Anji + Hadi Pranoto = Grup Lawak Kontemporer

Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Nanda Fauzan adalah penulis esai dan cerita pendek. Buku pertamanya, Persembunyian Terakhir Ilyas Hussein (Buku Mojok, 2022). Terpilih sebagai Emerging Writers di Ubud Writers and Readers Festival 2022.
Konten dari Pengguna
3 Agustus 2020 11:03 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Nanda Fauzan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Jokowi Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jokowi Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita bakar baja (di atas 350°) itu meleleh, kalau Covid-19 masih bisa ketawa,” ucap Hadi Pranoto, mungkin bermaksud melempar kelakar. Dan, ia berhasil. Sebab, saya bukan saja terpingkal oleh lelucon adiluhung itu, tetapi juga merenungkan makna hidup; capaian tertinggi dari laku komedi.
ADVERTISEMENT
Tentu, anda hanya cukup membuang kuota tak lebih dari 5 Mb untuk mengunduh tabel titik lebur logam guna mengetahui bahwa suhu yang dibutuhkan tak kurang dari 400° untuk meleburkan zinc, sementara untuk baja—sebagaimana yang disebut Hadi Pranoto—kita butuh sekitar 1500°. Dan, begitulah cara kerja lelucon; ia mengacak-acak logika umum, kadang mematahkannya, guna mencapai kelucuan tertentu.
Sasaran komedi Anji dan Hadi Pranoto adalah tukang las, atau minimal orang-orang yang punya minat untuk merunut ocehan menuju sumber data yang valid. Sementara di hadapan orang malas, leluconnya justru menjadi klaim bombastis yang dengan sendirinya mendukung apa-apa yang dikemukakan oleh Anji-Hadi Pranoto.
Sama seperti Cinta, Anda tahu komedi berpotensi besar untuk disalahartikan~
ADVERTISEMENT
Jalan yang akan ditempuh keduanya untuk membuat masyarakat tertawa jelas cerah belaka. Toh, siapa yang tak kenal Anji? Musisi pop mentereng di Indonesia, YouTubers dengan kalkulasi pendapatan via Adsensenya bisa membikin dompet Anda kehilangan wibawa. Belakangan, beliau memang merentangkan sayap menjadi pengamat virus seperti JRX.
Tetapi, Hadi Pranoto adalah nama baru. Ia tak dikenal masyarakat luas, kecuali saat-saat yang bersangkutan meminta maaf setelah mengundang Rhoma Irama pada acara sunatan di Bogor beberapa pekan lalu. Selebihnya, jejak digital Beliau agak sulit dilacak.
Di dalam video dengan tajuk “Bisa Kembali Normal? Obat COVID-19 Sudah Ditemukan” yang membuat namanya menjadi objek perbincangan—namun konten tersebut kini telah lenyap di YouTube—Ia disebut memegang gelar Profesor di bidang mikrobiologi. Bukan sembarang sosok.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, netizen Indonesia—yang punya ketelitian setara intel melayu—bukan saja ragu pada klaim yang diajukan oleh Hadi Pranoto, bahwa ia menemukan obat herbal paling ampuh untuk memerangi Covid-19 yang telah dibagikan pada dua ratus lima puluh ribu orang, bahkan sesumbar telah meneliti cikal-bakal virus ini sejak tahun 2000. Lebih jauh lagi, Hadi Pranoto juga digugat keabsahannya kompetensinya.
Prof Supriadi Rustad, Anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, tak menemukan identitas Prof. Hadi Pranoto di pangkalan data Dikti. Hal senada juga dinyatakan oleh Wakil Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi.
Di dalam video berdurasi hampir setengah jam itu saya temukan dua kali Anji bertanya tentang identitas Hadi Pranoto, tetapi yang bersangkutan justru tampak berusaha mengelak dengan memberi jawaban memutar-mutar bak kekasih yang tertangkap basah sedang selingkuh. Hal demikian jelas mempertajam keraguan netizen.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, kita tak perlu ambil pusing dengan penempatan gelar profesor yang mentereng itu. Sekalipun pengakuannya bisa dibuktikan dengan data yang absah, itu tak akan mengubah apa-apa, toh ia kadung punya citra buruk. Namun, seandainya klaim tersebut bohong belaka, itu hanya membuktikan bahwa ia seorang komedian yang piawai dalam teknik impersonation, peniruan identitas atau profesi tertentu.
Haji Bolot, yang pada awal kemunculannya sering tampil bersama Malih Tong-tong, sukses menciptakan karakter bapak-bapak dengan gangguan pendengaran, dan kita melulu tertawa pada ulahnya. Atau usaha Parto, yang tergabung dalam grup lawak Patrio, saat meniru Ariel Noah sering membikin kita tergelak.
Tentu, bukan sesuatu yang haram seandainya Hadi Pranoto hendak menjadi profesor. Malahan kita punya kesempatan untuk menonton seorang akademisi yang menjadi objek tawa, tak melulu serius dengan kacamata tebal. Ia bisa melepaskan setereotipe yang kelewat kaku.
ADVERTISEMENT
Anji dan Hadi Pranoto mungkin tak bisa memberi titik cerah untuk menyelesaikan kasus Covid-19, tetapi ia bisa membuat kita bahagia barang sejenak. Jadi, ketimbang merisaknya habis-habisan, apalagi memberi sanksi sosial yang tak diperlukan, ia memang lebih layak kita beri apresiasi berupa tawa. Saya rasa itu akan menjadi cara yang terhormat.
Pada masa-masa genting seperti ini, kita memang memerlukan penghiburan. Panggung konvensional telah didominasi oleh lelucon yang berlebihan, bahkan cenderung vulgar. Pada titik ini, kita memerlukan sentuhan ajaib Anji dan Hadi Pranoto. Kelak, dalam khazanah komedi Indonesia, mereka berdua akan sejajar dengan grup lawak semacam Warkop-DKI, Patrio, Bagito, Srimulat, Kwartet Jaya, atau Bagio Cs.