Merawat Public Trust dalam Proses Persidangan Guna Pencegahan Contempt of Court

Muhammad Noven Herwanda
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara Agen Klinik Etik dan Advokasi Komisi Yudisial 2023
Konten dari Pengguna
5 September 2023 19:29 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Noven Herwanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hukum. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukum. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hakim secara semiotika sebagai wakil Tuhan merupakan benteng terakhir kepercayaan publik yang sedang berhadapan dengan hukum. Hakim mempunyai kewenangan dalam memeriksa dan memutus perkara di pengadilan dengan tata cara sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Dalam menjalankan perannya hakim harus menjaga independensi dan integritas.
ADVERTISEMENT
Integritas dalam peradilan memiliki peranan yang sangat penting ketika seorang hakim dalam memutus suatu perkara, hal ini dikarenakan hakim yang berintegritas dalam memutuskan perkara berdasarkan hati nuraninya bukan berdasarkan kepentingan belaka. Hakim yang tidak berintegritas yang hanya berdasarkan kepentingan belaka akan rentan dalam hal pengambilan keputusan.
Problema yang dinamika di badan peradilan secara preseden memberikan banyak gambaran pada masyarakat, misalnya oknum hakim yang melakukan tindak pidana dan pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Martabat hakim nampaknya semakin merosot, hal ini terbukti dengan beberapa kasus yang menjerat hakim di Indonesia. Dikutip dari kumparan, KPK memanggil Hakim Agung Prim Haryadi dan H. Suhadi selaku Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) sekaligus Hakim Agung.
ADVERTISEMENT
Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk kasus dugaan suap pengaturan vonis kasasi yang menjerat Sekretaris MA Hasbi Hasan sebagai tersangka. Berdasarkan Survey Indikator Politik Indonesia periode februari-maret 2023, pengadilan berada pada posisi kedua lembaga penegak hukum yang dipercaya publik. Dengan penilaian sangat percaya: 7,6 %, percaya: 68,5 %, kurang percaya: 20 % dan sisanya tidak percaya sama sekali dan tidak jawab.
Kepercayaan masyarakat akibat menurunnya integritas hakim berdampak pada reputasi pengadilan. Hakim yang seharusnya dipandang sebagai cerminan ruang sidang dan sebagai wakil tuhan di muka bumi dalam membela keadilan. Harapan masyarakat akan hadirnya keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum adalah tugas bersama yang harus dijaga dan diupayakan semaksimal mungkin.
Namun, realita yang ada timbulnya stigma black goat sebagai sasaran bagi masyarakat yang kurang puas akan kehendak hukum melalui profesi hakim dalam memberikan putusan kepada masyarakat yang sedang berperkara dengan hukum. Hal inilah yang sering kali menyebabkan adanya rasa kekecewaan dari masyarakat akan keputusan hakim sehingga menyebabkan terjadinya Contempt of Court.
ADVERTISEMENT
Istilah Contempt of Court berasal dari kata Contempt artinya menghina atau penghinaan dan Court artinya pengadilan, sehingga istilah diterjemahkan sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk menghina badan pengadilan. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 menjelaskan tentang Contempt of Court yaitu penghinaan terhadap peradilan diartikan sebagai perbuatan, tingkah laku, sikap, dan ucapan yang dapat merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan lembaga peradilan.
Ada lima perbuatan yang termasuk dalam penghinaan terhadap peradilan: perilaku tidak pantas dan tercela di pengadilan (Misbehaving in Court), Tidak mentaati perintah-perintah pengadilan (Disobeying Court Orders), Menyerang integritas dan impartialitas pengadilan (Scandalising the Court), Menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan (Obstructing Justice), dan Perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan dilakukan dengan cara pemberitahuan/publikasi (Sub-Judice Rule). Dalam artikel ini akan dibahas Bagaimana Upaya Merawat Public Trust dalam Proses Persidangan ditengah Pencegahan Contempt of Court.
ADVERTISEMENT
Kelangsungan paradigma civil society dimasa sekarang menjadikan wadah yang kritis bagi warga negara Indonesia. Didalam tulisan berjudul Democracy in America oleh Alexis de Tocqueville, mengartikan bahwa civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara. Keberadaan dan perhatian publik menanggapi isu maupun permasalahan negara merupakan partisipasi yang penting dalam membangun trust public.
Keterlibatan dan pengaruh masyarakat sipil juga harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dalam menyikapi arah kebijakan yang bersifat kepentingan umum maupun kepentingan negara. keberadaan Badan Peradilan di Indonesia sebagai bentuk kekuasaan kehakiman maupun pelaksanaan pembagian kekuasaan yudikatif sebagai bentuk konkret dalam menjaga trust public, karena badan peradilan memiliki peranan penting dalam mengawal terlaksananya supremasi hukum yang menjadi cita-cita publik untuk mendapatkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum sesuai dengan tujuan hukum menurut Gustav Radbruch.
