersebut memiliki hak untuk mengeksplorasi hanya untuk keuntungan ekonomi mereka sendiri. Kepentingan masyarakat Paboya dan perusahaan-perusahaan tersebut berbeda, sehingga kemungkinan besar akan terjadi konflik yang merugikan semua pihak.
ADVERTISEMENT
Konflik di tambang emas Poboya dapat digambarkan dalam beberapa bagian. Pertama, kelompok-kelompok dalam pertambangan biasanya dari masyarakat lokal dan mereka memperebutkan penggalian lubang, sehingga otomatis konflik ini menjadi konflik antara kelompok-kelompok kekerabatan tersebut. Kedua, konflik antara penambang rakyat dengan pemerintah karena kegiatan pertambangan rakyat dibatasi oleh aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, konflik di kawasan tambang emas Bobo Cliff lebih cenderung menjadi masalah antara masyarakat dan pemerintah. Nuansa konflik di daerah menggambarkan peran pemerintah kota dalam menerapkan sistem ganda. Pemerintah atau kepolisian mendukung pemberantasan penambangan emas ilegal, namun di sisi lain mereka juga terkesan mendukung aksi yang diyakini dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengurangi gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas).
ADVERTISEMENT
Berbagai protes, penyuaraan aspirasi, hingga berbagai upaya resolusi konflik telah ditempuh dan diperjuangkan oleh masyarakat hukum adat Poboya hingga kepada permohonan resolusi konflik kepada pemerintah kota Palu. Namun semua upaya tersebut masih belum ada yang membuahkan hasil yang konkret serta pemerintah setempat juga masih belum memberikan respons dan langkah yang serius nan tegas dalam konflik tambang emas Poboya ini. Sehingga diperlukan pendekatan yang berbeda dari yang telah diupayakan sebelumnya terkait resolusi konflik, yakni dibutuhkan pendekatan yang lebih tegas dan mengikat antara kedua belah pihak baik itu masyarakat hukum adat Poboya maupun perusahaan dalam kesepakatan-kesepakatan yang akan tercipta di masa mendatang.
Maka dari itu berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis, seharusnya dalam upaya penyelesaian konflik di Poboya harus melalui pendekatan atau langkah-langkah yang lebih tegas, baik itu oleh pihak ketiga ataupun oleh antar pihak yang bersengketa, seperti menggunakan pendekatan arbitrasi, perwasitan, dan litigasi atau melalui jalur hukum. Karena diperlukan adanya konsekuensi dan sanksi yang mengikat bukan hanya sekedar kesepakatan saja yang jika tidak dipatuhi maka tidak akan terjadi apa-apa.
ADVERTISEMENT
Meski begitu sengketa antara masyarakat dan perusahaan-perusahaan besar/pelaku bisnis tetap sering terjadi dan masih menjadi permasalahan yang sukar untuk diselesaikan, beberapa berhasil namun setelah prosesi resolusi konflik berjalan dalam waktu yang sangat lama. Karena permasalahan atau konflik-konflik serupa bukan semata-mata persoalan hak, kesejahteraan lingkungan, atau kepentingan suatu kelompok, akan tetapi juga menyangkut aspek politik, ekonomi, uang dan kekuasaan yang ikut bermain dalam konflik-konflik tersebut.