news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Benarkah Indonesia Tidak Mampu?

Muhammad Nur
Dosen, peneliti, dan inovator ITS Surabaya
Konten dari Pengguna
8 September 2017 7:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Nur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak Indonesia mengumumkan proklamasi pada tahun 1945, rasa nasionalisme dan percaya diri yang dimiliki oleh orang Indonesia semakin menipis. Perayaan hari kemerdekaan tak lebih dari seremonial upacara dan aneka perlombaan yang tujuan dan fungsinya tidak jelas. Beberapa malah berakhir dengan kelucuan-kelucuan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan rasa kepercayaan diri sebagai bangsa dan perasaan mencintai bangsanya. Sudah sedemikian parahkah kecintaan kita kepada bangsa ini sehingga manifestasi kecintaan bangsa hanya berupa topeng-topeng dan badut badut yang menyatakan cinta kepada bangsa tetapi tidak ada langkah nyatanya? Bangsa ini sudah menjadi bangsa yang manja. Bangsa yang sangat tidak percaya diri dengan kemampuan bangsanya sendiri. Bangsa yang tidak mencintai merah putih sebagaimana para pahlawan dulu. Bangsa yang tidak mencintai rupiah, bangsa yang rela menjual kekayaan alamnya kepada bangsa lain. Bangsa yang lebih bangga terhadap produk bangsa lain daripada produk bangsanya. Bangsa yang semakin bangga jika mampu melayani kepentingan bangsa lain dengan baik. Apakah ini karena kita pernah dijajah VOC selama 350 tahun? Ataukah memang kita ditakdirkan oleh Tuhan YME untuk menjadi bangsa pelayan bagi bangsa lain bahkan di rumah sendiri?
sumber: https://agusnizami.files.wordpress.com/2012/04/penjajahan.jpg
ADVERTISEMENT
Pahit memang tapi itulah yang terjadi. Kita terlalu berkiblat kepada bangsa lain. Saat bangsa lain ingin memberikan pengaruh atau kontrol terhadap bangsa lain, kita di Indonesia memohon kepada bangsa lain untuk menguasai Indonesia. Kita tawarkan berbagai macam skema dan cara bagaimana bangsa lain bisa berkuasa di Indonesia. Kita tawari mereka untuk mengelola dan menjalankan operasi mereka di bangsa ini. Kita tawari mereka dengan berbagai macam insentif untuk mempermudah mereka. Kemudian pada akhirnya kita tawari mereka dengan biaya tenaga kerja yang super murah. Kita garansi bangsa lain yang mau datang ke Indonesia, mereka akan dapat untung bahkan bangsa ini sangat rela untuk memberikan keuntungan kepada bangsa lain meskipun jika harus mengorbankan rakyat dan bangsa ini. Lihat saja di sekeliling kita? Adakah produk bangsa kita yang menjadi raja di Indonesia? Indonesia adalah negara dengan jumlah outlet KFC, Starbucks dan outlet outlet lainnya yang sangat besar. Lebih parah lagi kalau kita lihat outlet KFC, McD dan lain-lainnya selalu terlihat lebih ramai dibanding warung sate atau soto milik tetangga kita sendiri. Kita akan lebih bangga jika mampu membeli celana, baju, tas atau apapun produk asing daripada sepatu buatan Cibaduyut dan batik Solo yang pekerja dan pemiliknya tetangga kita sendiri. Orang akan berdalih itulah akibat globalisasi. Globalisasi adalah frase dan ungkapan negara kuat karena pasar di negara mereka sudah tidak mampu untuk menyerap produk atau bahkan uang mereka. Indonesia seharusnya tidak menjadi obyek penderita dari Globalisasi. Kita tidak pernah mengharamkan kerjasama dengan bangsa lain. Konteks kerjasamanya harus saling menguntungkan dan sederajat. Saat ini yang terjadi, bukan lagi kerjasama yang sederajat, kita memposisikan diri kita lebih rendah dari bangsa lain. Kita mau dengan sadar menyatakan inilah Indonesia sebagai bangsa pelayan terbaik bagi semua bangsa yang ingin datang dan berinvestasi di Indonesia. Kita melupakan tradisi bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat dan mampu untuk bersanding sejajar dengan bangsa lain. Kerajaan kerajaan Indonesia jaman dulu pernah membuktikan itu.