Konten dari Pengguna

Kasus Pelecehan Kampus Akibat Ada Relasi Kuasa Dosen

Muhammad Rafi
Seorang Mahasiswa Universitas Riau, Aktivis dan Penggiat Sosial
20 September 2024 15:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perkuliahan antara dosen dan mahasiswa. Sumber: Istock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perkuliahan antara dosen dan mahasiswa. Sumber: Istock.com
Ilustrasi tolak pelecehan seksual. Sumber: Istock,com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tolak pelecehan seksual. Sumber: Istock,com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Relasi kuasa antar dosen dan mahasiswa sering kali menjadi penyebab adanya pelecehan seksual yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Biasanya permintaan tersebut untuk urusan akademik seperti tanda tangan skripsi, permintaan rekomendasi S2 (seperti yang baru terjadi di salah satu kampus di Riau), kemudian juga bimbingan tugas akhir.
Dilansir dari Jpnn.com Satreskrim Polresta Pekanbaru menurunkan tim untuk melakukan penyelidikan terkait pelecehan seksual yang diduga dilakukan Dekan Fisipol UIR, berinisial SAL.
Pengakuan wanita berinisial WL, 26, yang menjadi korban pelecehan sang oknum dekan langsung membuat gempar.
Menurut pengakuan WL, perbuatan tak senonoh itu dilakukan pelaku di ruangan kerjanya di Kampus UIR.
Dalam surat pengaduan yang ditujukan kepada Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Riau pada 26 Agustus 2024, WJ menuduh bahwa SAL memperlakukannya sebagai wanita penghibur dan berulang kali mengajaknya untuk bertemu di hotel.
ADVERTISEMENT
“Kejadian ini berawal pada bulan September 2021 saat pandemi Covid-19 masih berlangsung. Saya memerlukan tanda tangan surat rekomendasi, dan dari situlah komunikasi saya dengan SAL dimulai,” ungkap WJ dalam suratnya.
Tampak dari kasus diatas merupakan hal yang harus diperhatikan civitas akademika, bahwa pertemuan yang dilakukan hendaknya disegerakan tanpa adanya kepentingan diluar akademik kampus.
Ketimpangan kuasa tersebut sering kali menjadi hambatan karena mahasiswa harusnya bisa mempertahankan hak yang didapatkan, justru dimanfaatkan segelintir dosen untuk berbuat seenaknya.
Jangan sampai kewenangan yang diberikan, seperti memberikan nilai, tanda tangan, maupun surat rekomendasi dimanfaatkan dosen untuk meraup keuntungan maupun hal yang diluar konteks kampus.
Semisal menjelaskan materi adalah tugas dosen. Dalam kondisi demikian dosen dengan kekuasaaan mudah memberi nilai A kepada mahasiswa, meski tidak memenuhi tugasnya.
ADVERTISEMENT
Mayoritas mahasiswa ”senang” tanpa harus bersusah payah belajar dan mengerjakan tugas karena dosen akan otomatis memberi nilai A.
Kemudian terkait hubungan relasi dosen dengan mahasiswa kaitannya seringnya pelecehan seksual terjadi karena bebasnya akses komunikasi yang sering kali 'mencair'.
Komunikasi cair tersebut acapkali diluar jam dan konteks kewajaran, semisalnya bercanda soal pernikahan bagi mahasiswa yang belum menikah, kemudian sharing sosial media yang membuat hubungan semakin erat antara dosen dan mahasiswa.
Tentu tidak masalah, seorang mahasiswa memiliki hubungan yang baik dengan dosennya, akan tetapi perlu batasan batasan yang harus diatur.
Misalnya ketika memang terpaksa harus ke rumah dosen tersebut untuk meminta tanda tangan, maka hendaknya didampingi oleh kawannya sehingga ia tidak sendiri.
ADVERTISEMENT
Kemudian juga perlunya menjaga privasi individu mahasiswa maupun dosen, lantaran ketika percakapan tersebut beralih ke ranah privasi, hal itu menyebabkan hubungan yang tidak wajar nantinya itu dianggap wajar.
Universitas seharusnya menanamkan benih benih ideologis pada mahasiswanya, bukan menanamkan benih benih biologis yang terlarang.
Sesama mahasiswa juga perlu disorot, pejabat organisasi kampus juga wajib menjaga perilakunya, lantaran ia menjadi 'tokoh' mahasiswa di lingkungan kampus.
Jangan sampai ada informasi bahwasanya Ketua/Gubernur/Presiden mahasiswa terkena kasus pelecehan seksual, beda konteks antara 'suka sama suka' dengan pelecehan yang dilakukan secara terpaksa.
Jika 'suka sama suka' maka hal tersebut masuk ke dalam ranah kode etik mahasiswa, namun, jika salah satu pihak merasa terpaksa melakukan suatu hubungan terlarang, maka dapat dikatakan itu pelecehan maupun kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Sejatinya mahasiswa merupakan agen penggerak, bukan yang turut ikut merusak moral bangsa. Mahasiswa saat ini tentunya perlu mempelajari sosok inspirasi seperti Founder Father bangsa kita.
Ingat kata Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara Ing Ngarso Sun Tulodho, yang berarti di depan (pimpinan) harus memberi teladan.
Ing Madyo Mangun Karso, yang bermakna di tengah memberi bimbingan.
Tut Wuri Handayani, yang mengandung arti di belakang memberi dorongan.
Kampus harus kembali dikembalikan pada khitahnya sebagai lembaga pendidikan tertinggi yang menyandang moralitas atas nama dan demi ilmu pengetahuan. Tindakan lacur seharusnya tidak mendapat tempat di perguruan tinggi. Itupun kalau kita sepakat
Referensi:
https://riauaktual.com/news/detail/97124/mahasiswa-uir-mengaku-jadi-korban-dugaan-pelecehan-seksual-oleh-oknum-dekan
https://www.jpnn.com/news/polisi-turunkan-tim-selidiki-kasus-pelecehan-seksual-yang-dilakukan-oknum-dekan-fisip-uir