Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Memantaskan Diri untuk Lingkungan Baru
22 Oktober 2022 21:06 WIB
Tulisan dari Muhammad Rizal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pernahkah anda merasakan berada dalam suatu lingkungan baru, dimana anda merasa yang paling bodoh di dalamnya?
ADVERTISEMENT
Perasaan seperti itu, pernah saya rasakan waktu pertama kali dimutasi oleh perusahaan tempat saya bekerja ke kota Pontianak, Kalimantan Barat. Perasaan saya terasa hampa dan khawatir saat pertama kali mendarat di bandara Supadio, Pontianak. Saya merasa kebingungan dan khawatir, karena saat itu baru pertama kali mengunjungi kota Pontianak dan tidak mempunyai kenalan atau teman yang bisa saya jadikan tempat bertanya.
Perasaan khawatir dan was-was semakin terasa saat saya memasuki kantor saya yang baru. Semua terasa asing bagi saya dan kepercayaan diri menurun drastis. Apalagi saat pertama kali melaporkan diri kepada atasan baru dan diperkenalkan dengan rekan kerja saya walaupun jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar sepuluh orang.
Posisi saya saat itu adalah staf level bawah sebagai Junior Account Sales dan tergolong karyawan dengan masa kerja kurang dari dua tahun di perusahaan. Saya merasa diremehkan oleh semua orang di ruangan kantor saya yang bergerak di bidang telekomunikasi.
ADVERTISEMENT
Semua hal tersebut menyebabkan saya merasa bodoh dan tidak tahu mau berbuat apa untuk memberikan kontribusi bagi unit tempat saya bekerja.
Merasa bodoh di lingkungan yang asing adalah suatu hal yang lumrah. Apalagi di lingkungan yang lama, kita sudah merasakan suasana yang nyaman atau dikenal dalam istilah comfort zone. Comfort zone pada hakikatnya sangat berbahaya bagi diri kita. Menurut pendapat saya, itu tergantung dari tujuan jangka pendek atau jangka panjang kita. Untuk tujuan jangka pendek, comfort zone sangat berguna sebagai katalisator pencapaian kita. Tetapi, untuk jangka panjang, comfort zone sangat berbahaya karena akan membuat kita lalai untuk melakukan pengembangan kemampuan diri.
Menjadi bijaksana dalam kesulitan hidup, termasuk menghadapi lingkungan yang asing, sangat diperlukan. Makna bijaksana adalah pandai, cermat serta teliti ketika menghadapi kesulitan, kecemasan dan lain sebagainya. Tindakan atau respon kita terhadap sebuah masalah akan menunjukkan tingkat bijaksana kita (wisdom).
ADVERTISEMENT
Salah satu ukuran terhadap tindakan yang bijaksana, bahwa tindakan tersebut, akan bisa menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru, seperti semboyan dari Pegadaian, menyelesaikan masalah tanpa masalah.
Tindakan hanyalah output dari respon kita, tetapi yang lebih penting dalam kata bijaksana adalah mental, attitude dan pola pikir.
Berada dalam lingkungan yang baru, perlu kita respon secara bijaksana. Hal ini sangat penting, agar kita tidak terjebak dalam suasana yang tidak kondusif dan mengakibatkan kita tidak bisa mengembangkan potensi diri kita. Setiap kesulitan, apabila kita bisa mengatasinya dengan sebuah sikap yang positif, akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan terkait dengan kondisi tersebut dan sangat membantu saya melewati masa-masa sulit saat dimutasi oleh perusahaan pertama kalinya.
ADVERTISEMENT
Pertama adalah ikhlas. Tahap pertama dalam ikhlas adalah menerima. Kita harus menerima kondisi yang kita hadapi sebagai sebuah jalan hidup yang telah ditetapkan untuk kita. Jangan ada perasaan menyesal, apalagi mempertanyakan alasannya. Kondisi yang kita hadapi saat ini, kita terima dulu dengan baik tanpa ada unsur penolakan dari dalam diri kita. Everything happens for a reason, ini yang perlu kita tanamkan baik-baik dalam diri kita. Hal inilah yang menjadi pondasi di diri kita agar apa yang kita lakukan selanjutnya bisa berjalan dengan baik.
Kedua adalah stop overthinking. Hentikan pikiran-pikiran negatif yang ada di dalam otak kita. Fokuslah terhadap apa yang akan kita lakukan, bukan malah berpikir apa yang akan terjadi. Fokuslah terhadap diri sendiri, bukan malah sibuk membandingkan diri kita dengan orang lain. Kompetisi yang sesungguhnya adalah dengan diri sendiri bukan dengan orang lain. Me against me, adalah pola pikir yang perlu ditanamkan dalam diri kita. Kita harus menjadi orang yang lebih baik dibandingkan dengan diri kita sebelumnya. Jangan menjadikan orang lain sebagai standar. Jadikan diri kita yang sebelumnya sebagai standar. Diri kita saat ini, harus lebih baik dibandingan diri kita sebelumnya. Bukankah puncak tertinggi dari proses pendewasaan diri adalah kemampuan melawan diri sendiri?
ADVERTISEMENT
Ketiga adalah belajar. Belajar dalam hal ini tidak hanya belajar formal saja. Belajar hal-hal teknis yang berkaitan dengan knowledge sama pentingnya dengan belajar meningkatkan hal-hal yang sifatnya non teknis atau kompetensi. Knowledge dan kompetensi kita harus ditingkatkan. Banyak cara yang bisa kita lakukan, misalnya dengan banyak membaca, mengambil short term course, banyak diskusi, dan lain sebagainya. Intinya, literasi kita harus banyak, sehingga tingkat percaya diri kita bisa meningkat dalam interaksi-interaksi yang terjadi di lingkungan yang baru.
Keempat adalah bergaul. Terkadang, apabila kita berada di lingkungan yang baru, kita sulit meleburkan diri di lingkungan baru dan interaksi kita kembali lagi ke lingkungan yang lama. Berinteraksi dengan lingkungan lama, bukannya tidak penting, tetapi ini hanya masalah prioritas. Lingkungan yang baru adalah prioritas pertama yang harus kita sikapi. Ini juga tergantung dari kemampuan adaptasi diri kita. Semakin cepat kita beradaptasi terhadap lingkungan yang baru, akan semakin cepat kita akan merasa diterima di lingkungan baru tersebut.
ADVERTISEMENT
Yang terakhir adalah berdoa. Perbanyaklah berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing. Yakinlah bahwa segala sesuatunya tidak akan terjadi apabila Tuhan tidak berkehendak. Tugas kita adalah berusaha dan biarkan sisanya ditentukan oleh Tuhan. Apa yang telah ditentukan tuhan untuk kita pasti itulah yang terbaik. Tuhan kita yang paling tahu apa yang kita perlukan. Jangan merasa paling tahu apa yang terbaik buat diri kita.
Dari semua hal tersebut di atas, terdapat benang merah yang menjadi tujuan utamanya. Tujuannya adalah memantaskan diri kita untuk lingkungan yang baru. Jadikan sebuah masalah sebagai motivasi menjadi pribadi yang lebih baik tanpa menghilangkan nilai atau karakter diri kita. Kita tidak perlu menjadi orang lain, tetapi jadilah diri sendiri yang lebik baik dari sebelumnya.
ADVERTISEMENT