Konten dari Pengguna

Mengenal Lebih Dekat dengan Ismail Raji Al-Faruqi, Pelopor Islamisasi Sains

Muhammad Zidan Ramdani
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam. Manusia yang menulis
30 Juni 2024 13:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Zidan Ramdani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Edit by Canva.
zoom-in-whitePerbesar
Edit by Canva.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ismail Raji al-Faruqi lahir pada 1 Januari 1921 di Jaffa, Palestina, dalam keluarga yang sangat dihormati. Ayahnya, Abdul Huda Al Faruqi, merupakan seorang qadi terkemuka di Palestina. Meski lahir di negara Muslim, al-Faruqi mendapatkan sebagian besar pendidikan dan pengalaman akademiknya di Barat karena konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina yang membuat kondisi di tanah kelahirannya kurang kondusif untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Setelah menyelesaikan pendidikan madrasah, al-Faruqi melanjutkan ke College Des Freres (St. Joseph) dari tahun 1926 hingga 1936. Pada tahun 1941, ia meraih gelar sarjana muda dalam bidang filsafat dari American University of Beirut. Perjalanan akademiknya berlanjut ke Amerika Serikat, di mana ia meraih gelar master dalam bidang filsafat pada tahun 1949 dari Indiana University dengan tesis berjudul "On Justifying the Good: Metaphysic and Epistemology of Value".
Al-Faruqi juga sempat bekerja sebagai pegawai pemerintah Palestina di bawah mandat Inggris dan menjabat sebagai Gubernur Galilea sebelum provinsi tersebut jatuh ke tangan Israel pada tahun 1947. Peristiwa ini memaksanya hijrah ke Amerika Serikat pada tahun 1948.
Logo McGill University/Schoters.
Pada tahun 1972, al-Faruqi mendirikan The Association of Muslim Social Scientists (AMSS) dan menjadi presidennya yang pertama. Dua tahun kemudian, pada tahun 1980, ia mendirikan International Institute of Islamic Thought (IIIT) di Amerika Serikat, sebuah lembaga yang menerbitkan jurnal tentang ilmu-ilmu sosial Islam dan memiliki cabang di berbagai negara termasuk Indonesia dan Malaysia.
Makam Al-Faruqi/findgrave.com
Tragisnya, pada 27 Mei 1986, al-Faruqi dan istrinya, Louis Lamya, tewas akibat tikaman pisau dari seorang penyusup di rumah mereka di Wyncote, Pennsylvania. Pemakaman al-Faruqi di Washington dihadiri oleh berbagai pemuka agama dan politisi, serta diselenggarakan oleh gabungan beberapa organisasi termasuk Dewan Organisasi Arab-Amerika dan Komite Arab Amerika Anti Diskriminasi (ADC).
ADVERTISEMENT
Selama hampir 30 tahun karier profesionalnya, Ismail al-Faruqi menghasilkan banyak karya ilmiah. Ia menulis, menyunting, dan menerjemahkan 25 buku, menerbitkan lebih dari 100 artikel, menjadi dosen tamu di lebih dari 23 universitas di Afrika, Eropa, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara, serta menjadi anggota dewan redaksi di tujuh jurnal ternama.
Dokumentasi Pribadi.
Karya-karya al-Faruqi memiliki landasan kuat pada tauhid sebagai nilai esensial Islam. Ia percaya bahwa esensi tauhid adalah potensi besar yang dapat mendorong peradaban Muslim ke arah yang lebih progresif, termasuk dalam konteks pendidikan Islam. Islamisasi ilmu muncul pada abad ke-20 sebagai respons kritis terhadap peradaban Barat yang sekuler, yang mengabaikan nilai-nilai spiritual dan mengakibatkan masalah kemanusiaan seperti degradasi moral, kekosongan jiwa, dan tradisi taqlid di kalangan umat Islam. Al-Faruqi mengusulkan Islamisasi ilmu sebagai solusi, yakni proses mengislamkan disiplin-disiplin ilmu modern dengan menuangkan kembali disiplin tersebut dalam wawasan Islam setelah kajian kritis terhadap pengetahuan Islam dan Barat.
ADVERTISEMENT
Ia mendasarkan Islamisasi ilmu pada tiga prinsip tauhid: kesatuan pengetahuan, kesatuan hidup, dan kesatuan sejarah. Kesatuan pengetahuan berarti menghilangkan pemisahan antara pengetahuan rasional (aqli) dan irasional (naqli). Kesatuan hidup berarti semua pengetahuan harus mengacu pada tujuan penciptaan yang berlandaskan nilai Ketuhanan. Kesatuan sejarah berarti disiplin ilmu harus mengarah pada tujuan ummah dalam sejarah.
Untuk menerapkan prinsip-prinsip ini, al-Faruqi mengusulkan dua belas langkah kerja yang meliputi lima sasaran utama: penguasaan disiplin modern, penguasaan khazanah Islam, penentuan relevansi Islam dalam setiap bidang ilmu modern, sintesa kreatif antara khazanah Islam dan ilmu modern, serta pengarahan pemikiran Islam sesuai dengan rencana Allah.
Al-Faruqi juga menekankan pentingnya memadukan sistem pendidikan Islam dan sekuler, mengintegrasikan pengetahuan modern dalam kerangka Islam, dan memastikan bahwa pendidikan Islam mencerminkan nilai-nilai Islam. Langkah-langkah ini termasuk memperbaiki metodologi pendidikan agar selaras dengan prinsip kesatuan kebenaran dalam Islam.
ADVERTISEMENT
Ismail Raji al-Faruqi adalah seorang intelektual besar yang berjuang untuk mengislamkan ilmu pengetahuan. Melalui karya-karyanya, ia berusaha menjembatani kesenjangan antara pengetahuan Islam dan Barat serta memperjuangkan integrasi nilai-nilai Islam dalam disiplin ilmu modern. Tragisnya, hidupnya berakhir dengan kekerasan, namun warisannya terus hidup melalui karya-karya dan lembaga yang didirikannya. Pemikiran al-Faruqi tentang tauhid dan Islamisasi ilmu tetap relevan dalam upaya membangun peradaban Muslim yang lebih maju dan berlandaskan nilai-nilai spiritual yang kuat.