Konten dari Pengguna

Kekeliruan Atas Laporan Film" Dirty Vote" Pada Pemilu 2024

Muhammad Zidan Masykur
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Jakarta Angkatan 2023
2 Juni 2024 0:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Zidan Masykur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi (sumber:https://www.pexels.com/id).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi (sumber:https://www.pexels.com/id).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah masa tenang pada pemilu 2024,sebuah film dokumenter yang berjudul Dirty Vote ditayangkan di YouTube pada Minggu 11/02/2024 . Video tersebut telah di tonton sebanyak 5,7 juta kali. Film ini berdurasi 117 menit cukup membuat heboh dan mengguncangkan dunia karena isinya yang mengungkapkan adanya kecurangan pada pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
"Dirty Vote" adalah film dokumenter 2024 yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Film ini mengupas kecurangan dalam pemilu 2024 di Indonesia, dengan menampilkan tiga pakar hukum tata negara: Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar. Mereka mengungkap berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan, seperti bantuan sosial yang digunakan untuk tujuan politik dan peran kepala daerah yang berpihak pada kandidat tertentu. Dokumenter ini menyoroti isu-isu serius mengenai integritas pemilu dan ancaman terhadap demokrasi. Film dokumenter ini menjadi trending dan banyak dibicarakan netizen di berbagai sosial media dan penjuru dunia, banyak influencer, Entertainment serta kalangan artis menyinggung film dokumenter tersebut. Film ini di sutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, ia adalah mantan jurnalis yang kerap melakukan liputan investigasi, selain melakukan liputan investigasi ia juga menyuarakan kiritiknya melalu sosial media.
ADVERTISEMENT
Ada tiga pakar Hukum Tata Negara yang bersangkutan dengan film ini yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. “Jika anda menonton film ini, saya mempunyai satu pesan sederhana, tolong jadikan film ini sebagai landasan untuk anda melakukan penghukuman” ujar Zainal Arifin pada pembukaan film dokumenter ini. “Saya mau terlibat dalam film ini karena banyak orang yang makin paham, bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik baik saja” kata Bivitri. “Selain diajak figur figur yang saya hormati tentu saja film ini dianggap akan mampu mendidik publik bertapa curangnya pemilu kita dan bagaimana politis telah mempermainkan publik, pemilik hanyalah untuk memenangkan kepentingan mereka saja” Ujar Feri. Ketiga pakar Hukum Tata Negara ini menyampaikan beberapa petisi atau ujaran karena ketiga pakar tersebut tidak ingin adanya kecurangan pada Pemilu 2024 ini dan menginginkan Pemilu 2024 ini berjalan dengan lancar dan menerapkan sikap jujur dan adil.
ADVERTISEMENT
“Semua rencana ini tidak di desain dalam semalam, juga tidak di desain sendirian akan tetapi, sebagian besar rencana kecurangan dan ketidakadilan ini yang terstruktur sistematis dan masif untuk mengakali pemilu itu sebenarnya disusun dan direncanai bersama sama. Mereka adalah kekuatan yang selama 10 Tahun terakhir berkuasa bersama” ucap Feri. “Persaingan Politik dan perebutan kekuasaan desain kecurangan dan ketidakadilan yang sudah di susun bebarengan ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak, yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan dimana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran untuk pemilu 2024 ini”.kata Zainal.
Film dokumenter ini membahas tentang bagaimana para pemimpin interim regional yang ditunjuk secara transparan diduga mendukung Prabowo – Gibran dan menghambat kampanye pesaing dari masing-masing paslon.Selain itu film dokumenter ini juga menyoroti bagaimana menteri joko Widodo menggunakan sumber daya negara untuk mendukung pasangan Prabowo – Gibran selama perjalanan dinas mereka.
ADVERTISEMENT
Film dokumenter yang berjudul "Dirty Vote" dengan cepat mendapatkan perhatian warganet karena keberanian nya mengungkapkan beberapa kasus seperti dugaan korupsi, kampanye Prabowo - Gibran menolak klaim tersebut sebagai fitnah tanpa dasar dan alasan yang kuat.
BERIKUT ADALAH BIODATA TIGA HUKUM TATA NEGARA
1. Zainal Arifin Mochtar
Zainal Arifin Mochtar adalah seorang pakar hukum tata negara, akademikus, dan aktivis antikorupsi asal Indonesia. Ia lahir pada 8 Desember 1978 di Makassar. Zainal menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2003, kemudian melanjutkan S2 di Northwestern University, Amerika Serikat, dan lulus pada tahun 2006. Gelar doktoralnya diraih dari UGM pada tahun 2012.
Zainal dikenal sebagai dosen di Fakultas Hukum UGM dan pernah menjabat sebagai Direktur Advokasi di Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM dari 2008 hingga 2017. Ia juga aktif dalam berbagai posisi, termasuk anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan, dan Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan periode 2023-2026.
ADVERTISEMENT
2. Bivitri Susanti
Bivitri Susanti adalah seorang pakar hukum tata negara, akademisi, dan aktivis asal Indonesia. Ia lahir pada 5 Oktober 1974. Bivitri memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia pada tahun 1999 dan melanjutkan pendidikan master di University of Warwick, Inggris, dengan gelar LL.M. in Law and Development pada tahun 2002. Saat ini, ia sedang menyelesaikan pendidikan doktoralnya di University of Washington, Seattle, Amerika Serikat.
Bivitri adalah salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan turut mendirikan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, di mana ia juga mengajar. Sepanjang kariernya, ia aktif dalam berbagai kegiatan pembaruan hukum dan advokasi, termasuk Koalisi Konstitusi Baru dan advokasi undang-undang di Dewan Perwakilan Daerah.
ADVERTISEMENT
3. Feri Amsari
Feri Amsari adalah pakar hukum tata negara yang juga dikenal sebagai dosen, aktivis, dan penulis. Lahir di Padang pada 2 Oktober 1980, Feri menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Fakultas Hukum Universitas Andalas, kemudian melanjutkan pendidikan S2 lainnya dalam bidang perbandingan hukum Amerika dan Asia di William & Mary Law School, Virginia, Amerika Serikat. Ia juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas dari 2017 hingga 2023.Feri Amsari aktif menulis dan telah menghasilkan beberapa buku seperti "Perubahan UUD 1945" dan "Pembaruan Partai Politik di Indonesia: Demokrasi Internal Partai Politik." Dalam film dokumenter "Dirty Vote," yang membahas dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, Feri tampil bersama dua pakar hukum lainnya, Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti.
ADVERTISEMENT