Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Rungkad Berjamaah! Sistem Licik di Balik Transaksi Judi Online Remaja
5 Desember 2024 17:42 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Yahya Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, tanpa sengaja aku bertemu dengan teman SMA yang lama tak berjumpa. Dulu, dia sering bolos, hingga akhirnya harus drop out. Awalnya, obrolan kami berjalan seperti biasa, tapi tak lama kemudian ia mulai cerita tentang pengalamannya bermain judi online. Dengan bangga, dia bilang kalau baru saja menang Rp1,2 juta, dan katanya itu cuma modal kecil dan bisa menang banyak. Tapi, dalam waktu yang tak lama, ia juga cerita kalau dia "rungkad" alias kalah besar, sampai semua uang hasil yang pernah ia menangkan habis tak bersisa. Jelas, aku sangat prihatin mendengarnya.
ADVERTISEMENT
Fenomena judi online di kalangan remaja seperti temanku ini semakin menjadi masalah yang mengkhawatirkan, khususnya di Indonesia. Tak bisa dipungkiri, kemudahan akses jadi salah satu alasan kenapa judi online merajalela. Bayangin aja, hanya dengan klik beberapa kali di handphone, siapa pun bisa langsung masuk ke dunia tipu-tipu ini. Mau di sekolah, di rumah, bahkan di tongkrongan pun bisa. Modalnya juga tak banyak, cukup Rp10.000-Rp50.000, sudah bisa main. Dan, kalau udah menang walau sekali saja, rasanya sulit buat berhenti.
Mungkin kita berpikir, "Ah, cuma iseng aja kok," tapi kenyataannya, judi online itu membuat ketagihan. Saat menang, otak kita ngerasain euphoria sementara—rasa senang yang bikin kita merasa tak terkalahkan dan paling jago. Seolah-olah, kita bisa menang terus. Tapi begitu kalah, otak kita langsung dipenuhi perasaan kecewa dan ingin balas dendam. Rasa dendam untuk balikin uang yang hilang. Nah, itulah yang bikin judi online ini amat berbahaya. Karena, setiap kali kita kalah, bukannya berhenti, kita malah pengen main lagi, berharap bisa menang untuk menutupi kekalahan. Dan lingkaran setan ini terus berulang—menang, kalah, main lagi.
ADVERTISEMENT
Temanku tak sendirian. Banyak remaja lain yang terjebak di lingkaran setan ini. Menurut data yang ada, transaksi judi online di Indonesia sepanjang 2023 mencapai Rp200 triliun. Angka yang fantastis, dan sebagian besar pemainnya adalah remaja. Ini bukti bahwa literasi keuangan di kalangan kita masih sangat rendah. Kebanyakan dari kita tergoda dengan janji uang cepat, tetapi tidak menyadari bahwa judi online itu menipu. Begitu menang, bandar judi bikin kita ngerasa bisa menang terus menerus, padahal mereka cuma ngasih kita umpan buat main lebih banyak.
Temanku ini, sebenarnya bukan anak yang buruk. Dia baik kepada teman-teman yang lain. Tapi, dikarenakan lingkungannya yang tidak mendukung, dia mulai ketarik ke hal-hal negatif. Teman-teman tongkrongannya ngajakin dia main judi online, dan dia nggak bisa nolak. Bahkan, mereka sampai patungan buat mainin slot bareng. Yang dianggap “hoki” dikasih modal buat main, berharap bisa menang besar. Tapi ya itu, ujung-ujungnya malah kalah semua.
ADVERTISEMENT
Kalau kita bandingin sama teman-teman lain yang berada di lingkungan positif, jelas jauh berbeda. Teman-teman yang serius sekolah, punya tujuan hidup, dan didukung keluarga serta lingkungan yang baik, lebih kecil kemungkinan terjerumus ke judi online. Mereka punya prioritas yang lebih jelas, tahu bahwa uang cepat bukanlah solusi. Mereka juga lebih fokus pada masa depan, kuliah, karier, dan hal-hal produktif lainnya. Nyatanya, lingkungan yang sehat membentuk pola pikir yang sehat juga.
Tapi buat teman-temanku yang terjebak, kadang sulit banget buat keluar dari lingkaran setan ini. Bahkan, ada yang sampai terjerat pinjaman online gara-gara judi. Udah kalah, mereka pinjam uang buat main lagi, berharap bisa menang dan balikin uang yang hilang. Gimana nggak makin parah, coba? Sistem judi online emang didesain buat bikin orang terus ketagihan. Kemenangan kecil bikin kita senang, tapi begitu kalah, kita terus main lagi buat balikin semuanya. Tak heran, banyak yang terjerat utang dan bahkan sampai harus gadai barang atau ngorbanin uang orang tua.
ADVERTISEMENT
Kalau dipikir-pikir, sistem judi online ini manipulatif banget. Bandar judi ngerti banget cara mainin emosi kita. Setiap kali kita main, otak kita dipenuhi harapan dan ekspektasi. Harapan buat menang besar, buat bisa hidup enak tanpa harus kerja keras. Tapi kenyataannya? Harapan itu cuma jebakan. Begitu kita kalah, otak kita tak mau terima kenyataan. Kita terus berharap dan main lagi, padahal kemungkinan menang itu kecil banget. Bahkan tidak cuma uang yang hilang, tapi waktu, tenaga, dan kesehatan mental juga terancam.
Pemerintah sebenarnya udah berusaha untuk memblokir ribuan situs judi online. Tapi masalahnya, setiap kali satu situs diblokir, ribuan situs baru muncul lagi. Ini kayak perang tanpa akhir. Judi online berkembang terus, dan KOMINFO kayaknya masih kesulitan buat ngontrol sepenuhnya. Padahal, ancaman ini nyata banget, terutama buat remaja yang masih labil dan gampang terpengaruh. Kita butuh lebih dari sekadar blokir situs. Perlu ada pendidikan literasi keuangan yang lebih serius, terutama di sekolah-sekolah, supaya remaja bisa paham risiko dari judi online dan tidak gampang tergoda.
ADVERTISEMENT
Di akhir hari, semua ini balik lagi ke diri kita masing-masing. Mau pilih jalan yang mana? Mau terus-terusan terjebak di lingkaran setan judi online, atau mau fokus pada masa depan yang lebih cerah? Jangan sampai keinginan buat uang cepat bikin kita lupa bahwa ada banyak cara lain yang lebih sehat dan berkelanjutan buat sukses. Judi online mungkin ngasih rasa senang sementara, tapi masalah yang ditinggalkannya bisa bertahan lama.