Konten dari Pengguna

Perspektif Hubungan Internasional dalam Krisis Kemanusiaan Rohingya

Muhammad Wais al-qarni
Mahasiswa hubungan internasional universitas Mulawarman
4 Januari 2024 7:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Wais al-qarni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Krisis kemanusiaan yang melibatkan etnis Rohingya di Myanmar telah menjadi sorotan utama dalam arena hubungan internasional. Konflik ini menimbulkan pertanyaan serius tentang perlindungan hak asasi manusia dan tanggung jawab global terhadap krisis kemanusiaan.
ilustrasi krisis kemanusiaan yang di alami etnis rohingya. foto roszie/pixabay
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi krisis kemanusiaan yang di alami etnis rohingya. foto roszie/pixabay
Etnis Rohingya, sekelompok Muslim yang mayoritas tinggal di negara bagian Rakhine, Myanmar, telah mengalami perlakuan diskriminatif, pengucilan, dan kekerasan oleh pemerintah Myanmar dan kelompok mayoritas Budha sejak beberapa dekade. Pada 2017, serangan militer yang intensif memicu eksodus massal, menyebabkan jutaan Rohingya melarikan diri ke negara-negara tetangga, terutama Bangladesh.
ADVERTISEMENT
Dalam kancah hubungan internasional, isu Rohingya mencuat sebagai sebuah narasi yang menggambarkan kompleksitas dan tantangan serius terhadap norma-norma kemanusiaan. Pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Rohingya di Myanmar menjadi puncak ketegangan, memaksa komunitas internasional untuk berbicara dengan tegas dan bersatu dalam menanggapi krisis ini.
ilustrasi pengungsi rohingya. foto kalhh/pixabay
Tindakan pembersihan etnis dan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah Myanmar terhadap Rohingya tidak hanya dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, tetapi juga sebagai tantangan terhadap fondasi hubungan internasional. Komunitas internasional menyuarakan kecaman yang tegas terhadap kebijakan Myanmar, mendesak untuk pertanggungjawaban atas tindakan kejam tersebut.
Di tingkat regional, negara-negara di kawasan, terutama Bangladesh, merasakan beban besar akibat gelombang pengungsi Rohingya yang mencapai jutaan orang. Respons regional dan global tak terelakkan, dengan bantuan kemanusiaan dan upaya diplomatik menjadi instrumen utama. Negara-negara berusaha untuk memonitor situasi dengan cermat sambil menekan Myanmar agar menghentikan kekerasan dan mencari solusi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Peran PBB dan organisasi internasional seperti Amnesty International dan Human Rights Watch menjadi kunci dalam mendesak pertanggungjawaban Myanmar di panggung internasional. Resolusi dan sanksi diajukan sebagai upaya konkret untuk mengecam dan menghentikan kekerasan, menunjukkan bahwa komunitas internasional tidak akan tinggal diam di hadapan pelanggaran hak asasi manusia.
Implikasi jangka panjang dari krisis ini mencakup krisis pengungsi yang menimbulkan beban berat pada negara-negara tetangga. Kerja sama internasional menjadi krusial dalam menangani krisis pengungsi dan memberikan bantuan kemanusiaan. Proses pemulihan dan rekonstruksi di Rakhine memerlukan keterlibatan internasional untuk membangun kembali infrastruktur dan menciptakan lingkungan yang aman bagi Rohingya yang ingin kembali.
ilustrasi perlunya kerjasama untuk mengatasi krisis kemanusiaan ini. foto kalhh/pixabay
Isu Rohingya juga menggarisbawahi urgensi diplomasi preventif dalam hubungan internasional. Upaya preventif yang efektif dapat mencegah eskalasi konflik etnis dan kekerasan, memperingatkan pentingnya langkah-langkah yang proaktif dalam mencegah terjadinya krisis serupa di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Sebagai kesimpulan, isu Rohingya menjadi cermin kompleksitas dalam hubungan internasional ketika menghadapi krisis kemanusiaan. Tanggung jawab bersama komunitas internasional diperlukan untuk mengatasi akar permasalahan, memberikan bantuan kemanusiaan, dan memastikan keberlanjutan perdamaian di kawasan tersebut. Tantangan ini membutuhkan kerja sama, diplomasi, dan komitmen global untuk mencapai solusi yang berkelanjutan