Konten dari Pengguna

Gertak Tilik: Gerakan Perpustakaan Tingkatkan Literasi Keuangan

Muhammad Viktar Sabilillah Tafarel
Mahasiswa Manajemen Keuangan Negara dan Pengurus SDGs Desa Center Politeknik Keuangan Negara STAN
22 Oktober 2024 15:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Viktar Sabilillah Tafarel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Derasnya arus globalisasi pada beberapa dasawarsa terakhir ini membuat digitalisasi di berbagai bidang tidak dapat terbendung, termasuk sistem keuangan. Digitalisasi sistem keuangan tersebut berperan penting sebagai katalis utama dalam pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan di Indonesia. Inklusi keuangan merujuk pada ketersediaaan akses masyarakat terhadap sistem keuangan. Berdasarkan survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan, tingkat inklusi keuangan Indonesia tercatat mencapai 88,7% pada 2023 dan naik dari tahun sebelumnya yang sebesar 85,1%. Jika dibandingkan pada 2016 yang hanya sebesar 67,8%, tingkat inklusi keuangan telah tumbuh secara pesat. Di sisi lain, meningkatnya inklusi keuangan tidak sebanding dengan literasi keuangan. Hal ini dibuktikan dengan adanya gap yang cukup besar di antara keduanya, yakni 35,4%. Literasi keuangan yang dimaksud di sini adalah tingkat pemahaman masyarakat tentang pengelolaan keuangan untuk membuat suatu keputusan. Artinya, sebagian masyarakat yang telah memiliki akses terhadap layanan keuangan belum memiliki pengetahuan yang baik dalam membuat keputusan dan dapat berisiko di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Risiko keuangan diambil oleh banyak kalangan karena dipicu gaya hidup mereka yang tidak mau tertinggal lajunya zaman. Keinginan sesaat tersebut berusaha mereka wujudkan menggunakan layanan keuangan yang tersedia tanpa memperhitungkan dampak ke depan karena tak memiliki pemahaman keuangan yang kuat. Hal ini menyebabkan maraknya kasus penipuan keuangan seperti skema ponzi, investasi bodong, hingga pinjaman online. Mirisnya, 42% pengguna pinjol berprofesi sebagai guru yang notabene “terdidik” bahkan harusnya “mendidik”. Selain itu, jika dilihat usianya, 10,91 juta penerima atau mayoritas dari mereka berasal dari usia 19 hingga 34 dengan total pinjaman mencapai Rp26,87 triliun. Pinjol yang tidak direncanakan dan dikelola dengan baik tersebut tentu akan menyebabkan gagal bayar dan berujung pada “tutup lubang gali lubang”. Bahkan, telah banyak kasus bunuh diri akibat perangkap pinjaman yang dinilai “mudah” ini.
ADVERTISEMENT
Positifnya, minat generasi muda terhadap layanan keuangan terus meningkat pesat. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menyatakan bahwa jumlah investor di pasar modal mencapai 12,16 juta per Desember 2023. Dari jumlah tersebut, 56,43% belum berusia 30 tahun dengan total aset senilai Rp35,09 triliun. Selain investasi, layanan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga sangat digemari generasi muda khususnya Gen Z dan Milenial di tengah keterbatasan lahan dan kebutuhan tempat tinggal yang tinggi. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, mengungkapkan bahwa kinerja KPR yang tumbuh lebih dari 10% (yoy) pada Agustus 2023 dimotori oleh pertumbuhan kredit konsumsi generasi muda. Hal ini sesuai dengan harapan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, bahwa generasi muda memiliki potensi besar untuk menjadi game changer dalam keuangan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan keuangan dan mengembangkan minat terhadap layanan keuangan seperti dipaparkan di atas, kebutuhan utama generasi muda saat ini adalah peningkatan literasinya. Peningkatan literasi keuangan tersebut harus dimulai dari sektor hulu yakni perpustakaan sebagai gudangnya ilmu pengetahuan. Perpustakaan tidak boleh hanya diam menunggu pelanggan, tetapi perlu dituntut untuk aktif dalam “menyuapi” atau memberikan ilmu keuangan kepada masyarakat. Program tersebut dapat diimplementasikan dalam “Gertak Tilik” yang merupakan akronim dari Gerakan Perpustakaan Tingkatkan Literasi Keuangan.
Program Gertak Tilik merupakan kolaborasi antara perpustakaan dengan pentahelix untuk menyediakan sumber daya literasi keuangan. Sumber daya tersebut tidak hanya terpaku pada buku atau tulisan, tetapi juga media kekinian seperti video pendek, poster, infografis, siniar, dan majalah. Publikasi bahan tadi dapat dikemas melalui media sosial, perpustakaan bergerak, perpustakaan digital, aplikasi permainan edukatif, perlombaan, seminar, ataupun pelatihan keuangan. Selain itu, Gertak Tilik juga akan mengembangkan program khusus untuk kelompok rentan lain, seperti ibu rumah tangga hingga masyarakat berpendapatan rendah. Dengan demikian, perpustakaan akan bertransformasi menjadi garda terdepan dalam usaha peningkatan literasi keuangan yang menjadi kebutuhan generasi muda masa kini.
ADVERTISEMENT
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. (Sumber: dokumen pribadi)