ADVERTISEMENT
Guna mencapai tujuan hukum tersebut perlunya menjaga kehormatan, keluhuran dan martabat hakim maupun badan peradilan. Menurut mantan Hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat, Louis D. Brandeis menyatakan, jika kita ingin menghormati hukum, pertama-tama kita harus membuat hukum itu terhormat. Maka, problema maupun dinamika yang dihadapi badan peradilan harus mendapatkan perhatian khusus bagi setiap elemen masyarakat dan khususnya pemerintah. Menurut penulis, ada 5 problema yang wajib mendapatkan perhatian khusus hal ini menjadi kesatuan yang perlu disoroti dalam menjaga kehormatan badan peradilan dan trust public kedepan.
Upaya pertama sarana prasarana badan peradilan menjadi hal mutlak yang harus tersedia dikarenakan memiliki relevansi dalam menjaga marwah peradilan yang agung dan mulia. Kelengkapan instrument pendukung peradilan bersifat fisik seperti gedung, ruang sidang, toilet, dan ruang khusus anak maupun ibu menyusui, akses bagi disabilitas,pengamanan dan keamanan persidangan, dll merupakan aspek prioritas yang wajib terpenuhi, agar dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi badan peradilan dapat maksimal serta optimal.
ADVERTISEMENT
Kedua, pelayanan publik badan peradilan implikasi pelayanan publik dalam lingkup badan peradilan menjadi wajah terselenggaranya kehendak pelayanan yang sederhana, cepat dan biaya ringan serta terpenuhinya SDM pelayanan juga menjadi catatan penting yang harus dipenuhi. Masyarakat pun perlu menyikapi hal ini, dengan ikut andil berpartisipasi melakukan pengawasan. Ketika adanya pungutan liar dilakukan oleh oknum badan peradilan patut diadvokasi secara serius dengan melibatkan pihak berwenang demi melakukan upaya preventif untuk menjaga pelayanan publik yang prima dan sesuai aturan sebagaimana mestinya.
Ketiga, melibatkan perguruan tinggi. Dengan peran serta khususnya para mahasiswa fakultas hukum yang nantinya akan dapat mencegah terjadinya praktik Contempt of Court sejak dini. Peran dosen yang sangat penting disini yaitu perlunya memberikan pengetahuan dan pemahaman yang baik sejak perkuliahan tentang kode etik profesi hukum. Sehingga nantinya mereka akan dapat bertugas dan bekerja dengan baik serta menjunjung tinggi kode etik. Dan mensosialisasikan hukum dan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat untuk mencegah perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran hakim atau yang biasa disebut dengan Contempt of Court.
ADVERTISEMENT
Keempat, integritas hakim yang tak kalah penting dalam menjaga trust public terhadap profesi mulia seorang hakim. Hakim dalam hal ini memiliki kewajiban melaksanakan dan mematuhi Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang terdiri dari 10 butir, yaitu berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati dan bersikap profesional. KEPPH bukan sekedar buku saku yang dibawa kesana kemari semata, namun dapat terimplementasikan pada perilaku dan pola pikir.
Proses pengawasan pada hakim di Indonesia memiliki 2 pengawas yang signifikan memiliki kewenangan dalam menjaga dan menegakkan KEPPH, diantaranya Komisi Yudisial Republik Indonesia sebagai pengawas eksternal dan Badan Pengawas Mahkamah Agung sebagai pengawas internal. Dua lembaga ini yang sampai saat ini menjadi penjaga marwah badan peradilan untuk terwujudnya peradilan yang bersih, berintegritas dan bermartabat di mata masyarakat pencari keadilan dalam memperjuangkan haknya yang sedang berhadapan hukum.
ADVERTISEMENT
Maka dapat disimpulkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap pengadilan masih cukup rendah. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap peradilan seperti mekanisme komplain terhadap segala putusan hakim membuat masyarakat sering melakukan tindakan yang melanggar yang dapat merendahkan kehormatan martabat pengadilan. Serta rendahnya budaya hukum masyarakat dan perilaku hakim itu sendiri dapat menjadi faktor yang akan menimbulkan adanya tindakan Contempt of Court.
Jika masyarakat sudah banyak yang sadar hukum dan hakim juga semakin banyak yang profesional maka tindakan semacam Contempt of Court dan kekerasan akan semakin berkurang. Dan pada akhirnya partisipasi dan kontribusi civil society dalam menjaga kehormatan badan peradilan tetap harus dilaksanakan dengan kesadaran dan kepeduliaan.
Semangat terbentuknya badan peradilan merupakan harapan dan cita-cita luhur yang harus dipertahankan dan diperjuangkan, maka ketika publik hadir memberikan masukan dan saran tentunya menjadi ruang terbuka dalam perbaikan sistem ke depan, untuk mendapatkan trust public demi terwujudnya peradilan yang bersih, berintegritas dan bermartabat.
ADVERTISEMENT