Kalung Anti COVID-19, Gelang Power Balance, dan Harapan Besar Kita

Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Nanda Fauzan adalah penulis esai dan cerita pendek. Buku pertamanya, Persembunyian Terakhir Ilyas Hussein (Buku Mojok, 2022). Terpilih sebagai Emerging Writers di Ubud Writers and Readers Festival 2022.
Konten dari Pengguna
7 Juli 2020 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Nanda Fauzan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Poligami. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
Kita menyambut Bulan Juli dengan penuh gempita, juga suka cita. Salah satunya datang dari Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, yang dengan gagah berani mengumumkan bahwa pihaknya telah menemukan 'penangkal' Covid-19. Bukan dalam bentuk vaksin, melainkan kalung.
ADVERTISEMENT
Sementara Negara lain yang bahkan jauh lebih maju tengah bekerja ekstra untuk menemukan penangkal, para petinggi Negeri ini telah menyediakan alternatif jauh-jauh hari. Bahwa virus ini bisa lenyap berkat doa qunut dan susu kuda liar menurut Maruf Amin, bahwa Covid enggan datang ke Indonesia karena perizinannya yang berbelit-belit kata Mahfud MD, bahwa kebiasaan menggasak nasi kucing turut membuat kita kenal menurut Menhub Sumadi, dan lain sebagainya.
Kalung ini menambah alternatif yang lebih serius, tingkatannya tidak hanya berhenti pada guyon belaka. Pasalnya, menyertakan keterangan inovasi ini telah melalui kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan.
Dengan klaim bombastis, benda nyentrik yang kelak akan dilingkarkan di leher banyak manusia itu, tak lain ramuan yang diperas dari sari eucalyptus alias kayu putih. Selain berangkat dari uji laboratorium yang konon telah dilakukan jauh-jauh hari, saya curiga temuan ini datang dari hasil amatan jeli bahwa seekor koala—yang doyan mengudap daun kayu putih—tak pernah mengantre untuk swab test, apalagi mengeluhkan gejala Covid-19.
ADVERTISEMENT
Produksi massal ‘jimat’ ini akan digenjot secepat mungkin, dan kita dibuat menebak-nebak bagaimana wujud dan cara kerjanya.
Ia benda ajaib yang diselimuti oleh misteri. Persis seperti perkakas canggih yang dikeluarkan oleh Doraemon dari kantungnya; keluar saat keadaan tengah terdesak. Sementara kita adalah Nobita yang dibuat terkagum-kagum. Bukan karena mutunya yang sudah teruji, melainkan oleh kepercayaan diri berlebih yang terpancar dari Pak Yasin Limpo.
Saya teringat pada geger belasan tahun silam, ketika gelang power balance menjadi atribut yang lekat kaitannya dengan kesehatan ragawi.
Bahkan, ia pernah menjadi indikator pergaulan suatu kaum, juga adu gengsi para sosialita. Apabila di lengan kirimu tak terpasang gelang ampuh itu, maka bersiaplah menjadi bahan olok-olok di tongkrongan. Derajatnya sama seperti kelenturan tubuh bermain Tiktok di jaman kiwari.
ADVERTISEMENT
Saking populernya, power balance bahkan dijajakan di sudut-sudut sekolah dengan harga yang variatif, saya mendapatkannya dengan nominal dua ribu rupiah saja. Tentu itu barang tiruan paling rendah mutunya, tetapi saya—dan para konsumen lain—tetap yakin bahwa ia mampu mengoptimalkan aliran energi alami dalam tubuh.
Pada saat itu, saya merasa gerak tubuh menjadi lebih lincah dan ringan, kepercayaan diri makin memuncak. Bertahan-tahun kemudian, saya akhirnya paham bahwa gejala yang saya alami tak ubahnya efek placebo, atau dalam istilah anak-anak kekinian tak ubahnya frasa “yang penting yaqueeen”.
Selain klaim bombastis, kesamaan antara gelang Power Balance dan kalung ala Kementan adalah, keduanya berusaha menyejajarkan keutamaan fashion dan keunggulan medis di waktu serentak. Tentu, orang-orang ingin tetap tampil kece di Instagram namun juga lolos rapid test dengan hasil yang menggembirakan, bukan?
ADVERTISEMENT
Dua-duanya belum teruji secara klinis. Banyak sekali praktisi yang memberi tanggapan tak sedap terhadap kalung Anti Covid-19, mereka menagih pembuktian ilmiah terhadap manfaat yang telah didengungkan.
Namun, ada banyak pihak yang menggantung harapan pada benda magis ini.
Masyarakat yang telah jenuh rebahan di rumah berbulan-bulan, petugas kesehatan yang turut berkorban banyak demi keselamatan, perekonomian yang semakin mengkhawatirkan, semakin ruwetnya dunia pendidikan, bahkan sepasang kekasih yang semakin sering cekcok karena dihantam kangen seperti tengah mendapat terpaan angin segar.
Namun, di luar kepentingan rakyat jelata seperti kita, sesungguhnya ada orang-orang besar yang juga turut berharap.
Kita tentu masih ingat bagaimana Pak Presiden Jokowi tampil sedikit geram dalam pidatonya. Ia menyayangkan kinerja kementerian yang, menurutnya, tampak biasa-biasa saja. Ia bahkan memberi ancaman, bahwa “langkah apa pun yang extra ordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. BisaBisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle”
ADVERTISEMENT
Berkat ancaman itu, saya kira Menteri Pertanian—seperti juga kementerian lainnya—tengah bekerja ekstra hari-hari ini. Tentu agar kursi yang tengah mereka duduki tak diambil alih pihak lain.
Dan, kalung ajaib ini bisa menjadi benda yang bukan saja bergelantungan di leher, tetapi bergantung di harapan dan asa banyak manusia, persis seperti Power Balance bertahun-tahun silam. (*)