Konten dari Pengguna

Menyoal pandemi covid 19 dan solidaritas sosial masyarakat

Muhammad Rofiqi
Mahasiswa Prodi Sosiologi Agama Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta asal Sumenep Madura
22 Juni 2020 11:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rofiqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh
Sampai saat ini di berbagai belahan dunia wabah virus corona atau pandemi covid 19 masih menjadi momok yag menakutkan bagi masyarakat global. Ethan Siegel Ph. D, seorang ahli antrofisika menyebutkan per 6 April 2020 kemarin, virus corona telah memakan korban lebih dari 1,3 juta orang di seluruh dunia, dengan angka kematian 74. 000. Angka tersebut terus bertambah dengan lebih dari 70.000 kasus baru dan 5.000 kematian baru per hari (Siegel, 2020). Corona mampu mengacaukan stabilitas kehidupan manusia. Korban yang masih meninggi, vaksin yang belum ditemukan, ditambah geliat ekonomi makin merosot membikin pemerintah beberapa negara pusing tujuh keliling.
ADVERTISEMENT
Polemik virus corona sebenarnya bukan hanya persoalan kesehatan semata, ia juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Kita tidak bisa menyangkal bahwa virus corona telah menimbulkan kecurigaan, ketegangan, bahkan ketidakpercayaan di tengah masyarakat. Pertumbuhan laju ekonomi saat ini berdasarkan data dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia semakin terpuruk, dengan prediksi tumbuh 2,3%, artinya lebih rendah dari tahun sebelumnya dengan angka 3%. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pun demikian, semakin anjlok dengan Rp. 17.500/ 1 US$ bahkan prediksi terburuk mencapai Rp. 20.000/ 1US$. Salah satu imbas dari kemerosotan ekonomi adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran terhadap karyawan perusahaan, hal ini juga melahirkan kesenjangan ekonomi yang memicu kriminalitas dan konflik sosial.
ADVERTISEMENT
Epidemi virus corona menjadi wabah global salah satunya dikarenakan kurangnya rasa solidaritas dan kerja sama antar negara. Hingga akhirnya wabah yang pertama kali hanya menjangkiti masyarakat Wuhan, menyebar ke berbagai negara bak jamur di musim hujan. Kalimat ini dilontarkan oleh seorang peneliti senior Institut Sosiologi dan Filsafat di Universitas Ljubljana Slavoj Zizek dalam esainya yang berjudul “My Dreams of Wuhan”, dia berasumsi andai saja saat corona menyerang Wuhan masyarkat global solider dan berkolaborasi bahu membahu memberi bantuan pada Wuhan, semisal mengirim tenaga medis dari beberapa negara, atau membantu kekurangan kebutuhan logistik karena lock down, dan seterusnya, pasti penyebaran corona bisa ditekan. Namun yang terjadi sebaliknya, masyarakat global bersikap “setiap negara untuk dirinya sendiri” (Zizek, 2020).
ADVERTISEMENT
Beberapa problematika yang timbul akibat wabah virus corona bisa kita hadapi bersama dengan meningkatkan sikap gotong royong dan soidaritas sosial antar sesama masyarakat. Solidaritas sosial, mengutip tulisan Doyle Paul Johnson dalam bukunya Teori Sosial Klasik dan Modern (1994), merujuk pada suatu hubungan antara individu dan atau kelompok yang berdasar pada moral dan kepercayaan yang dianut bersama, serta pengalaman emosianal yang sama. Ketika masyarakat telah memupuk solidaritas sosial yang akan muncul adalah rasa saling tanggung jawab serta memperhatikan kepentingan sesama.
Sikap solidaritas sosial masyarakat Indonesia di tengah wabah corona penulis lihat mulai terbangun dengan kokoh. Kita bisa melihatnya dari beberapa tindakan masyarakat lokal yang digalakkan bersama untuk menghadapi pandemi, semisal beberapa penjahit yang membuat masker dan dibagikan secara gratis, menyediakan rumah karantina, atau tindakan masyarakat yang menyuplai berbagai sayuran dan bahan makanan bagi sesama yang terdampak pandemi covid 19. Putut EA dalam tulisannya “Corona, Desa, dan Negara” menarasikan bagaimana tindakan solidaritas sosial yang dilakukan beberapa warga desa di Gunung Kidul Yogyakarta. Solidaritas sosial di desa ini luar biasa keren, mereka bukan hanya membantu masyarakat desa Gunung Kidul saja, bahkan beberapa warga disana mengorganisir sumber daya desa untuk disuplai ke Jakarta membantu masyarakat yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Saya tidak bisa membayangkan jika masyarakat bersikap individualis dan enggan menumbuhkan solidaritas sosial di tengan pandemi covid 19. Tuntu saja korban dari wabah virus corona akan lebih besar dari angka saat ini, membanjir bak hujan bulan Juni. Sebagus apapun kebijakan yang dibangun pemerintah dalam usaha memutus penyebaran virus corona, tidak akan pernah paripurna tanpa dibarengi dengan solidaritas sosial antar masyarakat. Solidaritas sosial sampai kapanpun dan dimanapun akan tetap relevan untuk menghadapi persoalan hidup.
Menumbuhkan rasa solidaritas dan kerja sama sangatlah penting dalam menghadapi setiap krisis yang terjadi. Bukan hanya krisis pandemi covid 19 tetapi krisis di masa depan dan lingkup global. Ketika masyarakat saling bekerja sama dalam menghadapi krisis global, misalnya dengan saling berbagi informasi penenganan krisis yang dialami di negara A kepada negara B yang belum mengalami krisis tersebut, tentunya negara B tadi akan melakukan persiapan sebelum kirisis tersebut melanda negerinya. Saat semua negara menghilangkan sikap “setiap negara untuk dirinya sendiri” manusia tidak akan berada dalam kekacauan.
ADVERTISEMENT