Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
ASN Dilarang Pose Jari saat Foto? Pandangan seorang Arsiparis
13 Desember 2023 21:01 WIB
Tulisan dari MT Bara Sakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemilu tinggal menunggu hitungan bulan. Setiap pasangan calon Presiden Republik Indonesia sudah mendapat nomor urut sejak pertengahan November 2023. Berbagai kalangan pun sudah mulai berpartisipasi dalam kampanye lewat banyak platform, dengan media foto maupun video. Pengecualian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilarang berkampanye dari mulai sebatas me-like unggahan sampai berfoto dengan pose jari. ASN dilarang memperlihatkan simbol-simbol dengan jari entah itu mengacungkan jempol, simbol love, atau lima jari. Hanya kepalan tangan yang diperbolehkan. https://kumparan.com/humas-kemenkumham-sulbar/asn-hanya-boleh-berpose-tangan-mengepal-21bkMaFEavt
ADVERTISEMENT
Pelarangan ASN memasang gesture jari saat berfoto disuarakan sejumlah akun media sosial lembaga kenegaraan di daerah seusai diumumkannya nomor urut pasangan capres. Konten pelarangan itu hasil dari Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara, dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum yang kemudian disebut SKB 5 Lembaga Negara dan disahkan pada 22 September 2022.
ASN wajib menjunjung tinggi netralitas saat kampanye pemilu berlangsung. Gaya berfoto pun menjadi dilarang karena bila dilakukan dianggap berpengaruh pada netralitas ASN pada konstelasi pemilu 2024 mendatang. Perlu diketahui, ASN memang diharuskan netral dalam konteks pemilu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
ADVERTISEMENT
Netralitas dalam pemilu mesti dijaga, terlebih di lingkungan ASN. Jika tidak, ada sanksi yang akan dijatuhkan bagi mereka yang melanggar. Namun, apakah pose jari saat berfoto yang tidak ada hubungannya dengan konteks pemilu dilarang? Pose jempol identik dengan pose standar ‘bapak-bapak’ atau pose jari simbol love biasa dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). Kedua simbol pose jari ini adalah beberapa gaya jari yang awam dan sudah menjadi suatu kebiasaan di masyarakat.
Berfoto sambil berpose jari adalah hal lumrah dan terkadang dilakukan tanpa intensi tertentu. Hal ini memicu saya selaku fungsional arsiparis mencari arsip yang menjadi landasan aturan dari peraturan pelarangan tersebut.
Arsip sebagai Landasan Berpikir Kritis-Logis
Bagi arsiparis, arsip yang telah tercipta merupakan instrumen validasi atas informasi. Arsip sebagai alat validasi akan menghadirkan fakta objektif yang berfungsi menangkal berita bohong (hoax) ataupun kesalahan informasi yang marak di masyarakat. Pada era post-truth saat ini, tidak dapat dipungkiri informasi yang disajikan kebenarannya sulit diterima oleh masyarakat. Untuk kebijakan ataupun peraturan yang berasal dari pemerintah, validasi informasi didapatkan melalui keputusan yang telah disahkan lembaga terkait sesuai kewenangannya.
ADVERTISEMENT
Informasi yang cukup masif di masyarakat terkait pelarangan pose foto jari, landasan aturannya berasal dari surat keputusan bersama yang telah disebutkan. SKB 5 Lembaga Negara menjadi sumber pembuatan konten yang sudah marak di media sosial. Sebagai alat validasi, saya sebagai arsiparis mencari dan mencoba mendapatkan salinan putusan tersebut dengan berpegang teguh pada prinsip arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya. Tentunya, berpendirian kepada arsip sebagai alat validasi akan menghadirikan landasan pemikiran yang kritis dan logis dalam melihat persoalan ini.
SKB 5 Lembaga Negara saya temukan di laman Kementerian Agama. Ada lima lampiran di laman tersebut yang menjabarkan keputusan bersama ini. Kementerian Agama sendiri menjadi salah satu lembaga negara yang melakukan publikasi atas SKB ini, mengingat mereka lembaga negara dengan ASN terbanyak di pemerintahan. Adapun media yang mempublikasi adalah lembaga negara terkait yang berhubungan langsung dengan keputusan tersebut, sehingga arsip keputusan ini keautentikannya bisa dapat dipercaya.
ADVERTISEMENT
SKB 5 Lembaga Negara tersebut memuat lima ruang lingkup yakni pembinaan dan pengawasan, pelanggaran dan penjatuhan sanksi, pembentukan satuan tugas, tata cara penanganan laporan pelanggaran, dan terakhir terkait monitoring dan evaluasi. Kelima ruang lingkup inilah berhubungan dengan netralitas ASN pada penyelenggaran pemilu mendatang.
Peraturan yang dibuat terkait larangan pose jari seharusnya berada dalam ruang lingkup pelanggaran dan penjatuhan sanksi. Ruang lingkup ini terdapat di berkas lampiran kedua pada SKB 5 Lembaga Negara. Lampirannya sendiri terbagi atas dua jenis pelanggaran yakni pelanggaran kode etik dan pelanggaran disiplin yang setiap jenis pelanggarannya dijelaskan berikut disertai dengan sanksi yang akan diberlakukan. Ada tujuh poin apabila ASN dicap melanggar kode etik saat kampanye, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Memasang spanduk bakal calon peserta pemilu
2. Sosialisasi atau kampanye bakal calon peserta pemilu di media sosial
3. Menghadiri deklarasi bakal calon peserta pemilu
4. Membuat postingan terkait bakal calon peserta pemilu
5. Memposting pada media sosial yang dapat diakses publik bersama bakal calon peserta pemilu, tim sukses, dan alat peraga calon peserta pemilu
6. Ikut dalam kegiatan kampanye bakal calon peserta pemilu
7. Ikut kampanye yang pasangannya akan menjadi bakal calon peserta pemilu dengan tidak dalam status cuti.
Pelanggaran kode etik secara langsung berhubungan dengan bakal calon peserta pemilu. Sementara, untuk pelanggaran disiplin isinya kurang lebih sama tetapi berkaitan dengan calon peserta pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU sehingga sanksinya lebih berat.
ADVERTISEMENT
Melalui arsip SKB 5 Lembaga Negara yang telah saya coba validasi informasinya, tidak ada satupun tertulis terkait pelarangan pose foto. Tentu ada pengecualian jika pose foto tersebut memiliki konteks dan konten yang berhubungan langsung dengan peserta pemilu sesuai yang termaktub dalam ruang lingkup pelarangan dan penjatuhan sanksi. Bagi saya, SKB 5 lembaga negara yang disahkan pada 2022 lalu sudah baik dan bijak menjaga marwah netralitas ASN, tanpa perlu menafsirkannya secara berlebihan. Penafsiran yang berlebihan justru membuat informasi pada SKB 5 Lembaga Negara menjadi bias sehingga dapat disalahgunakan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Bagaimanapun, Informasi masif tanpa proses validasi bagian dari proses bermasyarakat dan lumrah terjadi. Tugas arsiparis merawat dan meluruskannya.
ADVERTISEMENT
MT. Bara Sakti
Penulis saat ini merupakan ASN Fungsional Arsiparis