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah Indonesia, tidak ada negara lain yang akan mampu menguasai Indonesia. Dalam sejarahnya Indonesia selalu hancur berantakan karena ulah sebagian orang yang bekerjasama dengan bangsa lain untuk menjadi yang terkuat di Indonesia. Dari dulu tidak pernah ada satu hati untuk Indonesia kecuali saat periode awal sebelum dan setelah kemerdekaan dari 1940-1950. Sebelum dan sesudahnya Indonesia sibuk dengan segala macam acara yang intinya bertengkar satu sama lain. Bangsa lainlah yang dengam mudah mengambil kesempatan untuk menguasai Indonesia dalam arti sebenarnya. Dengan beraliansi dengan penguasa mereka akan dengan mudah melakukan kontrol terhadap Indonesia. Ini yang terjadi sejak dulu, VOC beraliansi dengan raja-raja setempat dengan imbalan sedikit uang tetapi VOC berhasil mengambil lebih banyak. Demikian juga saat ini semua perusahaan multinasional pasti punya hubungan khusus dengan penguasa (siapa pun penguasanya) untuk melanggengkan bisnis mereka di Indonesia. Sulit untuk dibuktikan tetapi dapat dirasakan.
ADVERTISEMENT
Kembali ke pertanyaan diatas, betulkah Indonesia memang tidak mampu sehingga kita lebih senang tergantung dan bersandar kepada bangsa lain?
Pada setiap awal semester saya selalu mengadakan semacam permainan dengan mahasiswa di kelas saya. Permainannya simpel. Saya minta mereka untuk mengeluarkan dompet masing-masing. Kemudian saya minta masing-masing dari mereka untuk menghitung uang yang ada di dompet. Kemudian mereka saya minta untuk menghitung rata-ratanya. Biasanya nilai rata-rata tiap semester berkisar antara 50.000 – 60.000 rupiah. Kemudian saya minta mereka untuk memproyeksikan uang rata-rata tadi ke seluruh rakyat Indonesia sebesar 250 juta penduduk. Akan didapat angka sebesar 12,5 Triliun – 15 Triliun Rupiah Uang rakyat Indonesia siap dibelanjakan tiap hari. Kemudian saya akan meminta perwakilan mereka untuk maju ke depan kelas. Saya minta mereka untuk menghitung semua barang dan perlengkapan mereka apakah merk nasional atau merk asing. Setelah dihitung ternyata hampir 80% barang dan perlengkapan mereka adalah merk asing. Ini luar biasa karena tiap hari dana yang tersedot untuk pembelian merk asing sebesar 10 – 12 Triliun. Ini baru belanja personal belum belanja modal yang dilakukan oleh perusahaan atau korporasi yang juga proporsinya hampir sekitar 80% merk asing. Lion Air misalnya melakukan pembelian 230 pesawat dari Boeing yang merupakan rekor pembelian terbesar untuk Boeing untuk tipe pesawat 737. Sampai sampai penandatanganan kontrak pembeliannya disaksikan langsung oleh Presiden Barack Obama. Dan dalam sambutanya, Obama mengatakan Lion Air telah menyelamatkan ribuan karyawan Boeing dari pemecatan dengan pembelian ini. Belum lagi ditambah pembelian dari Garuda Indonesia, dan maskapai nasional lainnya.
