Konten dari Pengguna

Ganjar Pranowo, Porno, dan Kebiasaan "Bagi Link dong, Gan"

Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Nanda Fauzan adalah penulis esai dan cerita pendek. Buku pertamanya, Persembunyian Terakhir Ilyas Hussein (Buku Mojok, 2022). Terpilih sebagai Emerging Writers di Ubud Writers and Readers Festival 2022.
10 Desember 2019 15:05 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Nanda Fauzan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ganjar Pranowo. Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ganjar Pranowo. Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.
ADVERTISEMENT
Kita tidak bisa selamanya berdamai dengan orang-orang yang tampil jujur, tetapi sering percaya atas kebohongan-kebohongan diplomatis. Respons sebagian dari kita atas ungkapan Pak Ganjar, umpama.
ADVERTISEMENT
Seandainya saat di wawancara Daddy ia mengatakan bahwa; “Saya tidak pernah menonton porno dan rajin menabung dan menyayangi kucing—karena ia hewan kesayangan nabi—dan hobi membetulkan atap tetangga yang rusak dan tidak mendukung gerakan youtubers menjahili ojek online,” kita akan membiarkan racauan itu, lalu pelan-pelan melupakannya. Tetapi, karena ia mengatakan bahwa sekali dua kali ia menonton film porno—meski itu kejujuran yang keluar dari hati paling tulus—ya beres perkara, Bos.
Sontak, kita pun mengalihkan fokus pada persoalan Ganjar. Dan ramai-ramai ingin memberi penilaian. Informasi bergerak sangat cepat. Baru kemarin bergunjing soal Agnez Mo, sekarang punya bahan cemooh lain. Betapa nikmat menjadi Warganet Indonesia, kita selalu swasembada bahan ghibah. Beginilah pola hidup digital di negara khatulistiwa; subur konten.
ADVERTISEMENT
Saya menonton sampai rampung wawancara Pak Ganjar dengan Deddy, dan merasa itu adalah wawancara paling menarik dari sekian banyak politisi yang telah diundang. Video berdurasi hampir satu jam itu membongkar banyak hal yang tidak saya ketahui dari Pak Ganjar—baik Ganjar sebagai Gubernur, atau Ganjar sebagai dirinya sendiri.
Soal istrinya, Bu Atiqoh Supriyanti, yang pernah merasa cemburu saat ada ibu-ibu yang minta swafoto bareng Pak Ganjar. Soal aktifnya beliau di sosial media, tanpa admin. Dan soal-soal lain, dari perkara sepele hingga njlimet. Dan, titik krusial dari wawancara itu, tentu saja, satu ungkapan kecil; “Eh, kalau saya nonton film porno itu salahnya di mana? Wong saya suka, kok. Saya sudah dewasa dan punya istri.”
ADVERTISEMENT
Perlu kita ketahui, jauh-jauh sebelum itu, Sandy Sondoro, penyanyi kenamaan yang kita miliki, bernasib serupa dengan Ganjar. Ia kena imbas setelah tertangkap basah menyukai unggahan porno di platform Twitter, hingga hari ini akunnya masih di-private. Padahal, di pekan yang sama, warganet sedang bersuka cita karena dua hal. Pertama, Timnas U-22 menang saat melawan Thailand. Kedua, Miyabi—aktris JAV yang cukup populer—datang dan mendukung Timnas kita. Merasa senang oleh dua hal itu, sekaligus ngamuk pada Sandy. Lelucon segar.
Balik lagi pada Ganjar. Membenarkan ucapannya, bahwa, “Kadang-kadang sebagai orang dewasa, kan perlu,” itu tidak sama artinya dengan mendukung sebaran konten pornografi. Di satu sisi, kita harus berani berkata jujur bahwa itu benar adanya. Di sisi lain, kita ingin tampil sebagai orang dengan rangking moral tertinggi se-linimasa.
ADVERTISEMENT
Padahal, seingat saya, salah satu tradisi komentar Warganet saat menemukan konten-konten yang sedikit berbau enak-enak tidak jauh-jauh dari, “Bagi link dong, Gan,” atau “Konten pemersatu bangsa, nih.” Padahal, di mata hukum, komentar semacam itu lebih memiliki potensi besar untuk terjerat kasus, ketimbang mengonsumsi secara pribadi.
Dalam waktu dekat ini sepertinya kita akan kehilangan satu tradisi itu, tradisi meminta-minta link di kolom komentar. Entah apa sebabnya, dan apa dampaknya. Mungkin kita akan kembali pada ciri pertama dalam buku berjudul Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban), karangan Mochtar Lubis, yakni hipokrit dan munafik. Lalu, lebih sering berkomentar “Maaf cuma mengingatkan,” tetapi diam-diam ikut menjadi penikmat konten-konten porno.
Perubahan dari “Bagi link dong, Gan,” menuju “Maaf sekadar mengingatkan,” itu sama buruk belaka, seperti keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya.
ADVERTISEMENT
Padahal, jika ditonton hingga usai, Ganjar, sedikit banyak mengajarkan bagaimana berani untuk tampil jujur, juga pentingnya pendidikan seks terhadap anak. Sekali lagi, jika menonton hingga usai. Tapi, apa boleh bikin, hasrat untuk memuntahkan komentar jauh lebih besar ketimbang menelaah dan menonton secara utuh. Jangan omong jauh soal literasi digital, jika kemampuan semacam ini saja alpa di hadapan kita.
Oke, katakanlah Ganjar keliru karena ia berbicara atas nama Gubernur Jawa Tengah. Tetapi, bukankah dengan demikian, kita juga abai bahwa ia memiliki sisi privat sebagai manusia. Dan satu kesalahan itu, bukan representasi dari kinerjanya di pemerintahan.
Apapun itu, bagi link dong, Gan!