Pendidikan Layak bagi Anak-anak Cikarang

Konten dari Pengguna
25 Oktober 2017 12:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rachdian Al Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siang di Cikarang layaknya neraka bocor ke dunia. Suhu di ibu kota Kabupaten Bekasi ini bisa mencapai 36 derajat celcius. Saat musim penghujan tiba, Cikarang selalu ketinggalan. Jika Kota Bekasi dan Jakarta—apalagi Bandung dan Bogor—sudah biasa disambut hujan di pagi atau siang hari, di sini tetap terik.
ADVERTISEMENT
Kawasan industri macam Cikarang memang menghadirkan dilema. Di satu sisi mendatangkan manfaat di bidang lapangan pekerjaan, tapi polusi menjadi musuh utama pemanasan global dan penyakit flek yang biasa diderita anak-anak kecil Cikarang.
Pun untuk urusan pendidikan yang masih tertinggal di banding kota-kota penyangga ibu kota lain.
Salah satu penyebabnya adalah kesibukan para orang tua bekerja di pabrik. Mayoritas menjadi buruh. Sehingga memunculkan keterbatasan waktu interaksi antara anak dengan orang tua. Khususnya saat pendampingan belajar.
Nelson Mandela pernah mengatakan, “education si the most powerful weapon whitch you can use to change the world”. Untuk mengubah dunia? Paling tidak untuk mengubah nasib para anak-anak Cikarang agar bernasib lebih baik ketimbang nasib orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang mendasari saya dan calon istri membuka bimbingan belajar di Cikarang. Tidak perlu pikir panjang saat memutuskan, menurut saya, niat baik harus disegerakan menjadi perbuatan baik. Aku yang berlatar belakang pendidikan komunikasi dari universitas negeri di Depok dan si calon istri yang seorang guru jebolan universitas negeri di Bandung menjadi formasi yang hebat dalam pengelolaan bimbingan belajar: Dengan biaya semurah mungkin, orang tua menitipkan anak-anaknya untuk pendampingan belajar dengan fasilitas dan kualitas pendidikan yang sebaik-baiknya.
Bimbingan Belajar yang sesuai dengan kurikulum yang dipakai di sekolah dan lebih menitikberatkan kepada unsur praktik sehingga anak-anak tidak buta terhadap apa yang mereka pelajari.
“Pembayarannya boleh kapan saja bu,” kataku pada orang tua wali murid yang hendak mendaftarkan anaknya. “Ibu pas adanya awal bulan boleh, tengah bulan boleh, akhir bulan pun boleh,”ucapku.
ADVERTISEMENT
Dengan menempati lantai dua Taman Kanak-kanak milik orang tua saya, bimbingan belajar pun dimulai. Syukur alhamdulillah. Karena pun rejeki orang hendak nikah, bimbingan belajar pun ramai peminat. Belum sebulan dibuka 60 orang sudah mendaftar.
“Bro, bimbelnya pelajaran apa aja?”ujar seorang kawan yang jauh usianya denganku melalui pesan singkat.
“Buat SD pelajaran B.Inggris, Matematika, IPA, bang. Seminggu dua kali. Termasuk konsultasi pelajaran di luar jam bimbel,”ujarku.
“Bayarnya berapa duit?” katanya.
“Kalem bang masalah bayaran mah,” kataku dengan logat Cikarang, padahal asalku Jawa Timur. Aku tahu kondisinya memang sulit. Ditambah dia habis operasi paru-paru.
“Yah bisa bae. Ga enak gua,”katanya
“Bulan pertama 50 bang. Promo. Bulan kedua, ketiga selanjutnya 75”
“Ok gua konfirmasi bini guna dulu.”
ADVERTISEMENT
“Gua kalo ngomong beneran bang. Masalah bayaran ga usah dipikir. Bocah mau pinter kan artinya mau maju. Langka bocah begitu,”logat Cikarang nan kental meluncur lancar di keyboard hp. Maklum, di Cikarang sini sejak 1998.
“Yaudah ntar gua kabari.”
Di malam hari saat ramai pemutaran film G30S/PKI, anaknya si kawan pun muncul.
“Lu mau bimbel ga?” kataku.
“Kata Ayah bayarannya nanti,” jawabnya.
“Heh, lu belajar biar pinter apa biar bayar?” tanyaku lagi.
Dia cengar-cengir.
”Udah, hari Senin masuk aja. Hari pertama tanggal 2, jangan bolos,” ujarku.
Dan syukur Alhamdulillah dia pun masuk. Sampai sekarang ada beberapa anak didik yang menjadi anak asuh dari bimbingan belajar ini.
“Pendaftarannya berapa pak,” kata banyak para orang tua yang ingin mendaftar
ADVERTISEMENT
“Bu, bayar pendaftarannya dengan niat tekad yang bulat mau bimbel dan nggak bolos,” kataku sambil tersenyum. Mereka pun tersenyum lega.
Meski terik panas matahari, calon istri juga tetap semangat mengajar. Senang rasanya lihat dia yang baru lulus bisa langsung bekerja dan menghasilkan sesuatu. Bukan rupiah. Tapi pendidikan bagi generasi mendatang.
Tentunya, ini sangat penting untuk kebahagiaanku. Aku merasakan kebahagiaan paling utuh, dan ini bukan soal materi.