sumber: https://obamadiary.files.wordpress.com/2011/11/boeing.png?w=655
ADVERTISEMENT
Di sektor pembangkit listrik kurang lebih sama, hampir semua pembangkit listrik adalah pembangkit listrik dari luar negeri termasuk China. Angkanya pun luar biasa besar 35.000 MW dengan nilai investasi 1.000 Triliun lebih. Di sektor pembangkit ini, pemerintah juga memberikan kesempatan luar biasa besar bagi swasta untuk menjadi IPP (independent power producer) dengan skema kontrak pembelian oleh PLN yang sangat menguntungkan para IPP. Harga listrik IPP akan dibeli oleh PLN semua dengan faktor pembebanan yang sudah fix nilainya dalam jangka waktu tertentu. Investasi di IPP ini dijamin oleh negara dan pasti untung. Akibatnya saat pertumbuhan kelistrikan melambat seperti saat ini yang dikorbankan oleh PLN adalah pembangkit-pembangkit milik PLN sendiri. Mereka yang harus jatuh bangun dan harus rela jika mereka memang tidak diizinkan untuk memproduksi listrik karena PLN harus membeli listrik dari IPP. Akibatnya rakyat akan dirugikan dua kali, karena rakyat harus menanggung beban investasi IPP sekaligus beban investasi pembangkit PLN yang tidak akan pernah bisa untung. Kita rela rugi asal orang lain tidak rugi, itulah falsafah kita sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Kembali ke contoh Boeing misalnya, jika seluruh maskapai nasional membeli pesawat ke PT DI, maka PT DI akan bisa hidup, PT DI akan dapat menggaji karyawan setara dengan gaji karyawan Boeing dan rakyat Indonesia akan bangga. Di sektor otomotif, pertambangan, jasa dan sektor-sektor lain semua sudah dikuasai asing dalam skema dan alasan investasi di Indonesia. Kita harus memberikan pasar Indonesia yang sangat besar dan dalam waktu yang bersamaan harus memberikan garansi dan berbagai fasilitas kemudahan bagi pihak asing yang mau berinvestasi di Indonesia.
Padahal kalau kita memahami konsep investasi, tidak ada satu investor pun yang ingin rugi. Mereka semua ingin untung. Jika mereka investasi 1000 rupiah misalnya mereka minimal minta kembalian lebih dari 1000 rupiah. Artinya dengan semakin banyak investasi maka akan semakin banyak uang Indonesia yang lari keluar negeri. Mestinya kita meniru langkah negara lain, bahwa pasar di dalam negeri harus diproteksi untuk industri di dalam negeri. Bukan seperti kita yang sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Foreign Direct Investment
Sumber: http://www.bannedthought.net/India/PeoplesMarch/PM1999-2006/publications/globalisation/3-fdi.jpg
Ada beberapa alasan yang dijadikan pemerintah untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah ketidakmampuan Indonesia mendanai kegiatan ekonomi di Indonesia. Siapa bilang Indonesia tidak mampu, membesarkan Boeing saja kita mampu kok, melayani bangsa dan perusahaan negara lain kita mampu melakukan dengan baik kok. Membesarkan Jepang, Korea, China dan negara lainnya kita mampu kok. Lihat saja barang-barang yang kita miliki, kita mampu 100% untuk mensubsidi mereka. Kita mampu 100% untuk membesarkan negara lain dan dengan sukarela menyengsarakan bangsa dan rakyat sendiri. Utang luar negeri kita semakin lama semakin besar dan banyak negara yang antri untuk memberikan utang ke Indonesia. Kalau kita melihat dari sisi negara penghutang, sebenarnya sama dengan investor, tidak ada negara penghutang yang ingin uangnya hilang dengan diutangkan ke sebuah negara. Mereka ingin uangnya kembali dan lebih besar. Jadi semakin banyak utang dan investasi asing masuk maka akan semakin besar dana Indonesia yang akan lari ke luar negri. Tidaklah heran jika rupiah tidak memiliki kekuatan apapun dan nilainya diombang ambingkan oleh nilai mata uang negara yang lebih kuat seperti dollar amerika, yen jepang maupun yuan (renminbi) China saat ini.
