Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Fungsi Akad Tabarru dalam Menolong Sesama
28 Juni 2022 14:16 WIB
Tulisan dari Muhammad Sauqi An-nashiro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 26 Maret tahun 2006 atau sekitar 16 tahun yang lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa mengenai kegunaan akad tabarru dalam dunia asuransi syariah. Sebagian dari kita mungkin telah mengetahui bahwa asuransi syariah merupakan sebuah perjanjian untuk mengikatkan diri kepada pihak yang menanggung dengan syarat membayar sejumlah premi, dan dengan menggunakan pola saling menanggung kerugian antara pengelola asuransi dan para peserta asuransi. Akad tabarru ini merupakan salah satu akad yang terdapat dalam asuransi syariah yang memiliki tujuan berbeda dengan akad-akad lainnya, sehingga akan menjadi pembahasan yang cukup menarik untuk dibahas.
ADVERTISEMENT
Dalam Fatwa DSN MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 dijelaskan bahwa akad tabarru adalah akad yang bertujuan untuk membantu sesama peserta asuransi dalam bentuk hibah yang diberikan, dan bukan untuk tujuan komersil. Jadi menurut opini penulis akad tabarru merupakan sebuah akad yang memiliki tujuan hanya untuk membantu sesama peserta asuransi yang tertimpa musibah atau kesulitan selama masih terikat dalam kontrak, tanpa mengharapkan imbalan, dan bukan untuk mencari keuntungan. Contohnya adalah, terdapat seorang peserta asuransi terserang penyakit yang membutuhkan dana yang banyak untuk berobat. Karena nasabah tersebut menggunakan akad tabarru dalam asuransinya, maka pihak asuransi akan memberikan kepadanya sejumlah dana untuk ia berobat.
Adapun sumber dana tersebut berasal dari premi yang disetorkan oleh peserta asuransi yang terkena penyakit dan peserta asuransi lain secara kolektif. Adapun untuk pengelolaan dana tabarru, dikelola oleh pihak asuransi. Agar dana tabarru tersebut tidak habis sekali setelah penggunaan, maka boleh diinvestasikan oleh pihak asuransi (selama tidak bertentangan dengan syariat) dengan catatan bahwa hasil dari investasi tersebut digunakan untuk keperluan tabarru dan bukan hal lainnya, serta merupakan hak bagi peserta asuransi secara kolektif. Lalu bagaimana cara pihak asuransi mendapatkan keuntungan atau pendapatannya? Pihak asuransi berhak untuk mendapatkan bagian dari hasil investasi dana tabarru’ tadi berdasarkan akad bagi hasil yaitu akad mudharabah, musyarakatah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad wakalah bil ujrah.
ADVERTISEMENT
Dalam akad tabarru perlu diketahui dan harus disebutkan oleh pihak asuransi mengenai hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu, cara dan waktu pembayaran premi dan klaim, syarat-syarat lain yang disepakati yang sesuai dengan asuransi yang diakadkan. Jenis-jenis asuransi yang dapat menggunakan akad tabarru adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian, dan reasuransi. Lalu apakah boleh jika seorang peserta asuransi meminta uangnya kembali? Mengutip dari Fatwa DSN-MUI No. 81/DSN-MUI/III/2011, jawabannya adalah boleh dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut : Jika timbul masalah hukum mengenai praktiknya, Masih dalam waktu kontrak, Disetujui oleh para peserta lain secara kolektif, karena premi yang telah disetorkan merupakan hak para peserta asuransi secara kolektif. Jika syarat dan ketentuan tadi telah dipenuhi maka dana tabarru’ yang telah disetorkan dapat dikembalikan sebagian.
ADVERTISEMENT
Menolong sesama merupakan suatu perbuatan yang mulia, dan ada banyak dalil yang menganjurkannya mulai dari hadist hingga firman Allah SWT. Asal hukum muamalah adalah mubah atau boleh-boleh saja selama tidak ada yang mengharamkannya. Sehingga menggunakan akad tabarru dalam asuransi syariah merupakan suatu pilihan untuk menolong sesama dan tidak ada paksaan di dalamnya.