Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ultimatum Propaganda Komputasional Jelang Pemilu 2024
14 Januari 2023 14:23 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari MUHAMMAD RIZQI HILMIY tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dengan terus berkembangnya teknologi informasi memberikan banyak perubahan dan dampak pada tatanan kehidupan global. Teknologi informasi berkembang dengan pesat sebagai media komunikasi sosial yang melahirkan platform sosial media yang mana menyediakan penggunanya untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi tanpa mengenal perbedaan waktu dan jarak.
ADVERTISEMENT
Ibarat pedang bermata dua, perkembangan teknologi informasi dapat berimplikasi positif dengan membuat hidup manusia lebih dinamis namun juga dapat berimplikasi negatif dengan menimbulkan masalah baru. Media sosial menyumbang polarisasi dan mengembangkan praktik propaganda baru untuk membentuk opini publik dan rekayasa sosial.
Propaganda komputasional adalah proses agenda setting yang memanfaatkan media sosial dan berbasis algoritma yang terakurasi serta dengan sengaja menyebarkan informasi menyesatkan untuk membentuk perilaku politik tertentu.
Sasaran propaganda tersebut tak lain adalah pengguna sosial media itu sendiri. Semakin banyak pengguna sosial media maka semakin banyak pula audiens yang menerima pesan propaganda yang berdampak pada manipulasi opini publik.
Algoritma yang terkurasi di sosial media digunakan untuk menyaring informasi yang paling relevan berdasarkan minat penggunanya. Alih-alih untuk memudahkan penggunanya dalam penyediaan informasi, algoritma ini justru dapat menjerumuskan penggunanya pada kelompok dialog yang eksklusif dan fanatik.
ADVERTISEMENT
Pengguna akan terpapar informasi yang hanya diharapkan muncul oleh sosial medianya di mana fenomena tersebut menciptakan filter bubble dan echo chamber yang dimanfaatkan pelaku propaganda komputasional. Otomatisasi dan AI juga turut berperan dalam mengendalikan bot propaganda politik lalu menggiring opini ke sosial media.
Menjelang pemilu 2024, dapat dipastikan propaganda komputasional akan kembali terjadi. Tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan. Sebab, akan berdampak pada stabilitas nasional dengan hadirnya berita hoax, fitnah di masyarakat dan mempengaruhi disinformasi yang dapat memicu perpecahan.
Pemilu merupakan pesta demokrasi terbesar di Indonesia yang rentan terhadap gesekan sentimental terhadap perbedaan opini dan tujuan yang membelah dua kubu. Kenapa? Karena terdapat polarisasi propaganda komputasional.
Media sosial menjadi ruang siber yang digunakan untuk tempat “perang opini” antar saudara yang memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, media sosial menjadi instrumen yang penting untuk menjalankan propaganda komputasional karena kemudahan akses, kecepatan dan berdampak luas ke tatanan masyarakat dari tingkat terendah hingga tertinggi.
ADVERTISEMENT
Fenomena propaganda komputasional telah terjadi di berbagai negara. Seperti yang pernah terjadi pada Pemilu Amerika Serikat 2016 lalu, di mana kemenangan Donald Trump pasca mengalahkan Hillary Clinton salah satunya disebabkan oleh propaganda komputasional.
Tak hanya itu, bahkan di Indonesia pun pernah terjadi pada tahun 2019. Di mana yang pernah ditelusuri oleh Drone Emprit sebagai instrumen pelacakan percakapan media sosial yang dikembangkan oleh Media Karnels yaitu Cebong Kampret.
Cebong Kampret menjadi fenomena yang trending di Twitter. Cebong diartikan sebagai bentuk dukungan kepada Presiden Joko Widodo sedangkan Kampret merujuk pada pendukung Prabowo sehingga istilah ini dipakai untuk memonopoli klaster Pro Jokowi dan klaster kontra.
Bahkan tagar #HaramPilihPemimpinIngkarJanji dan #TerbuktiDustaJadiPetaka menjadi trending topik saat itu yang menimbulkan sentimental dan sikap intoleran terhadap keberagaman. Kejadian tersebut memperlihatkan bagaimana propaganda komputasional mempengaruhi opini publik karena publik memiliki kecenderungan untuk memilih pesan yang menurut mereka adalah pesan yang sesuai dengan pilihan mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Opini publik nantinya akan terbelah ada yang menguatkan dan mendukung propagandis dan ada yang melakukan counter propaganda. Sehingga terjadi perpecahan pada publik karena saling menguatkan opini nya masing-masing yang merupakan tujuan dari propaganda komputasional itu sendiri.
Tidak hanya dapat mengganggu stabilitas negara, propaganda komputasional dapat melahirkan pemimpin-pemimpin populis. Oleh karena itu, untuk melahirkan pemimpin yang hebat dibutuhkan pemilih yang cerdas.
Masyarakat harus memfilter diri dan memastikan bahwa pilihan tersebut tidak salah dengan tidak terpengaruh emosionalnya oleh bot propaganda politik melainkan melalui pikiran dan analisis yang kritis dalam memilih. Upaya preventif yang dapat dilakukan dalam menghadapi propaganda komputasional pada Pemilu 2024 nantinya, dibutuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya nya praktik propaganda komputasional melalui literasi digital.
ADVERTISEMENT
Dengan meningkatkan literasi digital dapat menghindarkan publik dari disinformasi dan tidak dijadikan sebagai sasaran propaganda hitam yang memecah persatuan dan kesatuan bangsa khususnya di ruang siber dan publik tidak larut pada bot propaganda politik yang membuat publik teralinasi dari substansi politik sehat itu sendiri.