Konten dari Pengguna
Surga Kecil yang Hilang: Kerinduan Anak Diplomat pada Taman Kota Buenos Aires
4 November 2025 13:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
Kiriman Pengguna
Surga Kecil yang Hilang: Kerinduan Anak Diplomat pada Taman Kota Buenos Aires
Defisit Ruang Terbuka Hijau membuat anak-anak Jakarta terpaksa bermain di dalam ruangan dan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar.Muhammad Nuradi Akhsan
Tulisan dari Muhammad Nuradi Akhsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjalani kehidupan sebagai seorang diplomat, berpindah-pindah tempat tinggal adalah suatu keniscayaan. Sejujurnya, saya merasa sudah lama sekali kembali dari Buenos Aires, Argentina meskipun pada kenyataannya belum genap 2 tahun kami sekeluarga menetap di Jakarta. Entah karena kami sangat menikmati masa-masa kami di Argentina atau kehidupan di Jakarta yang begitu menguras emosi dan tenaga (dan tabungan) dengan segala macam problematikanya.
ADVERTISEMENT
Surga Kecil yang Hilang di Sudut Kota
Jika saya tanya kepada Akhsan bersaudara (baca: anak-anak saya), hal yang paling mereka rindukan dari Buenos Aires tentunya taman-taman bermain yang tersedia di berbagai sudut kota. Di sekitar lingkungan apartemen kami, terdapat setidaknya empat taman tempat anak-anak saya biasa bermain. Berjalan sedikit lebih jauh lagi, kami akan menemukan beberapa taman lainnya yang menyediakan area bermain yang lebih besar lagi.
Sebagai kota metropolitan, ruang terbuka hijau (RTH) Buenos Aires memang tidak terlalu besar. Namun, kami sekeluarga dapat dengan mudah menemukan area bermain untuk anak-anak kami yang saat itu masih berusia di bawah 10 tahun. Pemerintah Kota Buenos Aires memang sangat memperhatikan kondisi taman-taman yang menjadi kebanggaan kota mereka.
Menurut situs resmi Pemerintah Kota Buenos Aires (GCBA - Gobierno de la Ciudad de Buenos Aires), pembangunan taman di sana mempertimbangkan demografi warga dan anak yang tinggal di kawasan sekitar. Daerah yang dihuni oleh banyak anak kecil memiliki komposisi alat bermain yang berbeda dengan daerah yang banyak didiami oleh anak-anak yang lebih besar atau remaja. GCBA mengedepankan filosofi “pembagian berdasarkan usia” karena menyadari perbedaan kebutuhan anak usia 2 tahun (sensorik, motorik halus) dengan anak usia 10 tahun (motorik kasar, tantangan fisik).
Kekecewaan si Kecil
ADVERTISEMENT
Sekembalinya kami dari Buenos Aires, sudah pasti hal pertama yang dicari anak-anak kami adalah taman bermain. Betapa kecewanya mereka ketika mengetahui sulitnya mencari taman bermain di Jakarta. Kalaupun ada di dekat rumah, fasilitasnya kurang memadai untuk anak-anak kami yang sudah semakin besar.
Kekecewaan ini ternyata sangat beralasan. Jika merujuk pada data resmi yang dirilis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut), Jakarta memang masih berjuang keras memenuhi standar ideal RTH. Hingga 2023-2024, angka RTH publik Jakarta baru berkisar 5,2% hingga 5,4%. Padahal, amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sangat jelas, proporsi RTH publik di wilayah kota paling sedikit harus 20% dari total luas wilayah.
Harapan Vs Kenyataan
ADVERTISEMENT
Jarak yang sangat jauh antara target dan realitas inilah yang kami rasakan dampaknya. Sulitnya menemukan taman bermain yang layak, seperti yang dirindukan anak-anak saya, adalah cermin nyata dari tantangan tata ruang kota ini. Seringkali, kami harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengajak anak-anak bermain di area bermain di pusat-pusat perbelanjaan. Sebuah kontras yang mencolok dibandingkan taman bermain yang dapat diakses secara cuma-cuma saat kami tinggal di Buenos Aires.
Kesenjangan tersebut menuntut pergeseran fokus mendasar dalam perencanaan kota. Pemerintah perlu menyeimbangkan fokus pembangunan infrastruktur fisik dengan menempatkan ruang komunal dan keseimbangan manusiawi pada posisi yang setara. Mewujudkan proporsi RTH publik yang memadai adalah investasi krusial bagi kesehatan mental dan tumbuh kembang generasi penerus. Masa depan Jakarta sebagai kota yang benar-benar layak huni akan sangat bergantung pada komitmen serius Pemerintah Provinsi dalam mengatasi defisit RTH ini.
ADVERTISEMENT

