Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Polemik di Balik Perkembangan AI yang Tidak Terkendali
30 Juni 2024 9:38 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Ridhwan Hanafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan AI saat ini mengalami percepatan yang tidak terkendali dan hal ini menimbulkan disrupsi di berbagai kalangan masyarakat terutama mereka yang bekerja di bidang desain grafis. Mereka merasa khawatir dan terancam dengan mudahnya akses terhadap teknologi AI oleh masyarakat umum. Akibatnya, permintaan terhadap jasa desain grafis menurun, menyebabkan penurunan pendapatan bagi para pekerja di industri tersebut.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. AI telah menunjukkan kemampuannya dalam menghasilkan karya-karya yang sebelumnya dianggap membutuhkan sentuhan kreatif manusia. Misalnya, dalam bidang desain grafis, AI mampu membuat logo, ilustrasi, bahkan desain iklan dengan efisiensi yang tinggi dan biaya yang rendah. Selain itu, AI juga dapat mempelajari preferensi estetika dan tren masyarakat dengan cepat, sehingga hasil yang dihasilkan sering kali sesuai dengan selera masyarakat saat ini.
Jika dilihat dari aspek produksi, perkembangan teknologi akan mendukung perubahan-perubahan di sektor industri kreatif, dan yang banyak diprediksi membawa perubahan masif ialah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Sejumlah kemampuan yang dimiliki AI ditengarai akan mendisrupsi sektor industri kreatif, seperti generative AI, machine learning, dan natural language processing (NLP). Dalam beberapa tahun terakhir, Teknik AI semakin terdiversifikasi dan tersedia secara luas sehingga membuat AI menjadi alat populer dalam menciptakan produk kreatif, terlebih lagi perpustakaan algoritma dan pemrograman kini dapat diakses secara gratis dan bersifat open source.
Apakah benar AI benar-benar bisa menggantikan manusia?
ADVERTISEMENT
Dalam industri film, AI berperan di setiap tahap, mulai dari pemilihan aktor, komposisi musik, pengeditan film, hingga promosi. Dengan penerapan generative networks, AI juga digunakan untuk menghasilkan visual dan membantu penulisan naskah. Contoh pemanfaatan AI di industri film adalah Cinelytic, sebuah software yang dapat memperkirakan nilai box office sebuah film berdasarkan aktor utamanya. Contoh lainnya adalah ScriptBook, yang menawarkan fitur-fitur seperti analisis naskah film, automasi pembuatan cerita, dan validasi konten yang semuanya berbasis AI.
Beberapa pihak menilai kemampuan tersebut membawa peluang sekaligus tantangan besar bagi industri kreatif. Peluang utamanya adalah menyangkut automasi dan efisiensi produksi. AI dapat digunakan untuk otomatisasi sebagian besar proses produksi dalam industri kreatif, seperti desain grafis dan animasi, yang dapat meningkatkan efisiensi, kecepatan produksi, hingga menekan biaya produksi. Bahkan, generative AI mampu membantu membuat konten berupa gambar, musik, teks, dan video tanpa perlu campur tangan dari manusia secara langsung. Risiko dan tantangannya adalah pada kebaruan kreasi. Generative AI yang harganya semakin murah dan mudah untuk menghasilkan sebuah konten dinilai berisiko karena disinyalir akan membuat inovasi dan seni menurun dari waktu ke waktu. Kreator berbakat pun mungkin akan meninggalkan industri kreatif kemudian, yang juga menyebabkan kelangkaan ide-ide baru dan karya autentik manusia.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pandangan menyatakan bahwa kemampuan AI untuk memproduksi konten kreatif akan mendisrupsi dan bahkan menghapus sejumlah pekerjaan di sektor ekonomi kreatif. Di saat bersamaan, pandangan lain justru menekankan pentingnya AI yang dinilai mampu mengubah lanskap industri menjadi lebih inklusif. AI mendemokratisasi industri kreatif dan memberi lebih banyak orang kesempatan untuk membuat ide, karya, dan produk yang kreatif.
Kita harus ingat bahwa kreativitas adalah proses yang kompleks yang melibatkan emosi, pengalaman pribadi, dan intuisi, yang sulit ditiru oleh AI. Ini mencakup kemampuan untuk menafsirkan dunia secara unik, merespon dengan sensitivitas terhadap konteks dan budaya, serta menggabungkan elemen-elemen yang tampaknya bertentangan menjadi sesuatu yang baru dan orisinal.
Dengan demikian, AI dapat menjadi sekutu yang kuat dalam menciptakan karya-karya yang lebih inovatif dan berkualitas tinggi. Jangan jadikan AI sebagai tantangan, akan tetapi jadikan AI sebagai alat yang dapat meningkatkan produktivitas dan memperluas cakupan kreativitas manusia. Dengan berkolaborasi, manusia dan AI dapat saling melengkapi satu sama lain, menghasilkan karya-karya yang lebih beragam, menarik, dan sesuai dengan kebutuhan pasar dan masyarakat. Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, kita sebaiknya melihatnya sebagai peluang untuk mengembangkan potensi kita dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan baru.
ADVERTISEMENT