Konten dari Pengguna

Efek Trauma pada Kepribadian: Bagaimana Masa Lalu Membentuk Siapa Kita

Muhammad Rivarrel
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12 November 2024 21:29 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rivarrel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.freepik.com/free-vector/social-anxiety-concept-illustration_10385326.htm#fromView=search&page=2&position=2&uuid=7be83ee8-4a83-4279-a0cb-da41cb2c023e
zoom-in-whitePerbesar
https://www.freepik.com/free-vector/social-anxiety-concept-illustration_10385326.htm#fromView=search&page=2&position=2&uuid=7be83ee8-4a83-4279-a0cb-da41cb2c023e
ADVERTISEMENT
Trauma adalah pengalaman yang sangat menyakitkan atau mengganggu secara emosional dan dapat berdampak dalam waktu lama, sering kali memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk kepribadian. Trauma, baik yang terjadi pada masa kanak-kanak maupun dewasa, dapat membentuk pola pikir, cara merespons emosi, serta bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Trauma masa kanak-kanak memiliki dampak yang luas dan serius terhadap kesejahteraan individu sepanjang hidup mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa pengalaman seperti penganiayaan, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan contoh nyata dari trauma masa kanak-kanak (Chiasson et al., 2021; Thoma et al., 2021). Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana trauma dapat memengaruhi kepribadian dan bagaimana pemulihan yang sehat bisa dicapai. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi lebih dalam bagaimana trauma memengaruhi kepribadian dan bagaimana pemulihan bisa dilakukan.
ADVERTISEMENT

1. Trauma dan Perkembangan Kepribadian

Trauma datang dalam berbagai bentuk—dari pelecehan fisik dan emosional, hingga pengalaman hidup yang tiba-tiba dan mengganggu, seperti kehilangan orang yang dicintai atau mengalami bencana alam. Ketika seseorang mengalami trauma, otak meresponsnya dengan mengembangkan mekanisme bertahan yang memungkinkan individu tersebut untuk tetap berfungsi di tengah pengalaman yang mengancam. Mekanisme bertahan ini bisa berdampak besar pada kepribadian. Misalnya, trauma yang dialami di lingkungan yang berbahaya sering kali menyebabkan seseorang menjadi lebih waspada dan defensif. Mereka mungkin cenderung menilai situasi sebagai ancaman, bahkan ketika sebenarnya tidak ada bahaya. Sifat ini menjadi bagian dari kepribadian mereka, di mana mereka lebih sulit rileks dan sering kali berada dalam kondisi tegang atau gelisah.
Dikutip dari Kompasiana.com; Trauma masa kecil dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian individu dengan cara yang signifikan. Nurhayati dan Setyani Nurhayati & Setyani (2021) menunjukkan bahwa trauma yang dialami pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi struktur otak dan berkontribusi pada perilaku agresif di kemudian hari Selain itu, trauma dapat memunculkan pola kepribadian yang lebih tertutup dan sulit mengungkapkan emosi. Hal ini bisa disebabkan oleh upaya otak untuk menghindari rasa sakit lebih lanjut dengan tidak terlalu terikat secara emosional pada orang lain atau situasi. Hal ini mungkin terasa sebagai mekanisme perlindungan, tetapi dalam jangka panjang, hal tersebut dapat memengaruhi hubungan sosial seseorang dan membuat mereka sulit merasa terhubung dengan orang lain.
ADVERTISEMENT

