Konten dari Pengguna

Menjaga Budaya Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

Muhammad Syawal Djamil
Alumni Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) Leimena Institute, Mengajar Mapel Global Perspektif di Sekolah Sukma Bangsa Aceh
10 September 2024 11:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Syawal Djamil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pegiat Budaya yang tergabung dalam Komunitas Beulangong Tanoh (BT). Sumber; Dokumentasi  BT
zoom-in-whitePerbesar
Pegiat Budaya yang tergabung dalam Komunitas Beulangong Tanoh (BT). Sumber; Dokumentasi BT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau dan ratusan suku bangsa, adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Dari Sabang hingga Merauke, setiap daerah memiliki tradisi, bahasa, dan seni yang unik, yang mencerminkan identitas dan sejarah panjang bangsa ini. Namun, di balik keindahan dan keanekaragaman tersebut, muncul tantangan besar yang mengancam kelestarian budaya lokal, terutama akibat arus globalisasi dan modernisasi yang tak terbendung.
ADVERTISEMENT
Globalisasi telah membawa perubahan cepat dan luas di berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya. Generasi muda Indonesia kini hidup dalam era digital yang menawarkan akses tanpa batas ke budaya populer global. Penelitian oleh Dyah Satya Agustin dalam Jurnal Sosial Humaniora (2011) menunjukkan adanya penurunan rasa cinta terhadap budaya lokal dan nasionalisme di kalangan generasi muda. Mereka lebih tertarik pada budaya populer global dibandingkan dengan warisan budaya lokal mereka sendiri. Akibatnya, banyak tradisi dan kebiasaan lama mulai ditinggalkan dan terancam punah. Bahkan, penggunaan Bahasa Indonesia, yang seharusnya dijunjung tinggi sebagai bahasa pemersatu, juga mulai terabaikan.
Yang lebih memprihatinkan adalah kondisi bahasa daerah di Indonesia. Banyak bahasa daerah kini terancam punah karena tidak ada lagi penutur asli yang menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia, sebanyak 11 bahasa daerah telah punah karena tidak lagi ada penuturnya (antaranews.com, 7 Maret 2024). Kehilangan ini sangat besar, mengingat bahasa daerah bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga wadah kearifan lokal dan identitas budaya yang unik dan khas.
ADVERTISEMENT
Program Revitalisasi Bahasa Daerah
Menanggapi situasi ini, pemerintah melalui Kemendikbudristek meluncurkan Program Revitalisasi Bahasa Daerah sebagai bagian dari inisiatif Merdeka Belajar Episode 17 pada Februari 2022. Program ini bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan bahasa daerah di seluruh Indonesia. Keberhasilan program ini bahkan mendapat pengakuan internasional, termasuk dari Majalah TIME. Salah satu tokoh kunci di balik kesuksesan ini adalah E. Aminudin Aziz, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Pria kelahiran Ciamis ini memainkan peran penting dalam menggawangi kebijakan revitalisasi bahasa daerah.
Aminudin menyadari bahwa pelestarian bahasa daerah bukan sekadar mempertahankan alat komunikasi, tetapi juga menjaga kearifan lokal dan pengetahuan yang ada di dalamnya. Ia melihat bahasa daerah sebagai aset tak ternilai bagi bangsa. Oleh karena itu, langkah konkret yang diambil adalah mendokumentasikan bahasa daerah dalam bentuk buku, tata bahasa, kamus, serta dokumentasi digital. Selain itu, untuk memperluas upaya pelestarian, Aminudin juga mendorong penggunaan Artificial Intelligence (AI) melalui pengembangan korpus—kumpulan data bahasa dari naskah, dokumentasi, dan rekaman lisan bahasa daerah yang disusun dalam sebuah big data.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan AI dalam revitalisasi bahasa daerah menjadi langkah inovatif yang menjanjikan. Melalui Kajian Vitalitas Bahasa, Badan Bahasa mengidentifikasi daya hidup suatu bahasa berdasarkan jumlah penutur dan penggunaannya. Selain itu, Peta Bahasa di Indonesia memberikan informasi tentang sebaran geografis bahasa, dialek, dan subdialek. AI mempermudah proses ini dengan memungkinkan masyarakat di daerah terpencil untuk mengirim data bahasa melalui perangkat digital. AI juga dapat digunakan untuk menerjemahkan bahasa daerah, sehingga masyarakat dapat dengan mudah memahami dan mempelajari bahasa-bahasa yang terancam punah.
Lebih lanjut, Badan Bahasa juga merintis pengujian kompetensi berbahasa daerah dengan dukungan AI. Seperti Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), tes ini dapat dilakukan secara otomatis oleh AI, yang mampu menilai ribuan peserta dengan efisien. Langkah ini penting untuk melengkapi data tata bahasa yang baku bagi bahasa daerah tertentu, misalnya bahasa Jawa, serta mengembangkan AI secara paralel.
ADVERTISEMENT
Nilai Ekonomi Pelestarian Budaya
Pelestarian budaya, termasuk bahasa daerah, memiliki nilai lebih dari sekadar menjaga warisan nenek moyang. Budaya juga memiliki potensi ekonomi yang signifikan. Industri kreatif berbasis budaya, seperti seni pertunjukan, kerajinan tangan, dan kuliner, dapat menjadi sumber pendapatan penting bagi masyarakat lokal. Riset kebudayaan dapat mengidentifikasi elemen budaya yang memiliki nilai jual tinggi dan berpotensi dikembangkan menjadi produk ekonomi. Misalnya, penelitian tentang batik dan tenun ikat telah membantu mempromosikan kedua produk ini di pasar internasional, memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian lokal.
Dengan lebih dari 718 bahasa daerah di Indonesia, banyak di antaranya dalam kondisi kritis atau terancam punah, revitalisasi menjadi langkah yang sangat mendesak. Program revitalisasi bahasa daerah telah berhasil menjangkau 1.491 komunitas penutur bahasa, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, dan 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah. Pencapaian ini harus terus dilanjutkan dan diperluas di tahun-tahun mendatang, untuk memastikan bahwa warisan budaya Indonesia tetap hidup dan relevan di tengah tantangan zaman.
ADVERTISEMENT
Kita semua memiliki peran dalam menjaga kekayaan budaya bangsa ini. Mulai dari langkah kecil seperti menggunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari hingga mendukung program pemerintah dan inisiatif pelestarian budaya. Keberhasilan upaya ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada kesadaran kolektif kita sebagai bangsa yang bangga akan warisan budaya yang dimiliki. Sebagai masyarakat, kita harus tetap teguh dalam menjaga identitas budaya kita, agar Indonesia tidak hanya dikenal karena keberagamannya, tetapi juga karena keberhasilannya dalam merawat dan mengembangkan kekayaan budaya yang dimiliki.