ADVERTISEMENT
Seperti kata Cak Nun, Indonesia ini negara super hebat sudah dijajah selama ini tetapi tetap terus bisa bertahan. Orangnya pun masih bisa senyum-senyum walau sudah dihajar ratusan atau mungkin malah ribuan tahun. Yang bisa begini hanya Indonesia begitu kata Cak Nun pada beberapa kesempatan pengajiannya. Luar biasa.
Bisakah Indonesia berubah menjadi negara yang mandiri. Dari sisi kemampuan finansial kita sudah terbukti, kita mampu bayar utang dengan tertib, kita mampu beli produk asing yang super mahal, kita mampu untuk bertahan sengsara selama ini. Sebenarya kita mampy melakukan apapun yang negara lain yang maju sekalipun tidak akan mampu melakukan. Kalau Amerika marah-marah akibat banyaknya produk dari China masuk ke Amerika dan banyaknya produk Amerika dibuat di China, maka Indonesia tidak akan pernah marah-marah. Kita justru undang itu semua produk dari negara manapun di dunia yang mau untuk masuk ke Indonesia. Orang Indonesia bangga jika menggunakan produk Asing dengan harga setinggi langit. Orang Indonesia akan mencemooh barang buatan kawan sendiri. Orang Indonesia berpendapat kalau produk asing wajar harganya mahal, kalau produk sendiri harus murah. Orang Indonesia lupa bahwa sebagian besar produk itu juga diproduksi di Indonesia oleh orang Indonesia hanya merk nya saja asing. Dan kita dengan bangga memamerkan merk tersebut ke semua orang. Ini lho Aku bisa beli barang merk X dari Amerika misalnya dengan harga ratusan juta. Dan Indonesia sungguh menjadi pasar produk yang luar biasa besar dan memiliki sifat seperti spons. Apapun dan berapapun harganya akan diserap di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kembali ke kemampuan finansial, data terakhir dari OJK menyatakan dana simpanan masyarakat Indonesia mencapai 5 Kuadriliun (5.000 Triliun). Dana simpanan ini mandeg di bank nasional Indonesia, dan karena tidak digunakan investasi akhirnya akan membebani perbankan nasional karena mereka harus memberikan bunga terhadap simpanan sebesar itu. Mestinya pemerintah berani membuat kebijakan agar dana tersebut dapat dimanfaatkan. Misalnya dengan menurunkan bunga simpanan agar orang tidak lagi suka menyimpan uang di bank akan tetapi lebih senang menginvestasikan dana tersebut di sektor ekonomi riil. Sistem perbankan kita memang tidak didesain untuk mendukung Indonesia menjadi negara investor. Saya pernah hidup di Inggris dan merasakan bahwa bank di Inggris hanya memberikan bunga terhadap simpanan di bank yang sangat kecil (2%) sehingga orang Inggris lebih suka untuk berinvestasi di tempat lain bukan dengan cara menyimpan uang di bank dan mengharapkan bunga simpanan yang cukup tinggi. Dana 5.000 triliun ini jauh lebih besar daripada investasi asing yang masuk yang hanya sebesar 109 Triliun saja. Indonesia harus mau beralih untuk lebih percaya kepada bangsa sendiri daripada kepada bangsa lain. Pemerintah dapat memberikan stimulasi kepada masyarakat agar mau berinvestasi pada sektor riil daripada menahan dana di bank. Misalnya menurunkan suku bunga kredit investasi yang sangat tinggi (15%). Dengan suku bungan 15% untuk kredit maka akan sulit bagi siapapun yang mau investasi ke sektor riil karena pinjamannya akan dibebani dengan bunga sebesar 15%. Ini yang mengakibatkan orang Indonesia lebih suka menahan dana di Bank karena dapat jaminan bunga yang cukup besar (6% - 8%) daripada berinvestasi yang minimal IRR nya harus diatas 15%. Dan untuk mencapai IRR diatas 15% akan sangat berisiko bagi semua bisnis di Indonesia. Ini yang mengakibatkan iklim investasi tidak menarik bagi investor nasional.
