Konten dari Pengguna

Demokratisasi di Eswatini: Perjuangan Untuk Kebebasan yang Berujung Kegagalan

Muhammad Reza Zwageri
Seorang mahasiswa berusia 20 tahun dengan kromosom XY yang sedang menempuh studi di program studi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman. Memiliki ketertarikan pada isu-isu internasional dan memiliki kegemaran mendengarkan musik.
5 September 2024 8:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Reza Zwageri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : AFP Photo
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : AFP Photo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa dekade terakhir, Eswatini, sebuah kerajaan kecil yang terletak di selatan Afrika, telah menjadi salah satu negara terakhir di benua ini yang masih mempertahankan sistem monarki absolut. Dipimpin oleh Raja Mswati III sejak tahun 1986, Eswatini (sebelumnya dikenal sebagai Swaziland) telah menyaksikan upaya demokratisasi yang terus-menerus dihadang oleh berbagai tantangan, mulai dari represi politik hingga kesulitan ekonomi. Dalam upaya memahami mengapa demokratisasi di Eswatini gagal, perlu dilihat berbagai faktor yang berperan dalam meredam aspirasi rakyat untuk kebebasan dan keadilan.
ADVERTISEMENT
Represi Pemerintah: Monarki Absolut yang Mencekik Salah satu alasan utama mengapa demokratisasi di Eswatini terus gagal adalah karena tindakan represif yang dilakukan oleh pemerintah. Sejak awal pemerintahannya, Raja Mswati III telah mempertahankan kekuasaan dengan tangan besi, menekan setiap bentuk perlawanan atau kritik terhadap monarki. Undang-undang yang mengatur kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berorganisasi sangat ketat, sehingga kelompok pro-demokrasi dan serikat buruh sering kali berada dalam posisi yang rentan. Polisi dan militer Eswatini tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi damai dan menangkap para aktivis yang berani mengkritik pemerintah. Penangkapan massal, penganiayaan, dan bahkan kasus-kasus penghilangan paksa telah dilaporkan oleh berbagai organisasi hak asasi manusia. Situasi ini menciptakan iklim ketakutan yang sangat menyulitkan gerakan pro-demokrasi untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kurangnya Dukungan Internasional: Apa yang Salah? Meski situasi di Eswatini mendapat perhatian dari komunitas internasional, dukungan yang kuat dan berkelanjutan dari negara-negara dan organisasi internasional masih kurang. Banyak negara Afrika dan Barat telah mengeluarkan pernyataan kecaman terhadap tindakan represif pemerintah Eswatini, tetapi langkah-langkah nyata yang diperlukan untuk memberikan tekanan kepada Raja Mswati III masih belum terlihat. Beberapa pengamat berpendapat bahwa kurangnya kepentingan strategis Eswatini di kancah internasional menjadi salah satu alasan mengapa negara ini tidak mendapat perhatian yang cukup dari dunia internasional. Eswatini tidak memiliki sumber daya alam yang signifikan atau pengaruh geopolitik yang besar, sehingga negara-negara besar mungkin merasa tidak perlu terlibat secara mendalam dalam urusan internal Eswatini. Akibatnya, rezim Mswati terus bertahan tanpa tekanan yang berarti dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
Fragmentasi Gerakan Pro-Demokrasi: Solidaritas yang Terpecah Gerakan pro-demokrasi di Eswatini juga mengalami masalah internal yang signifikan, terutama dalam hal solidaritas dan kesatuan visi. Berbagai kelompok yang memperjuangkan demokrasi sering kali terpecah oleh perbedaan ideologi, strategi, dan tujuan akhir. Ketidakmampuan untuk menyatukan tujuan dan menyusun rencana aksi yang kohesif membuat gerakan ini kurang efektif dalam menghadapi monarki yang kuat. Beberapa kelompok lebih fokus pada reformasi bertahap, sementara yang lain menuntut perubahan radikal yang mencakup penghapusan total monarki. Perbedaan pandangan ini sering kali menyebabkan konflik internal yang menghambat kemampuan gerakan untuk menarik dukungan dari masyarakat yang lebih luas. Tanpa kepemimpinan yang jelas dan strategi yang bersatu, gerakan pro-demokrasi Eswatini terus berada dalam keadaan lemah dan terpecah.
ADVERTISEMENT
Kondisi Ekonomi: Kemiskinan sebagai Hambatan Demokrasi Faktor ekonomi juga memainkan peran besar dalam menghambat proses demokratisasi di Eswatini. Negara ini menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi, dengan sebagian besar penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Pengangguran dan ketidakpastian ekonomi membuat banyak warga Eswatini lebih fokus pada upaya memenuhi kebutuhan dasar mereka daripada terlibat dalam aktivitas politik. Ketika orang-orang berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keterlibatan dalam gerakan pro-demokrasi sering kali menjadi prioritas kedua. Selain itu, ketergantungan pada bantuan sosial dari pemerintah juga membuat beberapa warga enggan untuk terlibat dalam aktivitas yang dapat dianggap sebagai ancaman terhadap rezim yang berkuasa. Dalam konteks ini, kondisi ekonomi yang sulit berperan sebagai alat kontrol sosial yang efektif bagi monarki.
ADVERTISEMENT
Kaum Buruh: Di Persimpangan Politik dan Ekonomi Salah satu elemen yang sering dibahas dalam konteks gagalnya demokratisasi di Eswatini adalah peran kaum buruh. Serikat buruh di Eswatini secara historis telah menjadi salah satu kekuatan yang signifikan dalam memperjuangkan hak-hak pekerja dan reformasi politik. Namun, seperti halnya gerakan pro-demokrasi secara keseluruhan, serikat buruh di negara ini juga mengalami masalah solidaritas internal. Beberapa pengamat berpendapat bahwa ketidakmampuan kaum buruh untuk bersatu dengan gerakan pro-demokrasi yang lebih luas telah menjadi salah satu penyebab lambatnya proses demokratisasi. Ketika serikat buruh lebih fokus pada isu-isu spesifik yang berkaitan dengan kondisi kerja dan upah, dan kurang terlibat dalam perjuangan politik yang lebih besar, hal ini mengurangi kekuatan kolektif yang bisa digunakan untuk menekan pemerintah. Di sisi lain, ada juga pandangan bahwa serikat buruh dan gerakan pro-demokrasi memang memiliki kepentingan yang berbeda, dan tidak adil untuk sepenuhnya menyalahkan kaum buruh atas gagalnya demokratisasi. Dalam banyak kasus, pekerja berada dalam posisi yang sulit, di mana mereka harus memilih antara mempertahankan mata pencaharian mereka atau berpartisipasi dalam aksi politik yang bisa membahayakan hidup mereka.
Photo : The New Humanitarian
Tantangan Menuju Demokrasi di Eswatini Gagalnya demokratisasi di Eswatini bukanlah hasil dari satu faktor tunggal, melainkan kombinasi kompleks dari berbagai tantangan yang dihadapi negara ini. Rezim otoriter yang represif, kurangnya dukungan internasional, fragmentasi gerakan pro-demokrasi, kondisi ekonomi yang sulit, dan peran kaum buruh semuanya berkontribusi pada situasi ini. Meski tantangan ini besar, upaya untuk mendorong perubahan terus berlangsung, dengan harapan bahwa suatu hari Eswatini akan bisa menikmati kebebasan dan keadilan yang telah lama didambakan oleh banyak warganya.
ADVERTISEMENT