Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Agrisia; Bisnis Rintisan Kakak Adik Naikkan Kelas Petani
2 April 2018 17:55 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Muhammad Sholich Mubarok tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keprihatinan melihat kondisi bangsa bisa menggerakkan siapapun untuk bergerak melakukan perubahan. Keprihatinan melihat nasib petani yang menjual produknya ke tengkulak dengan harga jual yang minim dan tidak memiliki jangkauan penjualan yang lebih luas, misalnya, bisa menjadi ide awal bisnis. Kadang harga tidak disesuaikan oleh supply and demand, akan tetapi dari patokan tengkulak. Jika patokan tengkulak tinggi maka makin ke pasaran akan tinggi pula.
ADVERTISEMENT
Adalah Agrisia , sebuah e-commerce pertanian yang kerja sama dengan para petani, yang desk utamanya mengumpulkan hasil pertaniannya lalu membantu untuk menjualkan. Dari hulu ke hilir, dari barang ke panen. Barang dibeli ke petani dengan harga lebih mahal namun dengan menjual ke konsumen dengan harga yang terjangkau.
Fokus platform tersebut masih B to B (business to business)--sebelum ke B to C business to costumer), lebih merangkul ke costumer melalui marketing yang dilepas dan menggaet beberapa rumah makan, restoran, katering, retail-retail dan perusahaan yang bersentuhan langsung dengan produk pertanian.
Startup tersebut dibentuk oleh kakak adik, Samuel Sitompul dan Steven Sitompul. Keduanya masih berstatus mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Depok. Awalnya yang full house sejumlah lima orang, sekarang tambahan marketing dan business development jadi total sekitar 10 orang.
ADVERTISEMENT
"Untuk development ke depan misal dalam satu daerah memanen cabai secara bersamaan harga menjadi tidak terkontrol. Kami ingin mengedukasi tentang siklus bertani. Misalnya kelompok tani satu menanam sekian di waktu yang sama, kelompok tani yang lain bisa bulan depan. Jadi panennya bisa berkala dan tidak mendadak membludak," ungkap Steven saat ditemui di kedai kopi di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (31/3/2018).
Ke depannya, kata mahasiswa jurusan bisnis itu, bisnis rintisan yang dibentuk pada Agustus 2017 lalu, itu bakal mengembangkan ke investasi pertanian. Karena ia melihat tidak sedikit petani yang kekurangan uang dan lahan yang tidak bisa dimaksimalkan. Samuel dan Steven memberi trust dulu ke petani agar nyaman dan percaya dengan Agrisia. Habis itu baru berani memberikan dana untuk bertani.
ADVERTISEMENT
"Kami terjun langsung di kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah," tutur Steven seraya menambahkan Agrisia menyewa gudang di kawasan Depok, Jawa Barat dan kantor di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan. Dari gudang itu untuk menaruh hasil pertanian sekian ton dan didistribusikan ke Jabodetabek.
Soal investor, Samuel memiliki pandangan sendiri. "Kami sama sekali belum ketemu investor. Masih menggunakan dana sendiri.Kenapa belum mencari investor? Karena belum saatnya. Kami ingin membangun value terlebih dahulu, profit dulu dan memiliki target konsumen yang sesuai yang kami harapkan, baru nanti mencari investor. Kami belum pernah bakar uang sama sekali," kata dia.
Masalah petani bagi Steven itu ada tiga hal. Pertama adalah akses pasar. Yang mereka tahu adalah menjual ke tengkulak. Karena ke tengkulak kadang mereka berutang ke tengkulak. Yang kedua mereka tidak memiliki pendanaan. Yang terakhir soal ilmu pengetahuan. Kalau ketiga faktor ini didapat maka hidup mereka akan naik kelas. Akhirnya desa pun bisa naik kelas juga.
ADVERTISEMENT
Bukan sebuah bisnis jika tanpa halangan dan tantangan. Agrisia sendiri mengalami seperti produk yang dihasilkan berupa buah-buahan, sayuran terutama cabai atau produk agrikultural lainnya memiliki umur kesegaran yang tak panjang. Tantangan mereka harus bisa maintenance di gudang agar bahan terus berputar dan rolling. Makanya kita perlu membuat harga penyusutan juga. Tantangan lain adalah transportasi. Kadang dengan pembelian sekian harus menutupi sekian. Setelah itu tantangan ke petani, karena mereka kan jauh (dari akses) dan mengadopsi teknologi tidak secepat di perkotaan. "Tak sefleksibel di perkotaan," ujar Samuel yang kuliah teknik itu.
Sementara soal aplikasi mobile, "Kalau kami bikin app sekarang, pengguna app kan konsumen rumahan. Kami belum menyasar ke situ dulu. Sekitar bulan Agustus kami akan meluncurkan app tersebut," kata Samuel.
ADVERTISEMENT
Berbisnis bersamaan dengan kuliah memang harus lihai mengatur waktu agar tidak ada yang terkalahkan. Steven menganggap urusan kuliah diusahakan sebaik mungkin tidak terganggu. Orangtua mereka mendukung asalkan kuliah tidak ditinggalkan. "Malah kadang nggak ditanya nilai (kuliah) lagi, tapi gimana perkembangan bisnis he-he-he," kelakar Steven. (@paramuda)