Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Model Pendidikan Pesantren ala K.H Abdul Wahid Hasyim
14 Desember 2020 8:59 WIB
Tulisan dari Muhammad Syah Naufal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pendidikan Islam memiliki peran yang penting dalam pembentukan generasi yang baik, karena dengan pendidikan itu dapat dihasilkan manusia yang berkualitas, kreatif, dan bertanggung jawab serta memiliki kemampuan mengantisipasi permasalahan di masa depan. Pendidikan Islam senantiasa menjadi sebuah kajian yang menarik bukan hanya karena memiliki kekhasan tersendiri, namun juga karena kaya akan konsep-konsep yang tidak kalah bermutu dibandingkan dengan pendidikan modern. Dalam khasanah pemikiran pendidikan Islam, ditemukan tokoh-tokoh besar dengan ide-idenya yang cerdas dan kreatif yang menjadi inspirasi dan memberi kontribusi yang besar bagi dinamika pendidikan Islam di Indonesia, seperti KH. Ahmad Dahlan yang dikenal sebagai pendiri organisasi sosial Muhammadiyyah, KH. Hasyim Asyhari dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Imam Zarkasyie yang mendirikan Ponpes Modern Darussalam Gontor, KH. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal dengan Hamka, dan ulama lain yang sangat berkontribusi dalam kemajuan pendidikan Islam di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut data Emispendis Kemenag 2020, jumlah madrasah mulai dari diniyah ibtida'iyyah (SD) hingga aliyah (SMA) di seluruh Indonesia mencapai 83 ribu lembaga. Jumlah sebanyak ini masih dibilang kurang dari cukup untuk membuat pendidikan Islam mampu menghasilkan generasi yang mumpuni dalam menghadapi tantangan zaman. Meskipun negara sudah berupaya memperbaiki sistem pendidikan nasional termasuk di dalamnya adalah pendidikan Islam untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sampai saat ini, keberhasilan itu belum nampak. Justru data yang dirilis oleh Pearson Education (2014) mengatakan Indonesia adalah yang paling rendah indeks kualitas pendidikannya dari 40 negara di dunia. Yang menarik adalah hasil ranking berdasarkan Eduaction Index ini terdapat empat negara di Asia yakni Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan Hongkong menempati posisi nomor satu sampai empat, menggeser Finlandia ke posisi nomor urut lima yang pada tahun 2012 berada di posisi nomor urut satu.
ADVERTISEMENT
Pada awal penyebaran pendidikan Islam, terdapat 2 kendala, yakni kurangnya pemahaman masyarakat tentang pendidikan Islam, dan juga kurangnya tenaga pendidik. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam itu, muncullah pusat-pusat pembelajaran agama Islam, dalam bentuk pengajaran individual maupun secara kelompok semisal pondok pesantren. Meski demikian, saat ini lembaga dan pengajar yang tersebar di Indonesia cukup banyak. Menurut data Emispendis Kemenag 2020, jumlah pondok pesantren yang terdaftar mencapai 28.518 dengan tenaga pendidik kurang lebih 293.000 ustadz serta 4 juta santri di dalamnya, dan ada kemungkinan masih bertambah seiring perkembangan. Hal ini merupakan suatu perubahan yang sangat bagus bagi pendidikan Islam kedepannya.
Berbicara tentang pendidikan Islam, model pendidikan dalam bentuk pesantren bertahan cukup lama, sampai munculnya Sekolah Belanda yang didirikan kolonial untuk mencetak tenaga terdidik berupah rendah. Akhirnya, muncul gejolak dalam pendidikan di Indonesia khususnya kalangan cendekiawan muslim hingga mereka membuat suatu solusi dengan didirikannya madrasah, sebuah sistem pendidikan Islam yang mengadopsi pendidikan Belanda. Munculnya hal ini tidak menjadikan pendidikan Islam terhenti ataupun mati. Justru keadaan tersebut memperluas ruang pendidikan Islam berupa pesantren, madrasah, dan sekolah Islam yang ketiga konsepnya masih ada hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang pesantren, kita tidak bisa meninggalkan peran para kyai yang membimbing santrinya. Salah satu kyai yang cukup dikenal di kalangan santri dan kyai Nahdhatul 'Ulama (NU) adalah K. H Abdul Wahid Hasyim.
KH. Abdul Wahid Hasyim adalah seorang pembaharu gerakan Nahdlatul Ulama. Beliau adalah orang yang brilian dan berjasa besar tidak hanya bagi kepentingan pendidikan Islam, pesantren, NU dan pergerakan Islam tetapi juga bagi bangsa dan Negara Indonesia. Tokoh NU ini melakukan sebuah terobosan “pembaharuan sistem pendidikan” di kalangan kaum Nahdliyyin dengan memperbaharui sistem pendidikan di pesantren milik ayahnya, Ponpes Tebu Ireng pimpinan KH. Hasyim Asyari. Beliau bermaksud untuk mempersiapkan kader-kader-santrinya (NU) untuk menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah-ubah.
ADVERTISEMENT
Pada 1935, KH. Abdul Wahid Hasyim mendirikan Madrasah Nizhamiyyah di seberang ponpes Tebu Ireng. Kurikulum yang ada di Madrasah Nizhamiyyah berbeda daripada pesantren pada umumnya, yakni 70% pendidikan umum dan 30% pendidikan Islam. Tetapi penting dicatat, adopsi ini dilakukan tanpa mengubah secara signifikan isi pendidikan pesantren itu sendiri. Karena itulah pesantren melakukan sejumlah akomodasi dan penyesuaian yang mereka anggap tidak hanya mendukung kontinuitas pesantren itu sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi para santri, seperti sistem penjenjangan, kurikulum yang jelas, dan sistem klasikal.
