Konten dari Pengguna

Brain Drain: Dampak Buruk Migrasi Tenaga Kerja Bagi Indonesia

Muhammad Malik Ibrahim
Nama saya Muhammad Malik Ibrahim, saat ini saya berdomisili di Sidoarjo. Saya berstatus sebagai mahasiswa aktif, Universitas Negeri Surabaya. Saya memiliki minat terhadap isu permasalahan sosial.
6 Desember 2024 14:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Malik Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://chatgpt.com/ (ilustrasi pengangguran)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://chatgpt.com/ (ilustrasi pengangguran)
ADVERTISEMENT
Tren ketertarikan tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri menyentuh angka yang tinggi di tahun 2024. Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 81% pekerja profesional di bidang digitalisasi, data science, dan artificial intelligence. Survei "Decoding Global Talent 2024: Tren Mobilitas Pekerja" yang dilakukan Jobstreet by SEEK bersama Boston Consulting Group dan lainnya, mengungkap bahwa keinginan bekerja di luar negeri tidak hanya terbatas pada pekerja digital, tapi juga pada profesional di bidang teknik, profesi kreatif dan riset, serta teknologi informasi.
ADVERTISEMENT
Fenomena meningkatnya ketertarikan untuk bekerja di luar negeri, mendorong Indonesia pada fenomena lainnya, yaitu fenomena “Brain Drain”. Secara sederhana “Brain Drain” adalah kondisi dimana kaum intelektual, ilmuwan atau cendekiawan memilih untuk meninggalkan Negara asalnya dan menetap diluar negeri. Fenomena ini juga biasa dikenal dengan Human Capital Flight. Pindah ke luar negeri untuk bekerja sudah menjadi fenomena yang umum di kalangan generasi muda. Banyak penduduk usia kerja Indonesia yang memilih mencari kekayaan di negara tetangga Asia seperti Australia, Singapura, Arab Saudi, Taiwan, dan Malaysia. Fenomena migrasi tenaga kerja ke luar negeri ini tentunya didasari oleh banyak faktor.
Penyebab paling umum yang dirasakan hingga saat ini adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia. Menurut laporan IMF, tingkat pengangguran Indonesia pada April 2024 adalah 5,2%, dengan banyak lulusan yang tidak terserap dalam pasar tenaga kerja. Pendaftar CPNS tahun ini bahkan menyentuh angka 3,9 juta, sedangkan Kuota formasi CPNS yang dibuka tahun ini hanya sekitar 1,2 juta Selain itu sudah banyak sektor yang harus beradaptasi dengan teknologi yang membuat tenaga manusia semakin tidak dibutuhkan. Pengangguran yang tinggi juga mendorong peningkatan kriminal dan keresahan sosial yang tentunya akan menghambat pembangunan dalam negeri. Hal ini membuat mereka mencari peluang yang lebih baik di negara lain
ADVERTISEMENT
Perbedaan upah juga mendorong para tenaga kerja untuk memilih bekerja di laur negeri. Para tenaga kerja terutama generasi muda seringkali menginginkan upah yang lebih baik, dan banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika Utara, yang memiliki upah lebih tinggi dibandingkan standar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya apresiasi terhadap para pekerja di Indonesia. Sehingga mereka menganggap bekerja di luar negeri adalah cara strategis untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Bekerja di luar negeri juga membuka peluang untuk terlibat dengan budaya dan keterampilan yang beragam. Para pekerja yang bermigrasi ke negara lain bertemu dengan berbagai macam orang dengan latar belakang yang berbeda beda. Relasi yang mereka dapatkan membuat mereka belajar dan memahami cara berpikir, budaya, dan cara kerja yang berbeda. Interaksi tersebut tidak hanya memperkaya pengalaman pribadi, namun juga meningkatkan kemampuan komunikasi dan kemampuan beradaptasi karyawan yang sangat penting dalam dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa faktor yang disebutkan diatas, tentu jelas mendorong para tenaga kerja terutama generasi muda untuk lebih memilih bekerja di luar negeri daripada di negara asalnya. Lantas, jika fenomena ini terus terjadi dan semakin meningkat dampak apa yang akan dirasakan bagi Negara Indonesia?
Hal yang akan sangat merugikan bagi Negara Indonesia adalah kekurangan tenaga kerja yang terampil. Dengan banyaknya tenaga kerja terampil yang memilih untuk bekerja di luar negeri akan menciptakan kesenjangan keterampilan di dalam negeri. Kesulitan mencari dan mendapatkan tenaga kerja di dalam negeri akan menghambat inovasi dan pembangunan dalam negeri. Kekurangan tenaga kerja terampil juga akan mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Sebagai contoh dalam dunia pendidikan, jika kita kekurangan guru yang berkualitas akan menyebabkan penurunan kualitas pendidikan yang diterima para generasi penerus bangsa. Para siswa akan sulit untuk mendapatkan pendidikan yang optimal dan akan berefek pada kemampuan mereka yang akan digunakan untuk bersaing di dunia kerja nanti.
ADVERTISEMENT
Hal ini akan membuat Indonesia kesulitan untuk mencetak generasi emas di masa depan. Negara Indonesia juga akan mengalami kerugian dalam sektor ekonomi, hasil dari dana yang dikeluarkan Negara untuk pendidikan dan pelatihan tenaga kerja justru dinikmati oleh Negara luar. Lalu, jika ekspektasi para tenaga kerja diluar negeri terpenuhi akan membuat mereka merasa semakin nyaman untuk menetap disana dan enggan untuk pulang kembali ke Negara asalnya. Hal ini akan mengurangi potensi Indonesia untuk memiliki pemimpin yang hebat di masa depan guna membawa perubahan positif bagi Negara Indonesia.
Fenomena ini tentu memberikan dampak yang signifikan bagi Negara Indonesia, terutama dalam berkurangnya sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini akan membuat produktivitas berbagai sektor di dalam negeri menurun yang akan berdampak buruk bagi pembangunan Negara. Pemerintah seharusnya lebih menyoroti dan mengambil tindakan atas fenomena ini. Pemerintah perlu lebih memperhatikan kesejahteraan para tenaga kerja terutama yang memiliki potensi besar. Apresiasi terhadap tenaga kerja perlu ditingkatkan, yang bisa dilakukan dengan peningkatan insentif, fasilitas yang memadai, dan lebih memperluas kesempatan pengembangan karir yang lebih baik agar mereka merasa lebih nyaman dan tetap memilih untuk bekerja di Negara asalnya. Sektor swasta juga dapat mendukung dalam menekan fenomena ini, dengan menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif dan inovatif, pemberian program pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan, serta menciptakan budaya kerja yang inklusif dan suportif. Di sisi lain, masyarakat juga dapat berperan aktif dengan lebih menghargai dan menggunakan produk atau jasa dalam negeri.
ADVERTISEMENT