Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
(Bukan) Muslim Spiderman
6 November 2017 11:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Muhammad Sholich Mubarok tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan dari Kuala Lumpur International Airport (KLIA) menuju Kuala Lumpur Sentral (semacam terminal transportasi terpadu), duduk di samping penulis seorang pria yang tinggal di Pattani, Thailand. Namanya Mirza. Aslinya dia berasal dari Indonesia, Aceh tepatnya. Masih tampak jelas dari dialeknya. Lalu mengapa pria yang gemar futsal itu bisa terdampar di bumi Thai?
ADVERTISEMENT
Pada circa tahun 1998, Bumi Serambi Mekah bergejolak. Terjadi konflik yang berkecamuk. Tak hanya konflik antar internal di daerah itu namun juga konflik yang bersinggungan dengan ranah nasional. Warga Aceh banyak yang 'dibuang' ke beberapa negara. Dari Denmark, Finlandia, Australia hingga ke Thailand. Dan pada tahun 1999, Mirza dialirkan ke Thailand. Di sana, ia bekerja dan beranak-pinak hingga saat ini.
Pria yang membagi aliran internet kepada penulis itu merasakan betapa dirinya lintang pukang saat diganggu rumahnya, seperti "laba-laba".
Laba-laba dalam Alquran dan Bahasa Kita
Hewan yang dijadikan perumpamaan dalam kalimat terakhir di atas termasuk hewan invertebrata berbuku-buku (arthropoda), kakinya berjumlah delapan dan memiliki kemampuan untuk membuat jaring. Ia termasuk hewan karnivora (pemakan daging), namun ia tidak dapat melompat maupun terbang.
ADVERTISEMENT
Sehingga ia harus memiliki kemampuan khusus untuk menangkap mangsanya. Menyebut nama hewan yang satu ini membuat kita ingat ayat Al-Qur’an yang bunyinya seperti ini: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahuinya.”
Ya, surat Al-‘Ankabut ayat 41. Al ‘ankabut itu bentuk mufrad dari ‘anakib yang artinya laba-laba. Coba perhatikan baik-baik rumah laba-laba, ia kalau panas, kepanasan. Kalau kena hujan jadi lebih “bocor-bocor”. Susunannya juga mudah rusak kalau disentuh sedikit. Makanya ada laba-laba yang parasit yang nebeng di rumah kita. Filosofi hidupnya itu cenderung egois. Berbuat untuk kepentingan dan kesenangan dirinya sendiri. Ia membuat jaring untuk perdaya lawan, tak peduli nasib hewan lain. Oportunis, oleh sebab itu ia bernama laba-laba bukan rugi-rugi.
ADVERTISEMENT
Ini khusus tentang ayat 41, jadi pembahasan tak melebar ke filosofi laba-laba lain. Orang yang berkarakter seperti laba-laba ada banyak kita temui di sekitar. Yang mengaku Islam tapi menjatuhkan Islam. Yang mengaku Islam tapi ngeblock media Islam. Orang seperti ini orang yang “…mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah”.
Mungkin ada yang menyebut manusia laba-laba atau “spiderman”, mungkin ada yang menyebut “ka al-ankabut” (bahasa arab yang artinya “seperti laba-laba”).
Ya, orang yang mencari pertahanan dan pelindung selain dari Allah itu orang yang ka al-ankabut, yang kini kita mengenalnya dengan bahasa sehari-hari “Kalang Kabut”.
Tapi Mirza bukanlah manusia laba-laba. Ia selalu rindu Indonesia, dan selalu menyempatkan pulang ke kampung halaman Aceh. Tempat bersinggah masa kecil dan menjaring kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
Wallahua’lam.
*Diselesaikan di bawah Petronas Twins Tower, Malaysia pada 2 November 2017
STIU Al-Hikmah Jakarta