Usaha yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahid Hasyim untuk mempersiapkan ‘tempat’ khusus bagi para kader muda NU untuk mengisi kemerdekaan Indonesia, seperti:
1. Membentuk Ikatan Pelajar-Pelajar (IKPI)
Tahun 1936, KH. Abdul Wahid Hasyim membuat suatu organisasi bernama IKPI dan beliau adalah pemimpin organisasi tersebut. Dalam organisasi ini dia menyediakan taman bacaan dengan lebih dari 500 kitab bacaan untuk anak-anak dan pemuda, yang berbahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Madura, Belanda dan Inggris. Organisasi ini juga berlangganan majalah dan surat kabar. Perlu dicatat, organisasi ini tidak hanya berisi santri tetapi juga pelajarnya pernah belajar di HIS dan MULO.
ADVERTISEMENT
KH. Abdul Wahid Hasyim juga melakukan gerakan ’terpelajar’ yakni melakukan perjuangan yang sesuai dengan zaman yaitu dengan melakukan mogok, agitasi, menerbitkan surat kabar, berorganisasi dan propaganda. KH. Abdul Wahid Hasyim melihat kelompok mahasiswa, pelajar, santri dan pemuda sangat penting dalam memerankan perjuangan. Karakter ’terpelajar’ sangat penting untuk dijadikan alat perjuangan. Apalagi dalam era global sekarang ini, perjuangan yang dilakukan tidak lagi menggunakan senjata, namun menggunakan ideologi, pengetahuan dan strategi.
2. Nahdlatul 'Ulama
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan yang didirikan pada Januari, tanggal 31 tahun 1926 oleh beberapa Kiai tradisional dan usaha Jawa Timur. Berisi santri dan kyai yang berafiliasi dengan NU, menjadikan Nahdlatul 'Ulama sebagai organisasi Islam yang besar dan berpengaruh di Indonesia hingga hari ini
ADVERTISEMENT
3. Pendiri Partai Masyumi
Pada bulan November 1947, KH Abdul Wahid Hasyim bersama M. Natsir menjadi pelopor pelaksanaan kongres umat Islam Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta. Pada perkembangannya, banyak kalangan santri terpelajar yang mengikuti Masyumi meski pada akhirnya Masyumi dan NU terpecah karena alasan politik.
Model Pendidikan KH Abdul Wahid Hasyim
Dibalik perjuangan K.H Abdul Wahid Hasyim melalui organisasi dan politik, ia juga merupakan seorang yang melakukan perubahan khususnya dalam pendidikan pesantren. Ada beberapa metode pengajaran di pesantren yang diperbarui oleh KH. Abdul Wahid Hasyim, yakni:
1. Bandongan,
Bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok peserta didik santri, untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab. Cara ini merupakan penerimaan ilmu dari guru ke murid yang cukup mumpuni dan mempunyai kekuatan hujjah yang tinggi dalam menelusuri keshahihan hadits.
ADVERTISEMENT
2. Sorogan,
Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri maju satu persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab di hadapan guru atau kyai. Metode pengajaran ini termasuk metode pengajaran yang sangat bermakna karena santri akan merasakan hubungan langsung dengan kiai. Santri tidak saja dibimbing dan diarahkan cara membacanya tetapi dapat dievaluasi perkembangan kemampuan membaca kitabnya.
3. Bahtsul Masa'il
Metode bahtsul masa'il yang membahas ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Metode ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan metode musyawarah. Hanya bedanya, pada metode bahtsul masa'il pesertanya adalah para kyai atau para santri tingkat tinggi. Dalam forum ini, para santri biasanya membahas dan mendiskusikan suatu kasus di dalam masyarakat sehari-hari untuk kemudian dicari pemecahannya secara fiqih.
ADVERTISEMENT
4. Musyawarah
Metode ini santri dan guru biasanya terlibat debat dalam sebuah forum perdebatan untuk memecahkan masalah yang ada. Dalam musyawarah santri diperkenankan berdebat secara bebas asal tetap memiliki kerangka acuan yakni kitab-kitab utama. Kegiatan musyawarah adalah merupakan aspek dari proses belajar dan mengajar di pesantren salafiyah yang telah menjadi tradisi khususnya bagi santri-santri yang mengikuti sistem klasikal. Kegiatan ini suatu keharusan bagi para santri, sama halnya seperti keharusan mengikuti kegiatan belajar kitab-kitab dalam proses belajar mengajar. Bagi santri yang tidak mengikuti atau mengindahkan peraturan kegiatan musyawarah, akan dikenai sanksi, karena musyawarah sudah menjadi ketetapan pesantren yang harus ditaati untuk dilaksanakan.
Antara pemikiran pembaharuan pendidikan pesantren KH. Abdul Wahid Hasyim dengan pendidikan pesantren di Indonesia masa sekarang masih sangat relevan. Hal ini disebabkan karena KH. Abdul Wahid Hasyim meletakkan dasar penting bagi pendidikan sistem klasikal di lingkungan pesantren, mendirikan perpustakaan yang tidak hanya berisikan buku-buku agama namun juga pengetahuan umum, serta pencetus awal pendirian madrasah formal di lingkungan pesantren yakni Madrasah Nizhomiyah yang masih diikuti konsepnya hingga hari ini.
ADVERTISEMENT