Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menilik Aturan Undang-undang soal Presiden Boleh Kampanye
28 Januari 2024 16:49 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari MT Bara Sakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak," - Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
Pernyataan di atas adalah ungkapan Presiden Jokowi menanggapi pertanyaan awak media terkait menteri-menterinya yang ikut serta berkampanye pada pergelaran Pilpres tahun 2024 ini. Ungkapan tersebut, yang dilontarkan di Landasan Udara Halim Perdanakusuma pada 24 Januari 2024, menciptakan gelombang respons dan kontroversi di sejumlah kalangan masyarakat.
Kendati dimaksudkan sebagai pemberian informasi terkait aturan pemilu, respon sinis dari sebagian pihak tak terelakkan, terutama akibat keterlibatan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam arena Pilpres 2024. Pernyataan yang seolah kontraproduktif dari Presiden Jokowi sendiri, seperti himbauan untuk menjaga netralitas aparat pemerintahan, semakin memperuncing reaktifnya sebagian masyarakat atas pernyataan tersebut.
Presiden, sebagai figur pemimpin negara yang muncul dari ranah politik, memiliki perbedaan esensial dengan aparatur pemerintahan yang tunduk pada regulasi birokratis. Kenyataan ini menciptakan dasar logis untuk memberikan izin kepada Presiden, sama halnya dengan gubernur atau bupati, untuk aktif dalam kegiatan kampanye saat pemilihan umum. Fenomena serupa dapat diidentifikasi di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, di mana Barack Obama dengan gigih mendukung Hillary Clinton pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, penting untuk tidak serta merta menyimpulkan bahwa partisipasi Presiden dalam kampanye dapat dibolehkan, hanya karena logika dasar dan contoh dari negara lain. Untuk memahaminya lebih jauh, diperlukan penelusuran terhadap landasan peraturan yang mengatur penyelenggaraan pemilu kali ini, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dengan membaca dan mencoba memahami dokumen regulasi ini, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih utuh mengetahui peran dan batasan yang diberikan kepada Presiden terkait kampanye.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur berbagai aspek pemilu di Indonesia. Isinya mencakup definisi, prinsip-prinsip, pendanaan, peserta pemilu, pembagian daerah pemilihan, pengawasan, sanksi, jadwal, peran lembaga pemilu, penyiaran kampanye, keamanan, pengumuman hasil, penyelesaian perselisihan, dan penetapan calon terpilih. Undang-undang ini bertujuan untuk memastikan pelaksanaan pemilu yang demokratis di Indonesia. Pasal 281 dan 299 pada undang-undang ini mengatur terkait kampanye presiden.
ADVERTISEMENT
Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota diizinkan untuk melakukan kegiatan kampanye pada penyelenggaraan pemilu berdasarkan pasal 281 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017. Namun, kegiatan kampanye yang dilakukan tidak mengikutsertakan fasilitas negara, kecuali fasilitas keamanan yang melekat pada pejabat negara tersebut.
Bahkan, pada pasal 299, secara tersurat mengatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak untuk melaanakan kampanye pada penyelenggaraan pemilu. Berbagai aturan turunan terkait kampanye para pejabat negara yang disebutkan, diatur lebih rinci pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dengan demikian, izin bagi Presiden Jokowi untuk kampanye dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mencerminkan upaya untuk menciptakan keseimbangan antara keterlibatan tokoh-tokoh tinggi negara yang hadir dari proses politik dengan menjaga prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemilihan umum yang adil dan transparan.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, terbukti bahwa penelusuran melalui arsip, seperti dokumen Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 ini, menjadi pondasi utama untuk mencegah pendekatan reaktif dalam menghadapi kegaduhan di media sosial. Pengelolaan informasi yang baik tidak hanya melibatkan membaca, tetapi juga upaya untuk memahami isi, konten, dan konteks dari arsip itu sendiri.