Sepenggal Kisah dari Kafe yang Memperkerjakan Difabel

Muhammad Ridwan Tri Wibowo
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2022.
Konten dari Pengguna
26 Mei 2023 18:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ridwan Tri Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: foto pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: foto pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penyandang disabilitas sering kali dianggap tidak produktif dalam bekerja sehingga kesempatan mereka untuk mendapat kerja minim. Tapi beda halnya di Sunyi Coffee karena disabilitaslah yang bekerja di sana.
ADVERTISEMENT
JAKARTA - Tujuh tahun lalu, pemerintah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Dalam Pasal 45 UU Nomor 8 Tahun 2016 menyebutkan, ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembangan karier yang adil tanpa diskriminasi kepada penyandang disabilitas”.
Namun, terjadi hambatan dalam mengimplementasi kebijakan tersebut, yaitu adanya stigma bahwa penyandang disabilitas termasuk dalam kelompok yang tidak sehat. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan, ”Sehat adalah kesehatan baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis." Penyandang disabilitas dianggap tidak mampu berdiri sendiri dalam melakukan proses interaksi sosial dan tidak mampu berkontribusi baik dalam dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian yang berjudul Employment Governance for People with Disabilities: Comparative Study Between Indonesia and Malaysia, menyatakan bahwa penyandang disabilitas di negara Indonesia dan Malaysia masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 2021, mencatat jumlah pekerja penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 7,04 juta orang atau 5,37 persen dari total penduduk yang bekerja. Angka ini turun dibanding tahun 2020 di mana jumlah pekerja penyandang disabilitas mencapai 7,67 juta orang atau 5,9 persen dari total penduduk yang bekerja. Hal ini menunjukkan minimnya disabilitas diserap ke dunia kerja.
Sumber: foto pribadi
Namun di tengah keramaian jalan Barito 1, Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan berdiri sebuah kafe yang memperkerjakan penyandang disabilitas tuna rungu (teman tuli) sebagai pelayannya.
ADVERTISEMENT
Kafe tersebut bernama Sunyi Coffee dan sudah memiliki empat cabang. Kafe yang terletak di jalan Barito 1, Jakarta Selatan merupakan cabang terbaru dari sebelumnya di Fatmawati (sudah tutup), Alam Sutera, Bekasi, dan Yogyakarta.
Kata ’sunyi’ pun diambil karena interaksi yang terjadi di kafe ini dilakukan tanpa suara. Manajer projek, Tami mengatakan pelayan yang bekerja di Sunyi Coffee ada yang memiliki masalah pendengaran dan ada yang tidak bisa mendengarkan sama sekali.
Kafe ini pun menyarankan agar pelanggan menggunakan bahasa isyarat dan gestur tubuh untuk berkomunkasi dengan pelayannya. Bagi pelanggan yang belum bisa berbahasa isyarat, pelanggan bisa melihat selembaran huruf-huruf bahasa isyarat yang diletakkan di dekat meja kasir ketika memesan menu.
ADVERTISEMENT
Selain mempekerjakan teman tuli, Sunyi Coffee juga pernah memperkerjakan penyandang disabilitas lainnya. Tami menuturkan, konsep awal Sunyi Coffee sebenarnya tidak khusus untuk teman tuli saja. Dahulu Sunyi Coffee juga mempunyai satu pelayan tunanetra dan dua tunadaksa
”Waktu itu ada si Agnes Amputy, jadi tangan kirinya ga ada,” tutur Tami sambil meraba-raba ingatannya.
Melalui Sunyi Coffee, direktur utama, Mario ingin menghapus stigma negatif terhadap teman tuli yang tidak bisa produktif dalam bekerja. Hal tersebut dibenarkan oleh Tami, Sunyi Coffee berdiri karena pengalaman Mario. Ia menuturkan, Mario sudah bergaul dan berkegiatan di lapangan dengan teman tuli sebelumnya.
Ketika ditanya apakah Mario dahulu aktivis kemanusiaan, Tami menjawab kalau Mario bukanlah aktivis kemanusiaan. Ia memaparkan bahwa hadrirnya Sunyi Coffee bukanlah untuk membantu, tapi sebagai bukti untuk masyarakat kalau teman tuli bisa bekerja secara profesional.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya, visi kami kan, kita itu mau jadi bukti bahwa disabilitas itu bisa bekerja profesional, setara ya, kan,” ucap Tami.
Abel (21), barista Sunyi Coffee yang belum bekerja sama sekali sebelumnya. Menurutnya akses untuk mendapatkan pekerjaan bagi penyandang disabilitas masih sulit. Ia menganggur hampir selama setahun setelah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 41 Jakarta tahun 2021.
Beberapa bulan setelah lulus ia mendapatkan info lowongan kerja Sunyi Coffee dari temannya. Lalu ia mengirim Curriculum Vitae (CV) ke email Sunyi Coffee beberapa hari kemudian, ia dipanggil untuk interview, tapi dinyatakan tidak lolos. Namun setelah satu bulan lebih, ia mendapatkan panggilan WhatsApp untuk bekerja di Sunyi Coffee dan langsung ia terima.
ADVERTISEMENT
Setelah diterima bekerja di kafe ini, ia berharap agar hidupnya menjadi lebih baik untuk ke depannya. Ia merasa penyandang disabilitas juga mempunyai kesempatan, keterampilan, dan kemampuan yang sama dengan orang normal.
Senasib dengan Abel, barista Sunyi Coffee, Kamilah (22), juga belum belum pernah bekerja sama sekali sebelumnya. Ia sempat menganggur selama enam bulan setelah lulus dari Sekolah Luar Biasa (SLB) B Pangudi Luhur, Jakarta Barat tahun 2022.
Selama menganggur ia memiliki ketakutan masa depannya akan tidak lancar. Melihat orang-orang yang sudah bekerja hanya membuat dirinya merasa tidak berguna.
Kamilah pernah melamar pekerjaan di Starbucks Tata Puri, Jakarta Pusat. Namun setelah interview, ia tidak mendapatkan kabar diterima kerja. Kemudian ia mengirim CV ke email Sunyi Coffee. Ia dipanggil interview dan disuruh menunggu kabar berikutnya. Setelah menunggu selama dua minggu, ia mendapatkan kabar diterima untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
Kamilah yang memiliki hobi memasak merasa senang diterima kerja di kafe ini. Ia menganggap, bekerja di kafe ini adalah pencapaian terbaik dalam hidupnya. Berprofesi sebagai barista membuatnya merasa dekat dengan cita-citanya menjadi juru masak.
Lalu, ia juga mendapatkan senior yang baik di tempat kerja, hal ini menumbuhkan semangat gairah bekerja di kafe ini. Ia juga berharap semoga bisa lebih fokus menghadapi perubahan dan tantangan kerja untuk ke depannya.
”Berpikir positif dan hidup dengan damai,” tukas Kamilah.