Peran Lembaga Pemasyarakatan dalam Penegakan Hukum

Muhammad Tariqh Al Qisthi
Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
Konten dari Pengguna
13 November 2022 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Tariqh Al Qisthi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pergeseran paradigma dari lembaga penjara menjadi lembaga pemasyarakatan merupakan bagian dari elemen sistem peradilan pidana, maka dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus sinkron dengan elemen subsistem lainnya sebagai satu kesatuan bingkai atau kerangka kerja dalam sistem peradilan pidana terpadu. Bingkai sistem peradilan pidana yang dimaksud seharusnya berdasarkan pola hubungan yang sistematis, konsisten, dan saling bergantung antar elemen subsistem penegak hukum lainnya, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan).
ADVERTISEMENT
Dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan, baik berupa pembinaan maupun pembimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan (narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan) sebagaimana diatur melalui peraturan sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang berlaku sejak bulan agustus 2022 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, mengamanatkan perbaikan dan peningkatan secara mendasar dalam pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan yang meliputi : pelayanan, pembinaan, pembimbingan, kemasyarakatan, perawatan, pengamanan dengan menjunjung tinggi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
Dasar pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan ini pada hakikatnya perlakuan terhadap tersangka, terdakwa, dan terpidana yang dirampas kemerdekaannya harus didasarkan pada prinsip perlindungan hukum dan penghormatan hak asasi manusia berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
Menurut Clement Bartolas, untuk menjaga agar pelanggar hukum tetap berada dalam masyarakat adalah satu hal yang sangat penting karena pada dasarnya penjara dapat mengakibatkan dehumanisasi.
Hubungan ikatan pertalian yang kuat antara warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tujuan dan keberhasilan pembinaan kepada warga binaan pemasyarakatan itu sendiri. Asumsi ini menurut penulis didasari pemikiran bahwa ketika mereka berada di dalam lembaga pemasyarakatan yang kemerdekaannya tengah dicabut, mereka tidak lagi memiliki pekerjaan yang tetap, terputusnya hubungan dengan keluarga, maka seolah mereka dibebaskan untuk melakukan tindakan apa pun termasuk tindakan kriminal. Oleh sebab itu pada saat mereka terpidana tengah merasakan kondisi seperti ini, maka diperlukan fasilitas upaya pendekatan kepada pihak luar atau kepada masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT

Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan

Tujuan dari penyelenggaraan sistem pemasyarakatan sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan pada Pasal 2 adalah sebagai berikut :
Jika dihitung sejak terbit dan berlakunya peraturan mengenai pemasyarakatan sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, maka ketiga tujuan utama penyelenggaraan sistem pemasyarakatan tersebut telah lebih dari dua dekade berlangsung dan dijalankan. Namun demikian dalam praktiknya hingga saat ini masih banyak hambatan permasalahan terjadi. Hal ini dapat diketahui dari fakta tidak seimbangnya antara jumlah penghuni dengan petugas lapas, selalu terjadi kelebihan kapasitas pada lapas secara berkelanjutan dan belum dapat diselesaikan, sehingga berdampak terjadinya kerusuhan, huru-hara dan pemberontakan warga binaan di dalam lingkungan lapas, belum lagi isu-isu praktik pungutan liar hingga isu maraknya peredaran narkoba di dalam lapas.
ADVERTISEMENT
Jika mengutip hasil kajian Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, bahwa fenomena masalah pemasyarakatan diibaratkan dengan fenomena gunung es karena masalah yang muncul sangat kecil hanya terlihat puncaknya saja. Padahal akar masalahnya sangat besar yang tidak kelihatan karena selalu tersembunyi. Berbagai kejadian yang menimpa pemasyarakatan selalu diatasi hanya kepada gejala masalahnya saja, tanpa menyentuh akar masalahnya. Hasilnya, apabila gejala tersebut muncul kembali maka pengaruh kebijakan reaktif menjadi hilang.
Dengan mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, diharapkan dalam penerapannya akan berdampak terhadap perubahan Sistem Pemasyarakatan yang lebih manusiawi dan humanis dengan memberikan pembinaan dan pelayanan mengutamakan terjaminnya dan terpenuhinya hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT

Sistem Pemasyarakatan Saat Ini

Foto Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Kelas I Bandar Lampung
Selama ini Pemasyarakatan hanya diartikan terbatas pada Lembaga Pemasyarakatan yang berada pada fase terakhir (purna adjudikasi) dari suatu proses penegakan hukum pidana. Dengan terbit dan mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, maka akan menjadi pedoman bagi seluruh aparat penegak hukum agar memiliki pandangan yang sama bahwa Pemasyarakatan adalah suatu sistem sebagai satu kesatuan dari sistem peradilan pidana terpadu, meliputi fase pra ajudikasi, ajudikasi, dan purna ajudikasi, serta tidak hanya memberikan jaminan perlindungan terhadap penghuni dan klien pemasyarakatan, melainkan juga melakukan pengelolaan terhadap benda sitaan negara dan barang rampasan negara (basan dan baran).