Konten dari Pengguna

Bekal Siang dan Pukul 6 Ku Hilang

Muhammad Savero Ghafiruzzambi
Mahasiswa Teknik Pertanian Unpad | Peserta Rumah Kepemimpinan Regional 2 Bandung
4 Desember 2017 23:39 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Savero Ghafiruzzambi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menjadi Ibu yang efektif dalam mengerjakan tugas. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Menjadi Ibu yang efektif dalam mengerjakan tugas. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Jam menunjukkan pukul 02.00 WIB, suara bising di ruang tengah membangunkanku dari mimpi malam ini. Lontaran kalimat keras dan panik yang kudengar dari keramaian saat itu. Kudengar banyak suara, tak hanya keluarga, Pak Roni tetangga dekat rumahku juga terdengar di antara suara-suara itu.
ADVERTISEMENT
Anehnya mereka membiarkanku terlelap di kamar. Seolah-olah tersirat sebuah kalimat jangan sampai aku tahu, agar semua berjalan baik-baik saja. Lantas kulanjutkan tidur malam ini, sebab pagi ini aku harus mengumpulkan tugas perkalian yang kukerjakan bersama Ibu semalam.
Ada yang aneh, tidak biasanya mentari pagi meyengat tubuhku yang berselimut. Sebelum fajar biasanya Ibu sudah membangunkan, bahkan memarahiku untuk bergegas bersama Ayah pergi ke masjid. Tapi berbeda dengan hari ini, Ia membiarkanku terbaring dalam tumpukan selimut hangat.
Dan benar saja, jam dinding menunjukkan pukul 08.10 WIB. Artinya sudah 40 menit aku telat masuk sekolah. Dan sudah terlewat jauh dari waktu biasanya aku sholat shubuh. Akhirnya kuputuskan untuk menuntaskan kewajibanku, setelah itu kulangkahkan kaki menuju ruang tengah, dengan niat untuk mencari jawaban kenapa hari ini Ibu tidak membangunkanku.
ADVERTISEMENT
Sebelum sampai di ruang tengah ku hampiri kamar Ayah dan Ibu, ternyata tidak ada orang di sana. Begitupun di dapur, gelas dan piring tersusun rapih, memberi isyarat tidak ada aktivitas yang berlangsung. Tiba di ruang tengah, pemandangan yang berbeda terjadi.
Gelas-gelas berserakan, kursi bergeser dari tempatnya, membuka ruang yang luas seolah ada barang besar lewat hingga semua dipinggirkan. Bahkan ada beberapa ponsel genggam yang asing bagiku, dan ini tidak seperti biasanya.
Seketika pintu pagar berbunyi, meneriakkan panggilan “Keenan”, panggilan namaku di keluarga. Mengalihkan pandanganku menuju jendela. Ternyata pamanku yang datang. Ia telah berdiri di depan pintu pagar memanggil namaku untuk mengizinkannya masuk.
Saat kami berjalan masuk nampak ada sesuatu hal yang ingin disampaikan kepadaku, terlihat dari raut wajahnya yang membawa pesan serius dan rasa cemas. Obrolan kami dimulai dengan menanyakan sarapan, sebab pamanku ini tahu sekali kalau aku gemar sarapan pagi dengan roti.
ADVERTISEMENT
Setelah ku lahap hingga habis roti pemberian paman, ia melanjutkan obrolan dengan menceritakan bahwa Ibuku sedang masuk rumah sakit. Sontak membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Obrolan ini menjawab atas pertanyaan-pertanyaanku sejak malam tadi.
Di saat ingin melanjutkan pembicaraan tiba-tiba ponsel genggamnya berbunyi, meminta untuk segera diangkat. Tidak jelas apa yang dibicarakan sebab pamanku hanya mengiyakan lawan bicaranya. Namun ada perbedaan yang terlihat. Air mata mengalir membasahi pipinya. Sebuah tanda kesedihan yang tidak bisa disembunyikan lagi.
Ponsel genggamnya telah dimatikan, melanjutkan pembicaraan denganku. Suaranya tersendat-sendat menyampaikan informasi yang kurang bisa kucerna. Hingga pada sebuah kalimat yang membuatku tak nafsu lagi hidup. Menghancurkan semangat-semangatku, dan membuat pikiranku kosong tak berdaya. Paman bilang kalau Ibuku sudah tidak ada.
ADVERTISEMENT
Pelukkan paman semakin tak mampu membendung tangisanku. Aku masih tidak percaya, baru saja semalam kami canda tawa, memarahiku karena tidak kunjung hafal perkalian. Ku ceritakan mimpi padanya, akan aku bawa Ibu terbang keliling dunia, melihat indahnya dunia, dan Ibu pun berjanji membelikan tas baru kalau nilai matematika ku bagus.
Sekarang itu semua tinggal kenangan. Tak ada lagi yang memarahiku, tak ada lagi tempatku mengadu, tak akan ada, bahkan tak pernah lagi kurasakan kasih sayang Ibu. Esok bahkan seterusnya, tak akan ada lagi bekal siangku. Bekal siang yang selalu ia sisipkan tisu yang bertulis “Jangan lupa makan siang Keenan, supaya bisa keliling dunia”.
Esok juga aku kehilangan jam 6 ku, alarm yang tidak pernah lelah membangunkan ku dari rasa malas setelah shubuh. Aku berjanji untuk menjadi anak yang baik. Akan ku tuntaskan berkeliling dunia. Semoga Ibu bisa tersenyum di sana saat aku mengelilingi dunia walau Ibu tidak disampingku.
ADVERTISEMENT
Aku sayang Ibu,