2. Trauma Masa Kecil dan Dampaknya pada Dewasa

Masa kecil adalah waktu penting bagi perkembangan kepribadian. Trauma yang terjadi pada masa ini, seperti kekerasan rumah tangga, pelecehan, atau penelantaran, dapat meninggalkan dampak yang mendalam dan bertahan hingga dewasa. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak aman mungkin cenderung mengembangkan kecemasan tinggi atau kesulitan mempercayai orang lain. Mereka bisa tumbuh menjadi individu yang sangat tertutup atau sangat waspada terhadap lingkungan, karena ketakutan akan mengalami rasa sakit serupa di masa depan.
https://www.freepik.com/free-vector/hand-drawn-people-with-mental-health-problems_16635811.htm#fromView=search&page=2&position=6&uuid=7be83ee8-4a83-4279-a0cb-da41cb2c023e
Dilansir dari Halodoc.com; Dampak psikologis dari trauma masa kecil pada orang dewasa terpapar trauma kompleks bahkan mungkin menjadi terasing. Ini melibatkan pemisahan diri dari pengalaman secara mental. Mereka mungkin membayangkan bahwa mereka berada di luar tubuh mereka dan menontonnya dari tempat lain, yang mengakibatkan kesenjangan ingatan. Trauma masa kecil karena pelecehan dan kekerasan juga dapat menimbulkan masalah pengendalian amarah, depresi, tekanan emosional, tingkat stres yang tinggi, gangguan stres pasca-trauma (PTSD), gangguan psikotik, bahkan sampai meningkatkan risiko upaya bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Selain itu, trauma masa kecil sering kali membentuk pandangan anak terhadap diri mereka sendiri. Anak-anak yang mengalami kekerasan atau diabaikan mungkin menginternalisasi pesan bahwa mereka tidak layak untuk dicintai atau dihargai. Pandangan ini dapat tumbuh menjadi rasa rendah diri yang mendalam yang sulit diubah seiring bertambahnya usia. Mereka bisa menjadi individu yang terlalu kritis terhadap diri sendiri atau memiliki ketakutan berlebihan terhadap penolakan, yang pada akhirnya membatasi potensi mereka dalam kehidupan.
Di sisi lain, beberapa anak yang mengalami trauma bisa mengembangkan sifat-sifat resilien atau tangguh, di mana mereka terbiasa mengatasi kesulitan secara mandiri dan menjadi lebih kuat. Namun, mereka sering kali juga menahan perasaan atau enggan meminta bantuan, karena merasa perlu mengandalkan diri sendiri sebagai bentuk pertahanan.
ADVERTISEMENT

3. Pengaruh Trauma terhadap Perilaku dan Emosi

Trauma yang tidak ditangani dengan baik dapat menciptakan perubahan signifikan dalam cara seseorang mengelola emosi dan berperilaku. Misalnya, trauma dapat menyebabkan seseorang memiliki respons emosional yang berlebihan atau tidak sesuai dengan situasi. Hal ini terjadi karena trauma sering kali “memprogram ulang” sistem limbik, bagian otak yang mengatur respons emosional. Otak yang terus-menerus berada dalam mode siaga tinggi akan bereaksi berlebihan terhadap situasi yang bahkan sedikit memicu ingatan akan trauma. Selain itu, trauma juga dapat mengubah cara seseorang berinteraksi secara sosial. Mereka mungkin menjadi lebih cenderung menarik diri, menghindari hubungan dekat, atau bahkan mengalami kesulitan dalam membangun kepercayaan pada orang lain. Sering kali, orang-orang dengan trauma sosial merasa cemas atau takut kehilangan orang-orang di sekitar mereka, sehingga menjadi sangat protektif atau posesif. Pola ini bisa menjadi penghalang dalam menciptakan hubungan yang sehat dan membuat mereka merasa kesepian atau terisolasi.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, seseorang yang pernah dikhianati atau disakiti mungkin akan lebih tertutup atau mencurigai orang lain. Mereka juga bisa menghindari situasi-situasi yang mungkin memunculkan rasa sakit serupa, seperti menjalin hubungan yang dalam atau berbagi perasaan. Namun, ini bisa membuat mereka merasa terputus dari orang-orang di sekitar mereka dan memperburuk efek dari trauma tersebut.

4. Memulihkan Diri dan Mengembalikan Kendali Kepribadian

Pemulihan dari trauma adalah perjalanan panjang yang memerlukan waktu dan usaha. Terapi, baik terapi perilaku kognitif (CBT), terapi EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing), maupun terapi eksposur, telah terbukti sangat membantu dalam mengatasi trauma. Terapi memungkinkan individu untuk mengidentifikasi dan menghadapi pola pikir negatif atau reaksi emosional yang disebabkan oleh trauma, serta belajar untuk mengubahnya. Dukungan dari lingkungan sekitar juga sangat penting dalam proses pemulihan. Keluarga, teman, dan konselor yang memahami pengalaman trauma bisa membantu individu merasa aman dan didukung. Dengan adanya dukungan, mereka lebih mungkin untuk mempercayai orang lain lagi dan berani mencoba hal-hal baru tanpa merasa terlalu cemas atau terancam. Lingkungan yang mendukung memungkinkan seseorang untuk mulai mengubah pola-pola lama dan mengembangkan cara-cara baru dalam menghadapi tantangan.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, proses pemulihan bertujuan untuk membantu individu memahami bahwa trauma adalah bagian dari pengalaman hidup, namun bukan satu-satunya hal yang mendefinisikan mereka. Melalui terapi, dukungan, dan kesadaran diri, orang dapat membangun kembali kepribadian yang lebih sehat, penuh kasih sayang pada diri sendiri, serta lebih terbuka terhadap hubungan yang positif. Meski butuh waktu, setiap langkah menuju pemahaman diri dan pembebasan dari trauma adalah pencapaian yang berarti dalam perjalanan menuju kepribadian yang utuh dan bahagia.