Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Perjuangan dan Pesan Majid, Pengusaha Keripik Asal Banyuwangi
3 November 2017 14:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari muhammad sholeh kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Abdul Majid Firdaus saat ditemui di kediamannya di tengah-tengah selesai melakukan produksi, Jumat (03 November 2017).
ADVERTISEMENT
Banyuwangi - Syarat menjadi seorang pengusaha sukses adalah pantang menyerah. Konsekuensi itu juga dimiliki oleh Majid – sapaan Abdul Majid Firdaus, pengusaha jajanan kripik asal Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Sebelum meraup omzet Rp 6 juta per bulan dan memiliki empat orang karyawan, ia harus melewati pahit dan manisnya perjuangan. Berikut kisahnya.
Tahun 2003 adalah sejarah awal merintis usaha jajanan keripik bagi Majid. Ia harus melakoni usahanya dengan penuh kesabaran bersama sang istri Siti Nur Qoyimah. Karena zaman itu, masih penuh dengan keterbatasan.
“Hanya bermodalkan sebesar Rp 300 ribu. Saya ingat, waktu itu hanya cukup untuk membeli bahan baku berupa pisang, minyak goreng, dan plastik untuk kemasan,” jelas Majid saat dimintai keterangan.
ADVERTISEMENT
Setiap pagi ayah dari kedua anak ini mengawali hari-harinya dengan proses pengupasan bahan baku, perendaman, penggorengan, sampai tahap pengemasan. Saat ditanya, ia melakukan proses produksi ini mulai selepas sholat shubuh sampai pukul 16.00 WIB. “Nasib karena masih belum ada karyawan sama sekali. Jadi, seluruh tahapan itu saya bersama istri yang melakukan secara keseluruhan,” tegas Majid.
Berbekal kesederhanaan manajemen pemasaran, ia pasarkan jajanan keripik pisang ke warung dan tetangga terdekat. Ia gunakan kurun waktu satu minggu; tiga hari untuk proses produksi, tiga hari untuk pemasaran, dan satu hari untuk istirahat (Libur, Red).
“Memasarkan dengan sepeda ontel yang saya miliki ke beberapa warung terdekat. Selang beberapa hari, saya kontrol kembali, apakah produknya sudah laku,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Setiba saat kontrol ke warung-warung dan para tetangga, ternyata barang masih belum juga laku, konsumen masih belum semua menerima. Hal yang sama seperti itu terjadi selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Hampir saja membuat Majid merasa putus asa dan kewalahan. Karena waktu itu, usahanya masih seumur jagung.
Melewati masalah itu, Majid akhirnya membuka diri dan pikiran untuk terlibat dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh dinas-dinas daerah. Banyak sekali pelatihan yang ia ikuti, mulai dari; pelatihan produksi pembuatan kripik, pelatihan kemasan, sampai pelatihan terkait dengan pemasaran.
Barulah di tahun 2005 usahanya mulai tumbuh. Tentu akibat mengikuti beberapa pelatihan pendukung. Di tahun ini pula, Majid mulai melebarkan sayap pemasaran seiring dengan perkembangan koneksi yang ia bangun.
ADVERTISEMENT
“Setalah mengikuti pelatihan, membuat usaha saya semakin berkembang mulai kualitas produk sampai dengan perkembangan jaringan pemasaran. Ditambah dengan adanya empat orang karyawan yang memiliki dedikasi tinggi. Saya sangat berharap sekali pemerintah terus melakukan edukasi kepada masyarakatnya melalui pelatihan-pelatihan,” tutur ayah yang berusia 51 tahun ini.
Tak lepas, Majid menitipkan produknya di beberapa pusat toko oleh-oleh khas daerah juga bergabung dengan market place milik pemerintah daerah (banyuwangi-mall.com) sampai menembus konsumen di Jakarta, Jepara, sampai Semarang.
“Alhamdulillah, mulai bermodal Rp 300 ribu sekarang meraup omzet sebesar Rp 6 juta tiap bulan dengan varian keripik yang lebih beragam mulai pisang, singkong, talas, sampai jajanan rengginang," ujar Majid
"Pun diuntungkan saat era kepemimpinan bupati Abdullah Azwar Anas dengan festival-festivalnya yang diimbangi dengan dibukanya stand pameran untuk para pelaku usaha mikro,” sambung Majid.
ADVERTISEMENT
Intinya dalam merintis usaha apapun, kata Majid, tidak pernah berhenti melakukan tiga hal. Pertama belajar, kedua berjuang, dan ketiga berdoa.
"Ini saling terikat, tidak apat dipisahkan. Apalah belajar dan usaha yang kita lakukan, tanpa adanya kemudahan dan ridha dari Allah SWT,” pesan Majid. (M. Sholeh Kurniawan)