ADVERTISEMENT
Strategi kedua yang bisa dipakai agar Indonesia bisa mandiri adalah dengan menahan orang Indonesia membeli produk import. Ini sudah dibuktikan oleh kabupaten Kulon Progo, bagaimana dengan inisiasi bupati kulon progo, kabupaten ini mampu untuk menumbuhkan sektor riil. Produk batik kulon progo mengalami kenaikan order yang signifikan dan bisa tumbuh karena di kulon progo ada kewajiban untuk menggunakan batik produksi mereka sendiri. Program “BELA dan BELI KULON PROGO” yang dicetuskan oleh Bupati Hasto Wardoyo dan Wakilnya Sutejo berhasil mengangkat perekonomian warga Kulon Progo.
"Kita pernah punya success story saat perjuangan melawan Belanda. Saat itu Belanda yang lebih maju secara persenjataan, berhasil kita lawan dengan senjata yang kita punyai. Ada semangat bersama dan bersatu. Holobis kunthul baris itu kuncinya," ungkap Hasto yang menjabat di Kulonprogo sejak tahun 2011 itu, seperti dikutip dari detik.com
ADVERTISEMENT
Semangat seperti inilah yang harus dipropagandakan. Selama produk lokal ada jangan sekali-kali menggunakan produk import. Program BELA dan BELI INDONESIA harus dikembangkan. Program beli dan cintailah produk Indonesia harus dimasyarakatkan. Produk jelek tidak apa-apa yang penting produk sendiri. Karena kalau produk sendiri yang akan diuntungkan adalah bangsa sendiri, kawan sendiri, tetangga sendiri. Kalau kita beli produk import maka yang diuntungkan adalah orang atau bangsa lain yang kita tidak kenal. Yang kalau kita sakit pun gak akan peduli. Yang kalau kita mati pun mereka tidak akan datang melayat. Sementara produk yang dimiliki oleh bangsa sendiri, kawan sendiri, tetangga sendiri, yang jika kita kesusahan mereka yang ikut peduli. Yang kalau kita mati pun mereka akan datang melayat dan tidak akan pernah meninggalkan Indonesia untuk kembali ke negara asalnya, karena negara mereka ya Indonesia, negara yang kita cintai bersama.
sumber: http://1.bp.blogspot.com/-AQGBa2yoYSY/U6eaFWj-XI/AAAAAAAAAPw/2FJaq0Q3wwg/s1600/bi.png
ADVERTISEMENT
Saatnya kita semua menghentikan beli produk import, saatnya kita meminta para peneliti dan insinyur Indonesia untuk membuat produk yang dapat dimanfaatkan oleh bangsa ini sendiri dan berkualitas baik. Saatnya sikap patriotik dan nasionalisme Indonesia diwujudkan dengan membeli produk asli Indonesia. Jepang, Korea Selatan, Iran, China bisa maju dan mandiri karena sikap ini. Mereka sangat mencintai produk mereka sendiri. Kalau bukan kita yang membeli produk kawan kita siapa lagi? Kalau bukan Indonesia yang membeli produk Indonesia siapa lagi? Negara lain hanya akan memanfaatkan kita selama kita masih menguntungkan mereka. Kalau Indonesia sudah tidak menguntungkan bagi mereka, mereka semua akan lari dari Indonesia.
Dengan sikap ini saya yakin kita akan mampu mewujudkan Indonesia yang mandiri tanpa harus takut terhadap tekanan negara lain melalui berbagai skema kapitalis mereka (WTO, IMF, dan sebagainya).
ADVERTISEMENT
Saatnya Indonesia Mandiri dengan kemampuan sendiri. Mari ber “Holopis Kuntul Baris” seperti kata Hasto Wardoyo, untuk Indonesia yang mandiri dan bermartabat.