Jangan Golput!

Muhammad
Guru SMPN 10 Depok
Konten dari Pengguna
12 Februari 2024 13:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: Kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mungkin ada yang bilang kalau tidak memilih adalah pilihan. Ada juga yang bilang kalau memilih semua calon pun merupakan pilihan. Keduanya benar belaka dan juga sah-sah saja. Keduanya sama sekali tidak melanggar hukum.
ADVERTISEMENT
Tapi untuk tahun ini, sebelum menetapkan hati untuk tidak memilih atau memilih semua paslon (golput), mari kita “jalan-jalan” sejenak bermedia tulisan ini. Bolehlah sekali-kali kita luangkan waktu untuk “jalan-jalan” di sini demi keputusan akhir yang lebih baik. Demi lima tahun ke depan yang akan dijalani.
Mari kita awali dengan sedikit kenangan dua Pilpres sebelumnya (2014 & 2019). Berikut ini rangkuman hasil Pilpres tahun 2014 dan 2019:
“Secara nasional, Jokowi unggul dengan selisih 6,3% di Pilpres 2014 dengan meraih 53,15% suara sedangkan Prabowo 46,85% suara.” (katadata.co.id)
“Pasangan nomor urut 01 unggul dengan perolehan 85.607.362 atau 55,50%. Sementara, perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50%. Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11%.” (kompas.com)
ADVERTISEMENT
Persamaan
Apa persamaan antara Pilpres 2014 dengan 2019?
Pertama, capresnya sama, sama-sama Jokowi dan Prabowo. Kedua, pemenangnya sama, sama-sama Jokowi. Ketiga, jumlah orang yang golput sama-sama lebih besar dibandingkan selisih perolehan suara kedua capres.
Jika kita berandai-andai, misalnya semua orang yang golput itu memilih Prabowo, maka sepuluh tahun terakhir tidak akan kita temui foto Jokowi di gedung-gedung pemerintahan maupun ruang-ruang kelas.
Tentu saja perandaian di atas memiliki bias. Karena bisa saja orang-orang yang golput itu sebagian/semuanya memilih Jokowi sehingga perolehan suara Jokowi semakin melesat.
Tak ada yang pernah tahu. Yang jelas, jumlah suara orang yang golput pada dua Pilpres sebelumnya sangat mampu merubah hasil akhirnya.
Bagaimana dengan Pilpres tahun ini (2024)? Sejarah bisa saja berulang. Apalagi tahun ini ada tiga Paslon yang bertanding. Beberapa lembaga survei sudah memberikan gambaran yang memungkinkan sejarah akan berulang.
ADVERTISEMENT
Satu suara pun penting
Mungkin bagi sebagian orang ada yang berpikir bahwa satu suara tidak akan berpengaruh apa-apa. Sehingga tanpa alasan apapun, dengan mudahnya dia tidak mengambil hak suaranya atau mencoblos semuanya.
Rasanya sangat perlu untuk mempertebal sebagian pernyataan di atas, karena masih banyak orang yang merasa suaranya tak penting. Padahal hey… mari kita lihat datanya! Di luar sana ada jutaan orang yang berpikir sama. Pada tahun 2014, ada 58 juta orang yang golput dan di tahun 2019 ada 34 juta orang yang golput. Tentu saja itu bukan jumlah yang sedikit bukan?!
Jumlah orang yang golput pada kedua Pilpres tersebut lebih besar daripada selisih suara antara Jokowi dengan Prabowo. Pada tahun 2014, selisih suaranya “hanya” 8 juta orang/suara. Sangat jauh jika dibandingkan jumlah orang yang golput (58 juta orang).
ADVERTISEMENT
Demikian juga pada tahun 2019. Selisih suara antara Jokowi dengan Prabowo sebesar 16,9 juta suara. Selisih tersebut tidak sampai 50% dari jumlah orang yang golput yaitu 34 juta orang.
Jika kita buat jumlah rata-rata golput dari kedua pilpres sebelumnya, angkanya sebesar 46 juta orang/suara. Angka tersebut sama dengan 22% dari total DPT (Daftar Pemilih Tetap) pada tahun ini yang berjumlah 204,8 juta orang. Suara sebanyak itu sangat mungkin merubah hasil akhir dari Pilpres tahun ini dan akan menentukan foto siapa yang akan kita pajang di ruang-ruang pemerintahan dan ruang-ruang kelas.
Apakah Anda rela melihat foto orang “jahat” terpampang di mana-mana selama lima tahun dan mungkin berlanjut sampai 10 tahun?
Malesin banget gak sih?!
ADVERTISEMENT
Siapa pun presidennya, hidup tetap sama
Percayalah, hidup kita ga pernah sama! Beda presiden, beda cara berpikirnya. Beda cara berpikir, beda kebijakannya.
Mari kita tengok beberapa kebijakan yang berdampak sangat besar bagi masyarakat Indonesia. Kita ambil saja sejak era reformasi agar tidak terlalu jauh ke belakang. Dimulai dari presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid) yang mulai menjabat sebagai presiden pada tahun 1999.
ADVERTISEMENT
Kebijakan-kebijakan/program-program yang disebutkan di atas hanya sebagian kecil dari total keseluruhannya. Penulis hanya mengambil beberapa contoh yang dirasa memiliki dampak sangat luas dan cukup merata di seluruh belahan Indonesia.
Tentu saja setiap kebijakan bisa saja memiliki plus-minus yang berbeda bagi setiap orang. Tetapi yang perlu kita garis bawahi, apakah benar kebijakan-kebijakan presiden sama sekali tidak berpengaruh bagi kita?
Melihat beberapa kebijakan yang sudah disebutkan di atas, rasanya kok sangat aneh kalau kita masih menganggap presiden hanya “pajangan”. Presiden adalah seorang pemimpin tunggal di negeri ini. Kekuasaannya bisa membawa negeri ini ke arah yang lebih baik tetapi juga bisa membawa kita semua terjun ke dalam kesengsaraan yang lebih menyesakkan.
Oleh sebab itu, memilih golput dengan cara tidak mencoblos (tanpa alasan) maupun mencoblos dengan cara yang tidak dibenarkan adalah pilihan yang sangat tidak masuk akal.
ADVERTISEMENT
Tidak ada manusia sempurna
Jika kita hanya melihat sisi negatif dari setiap paslon (pasangan calon) pilpres tahun ini, maka akan banyak sekali hal negatif yang kita temukan. Tetapi fakta tersebut tidak bisa menyangkal bahwa setiap paslon pun memiliki sisi positifnya masing-masing.
Keputusan akhirnya ada di tangan kita. Kita lah yang harus menimbang mana paslon yang (mungkin) paling sedikit mudharatnya kalau nanti menjabat sebagai presiden. Rasanya tidak sulit mencari informasi tersebut di zaman sekarang. Ada banyak sekali sumber yang bisa kita telusuri. Yang penting harus dipastikan kalau sumbernya tepercaya. Di masa pemilu seperti saat ini, banyak sekali hoax dan misinformasi di mana-mana.
Jadi, seandainya memang tidak ada visi misi paslon yang memuaskan hati Anda, setidaknya pilihlah salah satu paslon yang paling sedikit mudharatnya. Tidak ideal memang, tapi setidaknya masih lebih baik daripada dipimpin oleh paslon “terburuk”.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Jika memang semua penjelasan di atas tidak memuaskan, coba luangkan sedikit waktu lagi untuk menonton video berikut. Mungkin kelihatannya durasi video tersebut cukup panjang. Tapi percayalah, pengorbanan itu sangat worth it daripada menyesal selama lima tahun ke depan!
Sumber tulisan:
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8